"Sosok yang berulang kali tertawa tapi tidak sekalipun dia terlihat menangis, percayalah dia sedang berada dalam fase kehancuran tertinggi."
_Brian AirlanggaSuasana malam terasa begitu dingin. Perut Brian terasa perih karena seharian belum berisi apapun kecuali segelas air putih dan obat-obatan yang ia konsumsi pagi tadi. Akhir-akhir ini nafsu makan Brian menurun, ia bahkan tidak tertarik untuk menyentuh makanan apapun. Lambungnya merasa tidak nyaman setiap kali diisi makanan.
Bibir pucat cowok itu melengkung kecil setelah komat Kamit menghitung soal yang ia kerjakan.
Sekali Brian menoleh kearah jam ditepi meja belajarnya. "Baru jam 01.30," ujarnya pada dirinya sendiri.
Mengingat waktu olimpiade semakin dekat, Brian selalu memforsir dirinya. Setiap malam ia menghabiskan waktu berjam-jam didepan meja belajar ditemani tumpukan-tumpukan buku tebalnya.
Saat Brian hendak bangkit untuk mengambil sesuatu, tiba-tiba pinggangnya terasa sangat nyeri hingga reflek membuat Brian kembali terduduk. Sakit yang ia rasakan kali ini sangatlah tidak biasa. Tubuh Brian sampai bergetar dan berkeringat dingin karena menahan sakit itu.
"A-awh..ssh, s-sakit...." Lirih Brian.
Sekuat mungkin tangan Brian meremat bagian yang terasa sakit itu dengan harapan dapat sedikit reda. Nyatanya salah, sakitnya makin bertambah. "Mama....." Panggil Brian lirih. Sayang wanita itu masih berada dirumah sakit. Mengobati orang-orang yang ada disana.
Brian lantas melipat tangannya diatas meja, lalu menenggelamkan wajahnya disana. Tubuhnya kian lesu, seolah tak ada lagi tenaga yang tersisa. Sakit dibagian pinggangnya menjalar kemana-mana. Perlahan-lahan air mata Brian turun disertai sesenggukan kecil.
"Tuhan, kali ini gue nangis gapapa kan? Sakit banget." Lirih Brian dalam hati.
Brian itu sangat membenci keadaannya yang lemah. Ia membenci dirinya sendiri yang pada malam hari ini meneteskan air mata karena kesakitan yang tidak bisa ia ungkapan melalui kata-kata.
"Sssh, gue bisa bertahan sampe kapan?" Brian berdesis sakit.
"Gue takut pergi ninggalin mama. Gue masih mau disini, gue gak mau pergi ninggalin mama papa lagi."
"Tapi gue capek. Sampe kapan harus cuci darah terus? Makin hari ginjal gue makin rusak. Yang ada gue jadi beban buat mama sama papa."
"Apa harusnya gue mati aja?"
Ditengah belenggu sakit dan putus asa yang menderanya, tiba-tiba handphone Brian berdering menunjukkan sebuah panggilan masuk. Panggilan pertama,Brian tidak memperdulikannya karena rasa sakit itu yang masih begitu terasa. Tapi saat panggilan kedua, Brian meliriknya karena merasa takut ada yang penting.
Brian meringis kecil, lalu mengangkat panggilan dari nomor tanpa nama itu. Tidak tahu kontak siapa.
"Ha-halo..." Ucap Brian dengan suara yang ia buat senetral mungkin.
"Halo Brian, ini Milka."
Degh'
Brian terkejut. Ternyata gadis itu masih menyimpan nomor yang pernah ia berikan. Ternyata gadis itu mau menghubunginya.Menghela napas berat, Brian kemudian memperbaiki duduknya. Sebisa mungkin ia kembali menahan sakit itu lagi. Ia tidak ingin telinga gadis itu mendengar desis kesakitan sedikitpun darinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brian Airlangga (TAMAT)✓
Novela Juvenil"Tertawalah sampai kau lupa dengan yang namanya luka" _Brian Airlangga "Mereka akan sangat bahagia dengan tawa yang kau ciptakan,hingga mereka lupa jika sedang dibohongi" _Brian Airlangga "Air mata yang ku hapus saat ini,mungkin akan tumpah lagi di...