Bab 45🐉

23 4 0
                                    

"Rindu adalah alasan seseorang ingin kembali."
_Brian Airlangga

Rintik hujan mulai turun dipenghujung sore itu. Langit yang sebelumnya berwarna biru muda, kini berubah menjadi abu-abu. Dan Sekarang sekitar pukul 17.45

Seorang cowok yang sejak tadi menyesap sebatang nikotin menghembuskan asapnya perlahan. Sesekali ia menatap kearah pintu cafee, menunggu seseorang yang harusnya menemui dirinya dua puluh menit lalu. Apakah pria itu membatalkan janjinya sepihak?

Zio lantas menghela napas lelah. Sejujurnya, ia bukan orang yang Sudi untuk menunggu dan membuang-buang waktu. Apalagi setelah telat pulang nanti ia akan berhadapan langsung dengan papanya.

"Shit!" Zio mengumpat pelan.

Sekitar lima menit berlalu, dan tak ada tanda-tanda kedatangan pria yang ia tunggu itu. Zio lantas berdiri dari tempat duduknya dengan perasaan kesal tentunya, tapi belum saja ia melangkahkan kaki, netra nya tak sengaja mendapati seseorang yang berjalan dari luar Cafe. Zio menyipitkan mata, memperhatikan dengan baik apakah ia tidak salah lihat.

Sejenak kemudian ia menemukan fakta bahwa pria itu memang sosok yang ia tunggu. Zio akhirnya memutuskan duduk kembali.

Derap langkah sepatu yang beradu dengan lantai justru menciptakan irama tersendiri ditengah sepi nya Cafe. "Selamat sore." Sapanya begitu ia tiba tepat dihadapan Zio.

Cowok itu hanya berdeham kecil tanpa berniat menjawab salam yang setara. Pria itu mengukir senyum kecil, ia memaklumi karena Zio masih begitu muda dan tentu labil menurutnya.

Tanpa dipersilahkan, ia menarik kursi lalu duduk dihadapan Zio.
"Sepertinya kamu belum tau bagaimana caranya menjawab salam yang lebih sopan." Ucap Nikol santai.

Ya, pria itu tak lain adalah Nikol. Zio memintanya datang menemuinya setelah tadi siang disekolah ia tak sengaja bertemu dengan pria itu namun tidak sempat berbicara.

"Harusnya juga om belajar menepati janji. Harusnya om datang dari dua puluh menit lalu." Tukas Zio, pelan namun sarkas. Ia menyeringai kecil lalu melemparkan pandangan menatap ke luar Cafe. "Cih gak sopan." Lanjut Zio. Pelan namun masih terdengar jelas oleh pria dihadapannya.

"Maaf, saya ada kerjaan. Jadi agak telat."

Kali ini Zio memilih diam.

"Jadi, kamu mau ngomong apa sama saya?" Tanya Nikol to the point.

Zio lantas mengalihkan pandangannya kembali menatap Nikol.

Terdiam beberapa detik, lalu "Jangan bikin Brian sakit." Ucap Zio. Rasanya begitu banyak sesak saat Zio mengatakan empat kata itu.

Nikol terpaku. Ia tidak mengerti mengapa anak muda yang bahkan tidak ia ketahui siapa namanya itu berkata demikian.

"Mungkin om memang mau yang terbaik untuk Brian. Tapi yang harus om tau, gak semua anak bisa menjadi sosok yang sempurna. Saya tau gimana rasanya dituntut menjadi yang terbaik seperti Brian." Ujar Zio. Pria itu tidak menjawab apapun. Ia memilih menunggu Zio kembali melanjutkan perkataannya.

"Saya rasa, Brian juga capek sama sikap om. Tolong, kasih kesempatan Brian untuk tinggal bareng om Nikol lagi. Brian udah terlalu lama nunggu waktu buat bisa tinggal sama orang tuanya. Tapi kenapa sekarang justru om sendiri yang membuang Brian?" Seolah ada kekecewaan yang tersampaikan pada kalimat akhir Zio itu.

Brian Airlangga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang