Chapter 1

911 65 1
                                    


Kata orang sulung adalah cinta pertama orang tua, karena sulung lah yang berhasil menjadikan mereka sebagai orang tua, yang pertama kali menyebut mereka Ayah dan Ibu. Sulung juga yang harus bisa di jadikan sebagai contoh untuk adik-adiknya.

Azella, sulung yang mungkin kurang beruntung. Hidupnya didedikasi hanya untuk keluarganya, membiayai sekolah adik-adiknya, kebutuhan rumah. Semua peran ia ambil alih, Ayah, Ibu, sulung bahkan tulang punggung keluarga.

Azella tidak pernah menyesal terlahir di keluarga ini. Menjadi Sulung untuk adik-adiknya.

Malam ini, Azella pulang larut malam. Jam menunjukan pukul 23.30 dan ia baru menginjakan kakinya di rumah setelah seharian bekerja ditiga tempat yang berbeda.

Biasanya ia hanya bekerja di dua tempat. Tapi kemarin dua bungsunya meminta uang untuk mengikuti ujian, begitupun dengan adik kembarnya yang membutuhkan uang untuk membeli buku.

Ia membuka pintu rumah dengan kunci cadangan yang ia bawa, karena ia sering pulang larut malam. Tidak mungkin ia membangunkan salah satu adiknya hanya untuk membukakannya pintu.

Kini ia berada di dapur rumahnya yang tergabung dengan ruang tamu. Perutnya benar-benar terasa lapar sekarang, tapi di rumahnya bahkan tidak ada makanan satu pun.

Azella menghela nafas panjang, tahu malam ini ia tidak makan lagi sama seperti malam lainnya.

Tungkainya ia bawa kekamar nya bersama keempat adiknya. Langkahnya terhenti saat pintu rumah dibuka kasar dari luar.

Kakinya ia bawa berlari menuju pintu untuk membantu laki-laki yang merupakan Ayahnya itu

"Ayah mabuk lagi?" tanya Azella sembari menuntun sang Ayah masuk rumah.

"Gak usah ikut campur lo!" Didorong nya kasar, membuat gadis itu mundur beberapa langkah.

"Bagi duit."

"Azel gak ada uang, Ayah."

"Gak usah bohong, cepet kasih atau gue acak-acak ini rumah!"

"Azel gak bohong, uang nya udah buat bayar sekolah adik-adik, Yah."

"ARRGH!" marahnya, melempar vas bunga yang tepat mengenai kepala Azella.

Azella meringis saat tangannya menyentuh darah yang keluar dari pelipisnya. Tubuhnya oleng kebelakang tapi untung dia masih bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"Ayah!" Serunya berlari saat melihat sang Ayah berjalan ke kamar miliknya, yang dimana keempat adiknya juga sedang tertidur.

Dilihatnya sang Ayah, Reno, sedang membuka semua lemari bahkan laci-laci di kamarnya. Reno tersenyum saat mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Ayah, Azel mohon. Jangan di ambil, itu buat bayar ujian kinan, Yah," mohonnya, berusaha mengambil uangnya dari sang Ayah.

"Gue gak peduli, itu tanggung jawab lo." Ujarnya, sebelum menghilang dibalik pintu.

Azel meluruh saat melihat sang Ayah sudah hilang dari pandangannya. "Itu tanggung jawab Ayah, bukan Azel." lirihnya.

"Kakak!"

Azella dengan cepat menghapus air matanya. Dan menoleh dengan senyum di wajahnya, mendapati keempat adiknya berlari ke arahnya.

"Kakak gapapa?" Tanya Alana

"Gak liat apa, kepala Kak Azel udah berdarah gitu. Pake ditanya gapapa lagi." Bukan, bukan Azella yang menjawab melainkan kembarannya sendiri, Elena.

Alana hanya melirik sinis kembarannya, sebelum fokusnya kembali ke sang Kakak yang masih memperhatikan mereka.

Home [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang