Chapter 23

313 46 1
                                    

"Welcome home~" ujar Sonya. Tangannya membuka lebar pintu megah kediaman Abraham. Senyumnya mengembang bahagia, tangannya ia kalungkan pada lengan Chandra yang ia tuntun untuk masuk kembali kedalam rumah yang sudah lama kehilangan pemiliknya.

Dibelakangnyan, ketujuh gadis itu mengikuti langkah kedua orang tuanya. Memeluk lengan satu sama lain.

Mata Chandra mengedar, rumahnya masih sama, tidak ada yang berubah. Suasananya pun masih sama, kehangatan mendomasi rumahnya.

Azella pun demikian, matanya masih menikmati seluruh penjuru rumah yang sungguh ia rindukan. Banyak dekorasi indah yang menghiasi dinding rumah, tetapi matanya berhenti pada satu titik.

Diatas sana, banyak sekali polaroid yang berisi foto-foto kebersamaan mereka berjejer rapi didinding. Azella melangkahkan kakinya pada titik itu, matanya mengabsen satu persatu foto yang ada. Ada foto mereka bertujuh, ada foto yang hanya Rana dan Rissa, foto dirinya dan adik-adiknya, foto kedua orang tuanya, foto mereka dengan anggota lengkap, foto dirinya sendiri yang mungkin diambil tanpa sepengetahuannya.

Azella menyipitkan matanya, baru menyadari bahwa dirinya sering difoto diam-diam, melihat dari banyaknya foto dirinya yang tidak ia ketahui kapan diambilnya. Tersenyum mengetahui mereka sering mengabadikan momen yang akan menjadi kenangan dilain waktu.

Matanya kembali mengabsen foto satu-persatu, kakinya melangkah pelan dengan tangan yang mengelus polaroid foto itu. Hingga langkahnya terhenti begitu pula dengan tangannya yang berhenti disatu polaroid. Azella mencabutnya pelan, diamatinya baik-baik foto itu. "Ini ...?"

"Itu kita dapat dari rumah lama kita." Kinan berlari menghampiri sang Kakak. Berhenti tepat didepannya. Begitupun dengan yang lain, ikut mengampiri Azella yang masih termenung menatap foto.

Azella mendongak, "beneran..?" Tanyanya ragu.

Bukan hanya Kinan yang mengangguk, tapi semua adik-adiknya ikut mengangguk. "Kakak seneng?"

Azella mengerjap, matanya terasa panas. Tangannya secara pelan mendekap foto itu, memeluknya didepan dada, menunduk dan isakan kecil akhirnya terdengar darinya.

Foto itu akan ia jaga baik-baik, foto itu akan menjadi satu-satunya yang berharga dari Ayah. Di foto itu, dimana Azella kecil yang mungkin berusia satu tahun berada di telapak tangan sang Ayah, menopangnya berdiri disaat dirinya belum pandai menapakkan kakinya sendiri. Dan senyum lebar dari Ayah yang memancarkan kebahagiaan berhasil memeluk telak asa-nya.

Azella menangis lebih deras. Selama ini, Azella berfikir Ayah tidak peduli tentangnya, tapi setelah foto itu dirinya tangkap oleh netranya. Azella tahu bahwa dirinya dulu pernah dipuja oleh Ayah, dirinya pernah diberi kebahagiaan walau secuil, dirinya tahu bahwa Ayahnya pernah bahagia karena-nya. Tidak peduli akan semua perlakuan Ayah padanya, Azella bahagia Ayah pernah menganggapnya.

Azella mendongak, menatap sang Papa yang berdiri dihadapannya, siap untuk memeluk raga rapuhnya. Menyembunyikan dirinya pada dekapan Papa-nya, menangis dengan derasnya. "Azel mau ke makam Ayah, Azel mau peluk Ayah." Gumamnya.

Chandra mengangguk, mencium puncak kepala putrinya lama. "Nanti kita ke makam Ayah, tapi Azel harus istirahat dulu."

"Gak mau ..." lirihnya merengek pelan, tangisnya belum berhenti. "Azel mau Ayah. Sekarang,"

"Iya, kita ke Ayah." Bisik Chandra lembut, memeluk dalam kepala putrinya untuk semakin ia dekap. "Papa anterin ketemu Ayah, ya."

☘☘☘

Azella merasa langkahnya terasa berat saat memasuki area pemakaman. Demi Azella, mereka kembali melakukan perjalanan menuju Jogja untuk mengunjungi makam Laras serta Reno yang juga dimakamkan disini. Si kembar dan dua bungsu yang meminta agar sang Ayah ditempatkan ditempat yang sama dengan sang Ibu.

Home [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang