Chapter 26

304 47 9
                                    

Sonya menggenggam lembut tangan Kinan yang terbebas dari infus. Tangan kecil itu terasa dingin, membuat Sonya sesekali meniup pelan tangan itu untuk sekedar menghangatkan tangan putrinya.

Sudah tiga hari berlalu tetapi Kinan-nya belum juga membuka mata, masih betah dengan dunia mimpinya, sama seperti Kakaknya yang bahkan belum ada perubahan apapun.

Sonya mencium lembut tangan itu, membelainya dengan penuh kasih sayang, menempelkan tangan kecil itu pada pipinya. Sonya lakukan itu berulang kali, tanpa jeda dan penuh kelembutan, melimpahkan kasih sayang yang besar, berharap bungsunya tersentuh dan rela membuka matanya.

"Mama kangen sama Kinan, sayang." Tangannya dengan lembut membelai pelan kepala putrinya, "Kinan gak mau bangun sekarang? Mau nunggu Kak Azel ya? Sabar ya, Kak Azel-nya masih berjuang, sayang." Lagi dan lagi Sonya tidak mampu menahan air matanya untuk tidak meluruh. Hatinya harus hancur berkali-kali, mendapati kenyataan kedua putrinya yang bahkan belum sudi membuka mata mampu menghancurkannya perlahan. Bahkan untuk sekedar melihat Azella-nya saja Sonya tidak mampu, tidak mampu untuk melihat tubuh yang kini bergantungan dengan alat-alat menyakitkan itu, tidak mampu mendengar denging nyaring yang memenuhi ruang ICU dimana Azella-nya menempatkan diri disana, tidak mampu mendapati Azella-nya berjuang sendirian sedangkan dirinya disini hanya bisa menangisi perjuangan putrinya tanpa bisa membantu.

Tiga hari terasa lebih lambat untuk Sonya, sepertinya waktu lebih suka membuatnya nelangsa dengan keadaan yang bahkan tidak lebih baik dari pasien rumah sakit jiwa. Tidak tidur hingga lingkaran hitam tercipta, tidak memakan apapun hingga bibir itu terasa kering, tidak berhenti mengeluarkan air mata hingga mata itu sudah tidak berbentuk karena bengkak yang menguasai. Sungguh Sonya merupakan Ibu yang tidak lelah menangisi putrinya.

"Kinan jangan terlalu nyaman ya sama mimpinya, Mama disini kangen banget sama Kinan." Sonya tersenyum lembut, tapi air mata kembali meluruh dari pelupuknya. Entahlah, air matanya tidak pernah bisa ditahannya, selalu menetes tanpa disadarinya.

Mata Sonya terpejam saat merasakan pelukan lembut dibelakangnya.

"Gantian kamu yang istirahat ya, biar aku yang jaga Kinan." Chandra dengan lembut mengelus wajah istrinya, mengusap jejak air mata yang tidak pernah ada habisnya.

Sonya menggeleng, "aku mau disini." Membalikkan tubuhnya menghadap suaminya itu. "Yang lain kemana?"

Chandra melepas pelan peluk dari tubuh istrinya, menghampiri Kinan yang masih setia memejamkan matanya. Mencium lembut kening putrinya, "Rissa dan Elena lagi diruangan Azel, sedangkan Rana dan Alana aku liat mereka lagi ada ditaman rumah sakit, sepertinya mereka butuh udara segar untuk menjernihkan pikiran mereka." Chandra membenarkan letak selimut yang membungkus tubuh putrinya hingga sebatas dada, mencium sekali lagi kening itu dan beralih tatap pada istrinya yang menatapnya.

"Kamu juga harus menjernihkan pikiran kamu, biar disini .." Chandra menepuk pelan kepala Sonya, "gak penuh sama pikiran negatif kamu terus, kamu harus percaya kalo mereka akan baik-baik saja. Mereka gak akan menyerah begitu saja, sayang." Menarik pelan kepala istrinya untuk ia benamkan pada perutnya, memeluk sayang kepala itu.

Sonya mengangguk dan melingkarkan tangannya pada pinggang Chandra, "terima kasih." Lirihnya.

"Kembali kasih, sayang."

Cukup lama mereka dalam posisi itu, hingga Chandra yang lebih dulu melepas dekap itu. "Aku mandi dulu ya? Kamu boleh keluar kalo aku udah selesai mandi, nanti kita gantian."

Sonya mengangguk, membiarkan suaminya itu berlalu menuju kamar mandi yang tersedia diruangan putrinya.

"Mama menunggu Kinan bangun, sayang." Tangannya baru ingin menggenggam tangan Kinan, tetapi satu gerakan yang berasal dari jemari putrinya mampu membuatnya membeku.

Home [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang