Bab 11 (revisi)

15.6K 731 8
                                    

25 Juni, Keluarga Osmod

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25 Juni, Keluarga Osmod

Suara langkah kaki menuruni anak tangga mengisi kesunyian di pagi hari yang indah ini. Naya yang menjadi pelaku utama tersenyum setelah sampai di ruang makan.

“Pagi, Mah,” sapa Naya sambil menarik salah satu kursi.

“Pagi, sayang,” jawab Luna.

“Oh, iya! Papa mana, Ma? Kok nggak kelihatan?” tanya Naya menatap sang ibu yang sedang menyiapkan sarapan untuknya.

“Papa kamu tadi udah berangkat ke kantor pagi-pagi, katanya ada meeting sama klien dari luar negeri,” jelas Luna sambil memberikan sepiring nasi goreng untuk Naya.

Naya menganggukkan kepalanya mengerti sambil menyantap nasi goreng buatan ibunya.

Luna menatap anaknya dengan lekat. “Naya, Mama boleh bertanya sesuatu?”

“Boleh, kok. Mama mau tanya apa? Ngomong aja,” jawab Naya yang masih fokus dengan sarapannya.

“Naya buat masalah apa di sekolah? Kok bisa sampai di-skors 3 hari?” tanya Luna serius.

Naya yang mendengar pertanyaan sang ibu sontak menghentikan acara makannya, lalu menghela napasnya sejenak sebelum menjawab. “Sebenarnya Naya nggak buat masalah, sih, Ma. Naya cuma bantuin salah satu siswa yang dibully, itu aja, Ma.”

Sebenarnya Luna sudah tahu alasan Naya di-skors karena membela salah satu siswa di sekolahnya yang dibully. Dia mendapatkan informasi dari guru BK yang menghubunginya kemarin siang. Hanya saja dirinya ingin Naya berkata jujur kepadanya atau sang suami.

“Sok jadi pahlawan kesiangan malah kena hukuman skors 3 hari.”
Celetukan dari mulut Brayan membuat Naya tidak jadi mengeluarkan suaranya.

Kakaknya itu berjalan menghampiri meja makan dengan seragam lengkap untuk hari Rabu. Brayan mengacuhkan keberadaan Naya, dia menarik salah satu kursi di depan ibunya, lalu mengoleskan selai cokelat ke roti untuk sarapan.

Berbeda dengan Naya yang hanya diam membenarkan perkataan Brayan tentang dirinya. Dia dihukum karena membuat kerusuhan di lapangan mengakibatkan murid lain berkumpul ketika bel masuk sudah berbunyi.

“Ya itu bagus, Brayan. Naya sudah bantu temannya yang dibully, meskipun caranya salah.” Setelah berkata demikian, Luna berganti menatap Naya yang sebelumnya menatap Brayan. “Harusnya Naya langsung lapor ke guru BK, daripada membantu secara langsung takutnya malah Naya jadi korban mereka selanjutnya. Paham, sayang?”

Naya terdiam memikirkan perkataan Luna yang ada benarnya. Kenapa dia tidak kepikiran sampai sana? Bagaimana jika nanti kakak kelasnya itu menargetkan dirinya sebagai bahan bully? Kini Naya menjadi resah dibuatnya.

“Alah, biarin aja jadi korban Nata and the geng. Siapa suruh ikut campur urusan mereka?” Brayan yang sedang memakan rotinya berujar dengan sinis.

“Nggak boleh gitu. Naya juga adek kamu, sayang,” tutur Luna dengan lembut.

I'M FIGURAN! YESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang