Seseorang yang paling misterius adalah Ia yang selalu ada didekatmu.
Dia selalu ada, tapi belum tentu kamu menyadari sepenuhnya.
Satu Jengkal
Sepekan setelah bertemu di Saung, Athisa memaksa ingin mengunjungi rumah Laila. Terkejut dengan jarak rumah Athisa dan Laila yang hanya sepelemparan batu. Athisa uring-uringan. Bisa-bisanya Dia tak menyadari kehadiran Laila yang begitu dekat dengannya, bertetangga dengannya, berada di lingkungan yang sama.
Bagaimana mungkin, dari sebanyak itu probabilitas untuk sebuah ketidaksengajaan bertemu, yang terjadi adalah nol. Tak ada kebetulan sama sekali. "Menyebalkan!" gerutu Athisa berulangkali. "Bisa-bisanya..!" Dongkol mengingat sudah cukup lama Dia dan Laila bertetangga.
"Heh! Lail! Bisa-bisanya.." Laila tertawa. Geli dengan tingkah Athisa.
"Aku balik lagi ke rumah nih... aku sudah di 'imah riung'. Kamu bilang rumahmu dekat 'imah riung' jadi semalam aku tak pulang. Menyelesaikan pekerjaan dan tidur disini."
"Ya.. memang benar kaan" Tawa renyah tersengar dari seberang sana. Jarak cluster perumahan mereka tinggal dengan rumah makan Athisa memang dekat. Tak sampai 1km jauhnya. Laila tak berbohong saat mengatakan rumahnya dekat dengan 'imah riung'.
"Haemmm...! Ini kalo bukan karena kamu sahabatku, udah kucoret namamu dari client ku!" Athisa melepaskan kekesalannya. Merasa dikerjai Laila.
"Hahaha... sini-sini cepettt..." Buru-buru mematikan telepon. Sengaja membuat Athisa tambah kesal.
Benar. Mereka ada di satu perumahan cluster yang sama. Bertetangga hampir tiga tahun. Tak saling menyapa karena Laila yang jarang keluar rumah, dan Athisa yang jarang pulang ke rumah. Athisa lebih banyak menghabiskan waktu di Imah Riung. Pulang malam, berangkat pagi. Rumahnya sepi. Sesekali terlihat manager – nya ada di rumah itu. Orang yang tidak tahu akan mengira, manager Athisa adalah si Pemilik rumah.
Satu-satunya alasan Laila mengambil rumah di cluster itu karena Athisa. Laila ingin dekat dengan Athisa. Ingin dekat dengan sahabatnya. Takdir berkata lain. 3 tahun menempati rumah yang dekat dengan Athisa tak membuatnya bisa dengan mudah menemui sahabatnya. Sampai hari itu Dia menemukan celah. Tak sengaja bertemu manager Athisa yang sedang menutup gerbang rumah milik Athisa. Buru-buru Laila menyapa sekenanya menyebut ingin bertemu Athisa untuk konsultasi keuangan. Mendapat nomor manager – nya, Laila langsung membuat janji. Begitulah akhirnya mereka bertemu di saung.
Atisha sedang mengamati lekat-lekat sebuah lukisan. Goresan warna, sketsa dan tulisan kecil menarik perhatian. Jarak satu jengkal pun terasa terlalu jauh untuk melihat setiap detail yang tergores di kanvas.
"Siapa sebenarnya dirimu? Pahami dirimu sebelum menjadi sosok paling asing yang tak dikenal".
"Thisa...kamu suka coretan itu?" ucapan Laila menyadarkan Athisa. Dia bergegas duduk kembali di sofa.
"Itu bukan coretan biasa. Lukisan yang indah Lail. Aku seperti pernah melihatnya. Tapi Dimana ya.." Athisa mengingat-ingat.
"Masa sih.. sebentar. Aku ambilkan sesuatu buat kamu" Laila menuju ke ruangan lain di rumahnya.
"ini kan maksud kamu..." menunjukan sebuah buku berjudul 'Hello, Diri!?'
"Hei... benar... kamu punya buku ini juga... aku suka banget baca buku ini saat kehilangan diriku sendiri" Athisa kegirangan. Senang mendapatkan ingatannya kembali. Lukisan di rumah Laila sempurna ada di sampul buku.
"Oww.. tentu saja. Karena aku memang pemiliknya." Laila mengerlingkan mata sembari tersenyum. Gigi kelinci menonjol diantara senyum manis Perempuan sasak itu.
"Maksud kamu..." Ragu Athisa menebak.
"Iya... benar...." Menimpali keraguan sahabatnya, Laila mengangguk-angguk masih dengan senyum di bibirnya. Kali ini senyumnya lebar, gigi kelinci sempurna terlihat berbaris rapi.
"What the hell....!!! Aaakkk proud of you Laila" Histeris. Athisa teriak saking senangnya. Mengetahui buku favoritnya ditulis oleh sahabatnya sendri membuat energinya meluap.
Benar kata Laila. Selama ini meski sendirian, ada sahabat yang selalu disisi. "Tak secara langsung bertemu, bukan berarti persahabatan itu hilang. Tak selalu bertemu, bukan berarti rasa sahabat itu jadi hambar. Bersahabat di usia dewasa memang berbeda". Salah satu kalimat yang ada di buku tulisan Laila. Sebuah novel berjudul, 'Hello, Diri!?'. Satu-satunya novel yang dibeli Athisa.
"Sebanyak itu pertanda.. bagaimana mungkin aku tak menyadarinya?" Masih terheran dengan begitu dekatnya Dia dengan Laila namun Atisha tak menyadari itu.
"Jangan-jangan kamu memang perlu break sebentar dari pekerjaanmu?"
"Aku memang mau liburan, Lail.. kamu client terakhirku.. Eh ngomong-ngomong. Dari tadi kok sepi. Kemana suamimu? Sekarang weekend bukannya libur kerja?"
"Alah-alaah.. pake ngalihin pembicaran kamu tu.. suamiku lagi ke waterboom berenang sama anak-anak".
***
Hi.. Terimakasih selalu membaca tiap babnya :)
terus beri dukungan dengan vote dan komentar
Terimakasih ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, 30!? (TERBIT)
General FictionJika ini bisa disebut sebagai perjalanan, maka hari-hari yang ku lalui adalah jalanan di sisi lautan. Riuh nan sunyi. Tiga puluh tahun. Angka yang tidak sedikit juga tidak terlalu banyak untuk memulai bahkan mengakhiri sebuah keputusan. Selamat memb...