SEBELAS

7 2 0
                                    

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain, hanya akan membuat hidup seperti di labirin. Tak akan pernah ada ujungnya. Selalu ada yang lebih baik, setinggi apapun anak tangga berhasil dinaiki. Semoga kamu tidak melakukannya!

Adu Nasib.

Tak terduga. Athisa menangis karena komentar seseorang saat live di instagram. Perkataan yang lebih ke random ketikan iseng dari netizen. Entah apa motif dan tujuannya. Barangkali bisa dikategorikan sebagai bagian dari budaya basa-basi yang melekat di kehidupan masyarakat asia.

"Mbak Thisa ini sempurna, Cuma gak bisa dimiliki aja. Mana nih jodohnya, publish dong.."

"Mbak Thisa mau gak jadi mantuku?"

"Cantik banget sih.. punya siapa sih?

Kira-kira begitulah. Diantara komentar netizen yang membuatnya bersedih. Topiknya sama, yaitu Jodoh. Perkara pasangan ini, Athisa menjadi sangat sensitif. Setidaknya setelah peristiwa perjodohan dengan Andre batal karena karena kesepakatan keduanya. Kedua orang tuanya mengizinkan itu terjadi tapi dengan wajah besengut. Kecewa dengan batalnya pernikahan yang sudah dijadwalkan. Acara yang seharusnya menjadi akad nikah sekaligus syukuran pernikahan, batal. Digantikan dengan acara kumpul keluarga besar.

Sepulang dari kampung halaman, diam-diam Dia menjadi sangat insecure. Ditinggal menikah oleh mantan kekasih yang ternyata menikah dengan sahabat terdekatnya meninggalkan trauma tersendiri. Ditambah orang tua dan keluarga besarnya yang seakan menganggapnya sebagai aib keluarga karena belum juga menikah di usianya jelang 30 tahu. Perawan tua. Begitu bisik-bisik yang menjamur tiap kali kumpul keluarga.

Kedekatannya kembali dengan Laila pun tak banyak membantu. Nyatanya yang terjadi justru mental Athisa semakin rapuh. Dia tak segan membandingkan dirinya dengan sahabatnya. Membandingkan setiap detail hidup Laila dengan kehidupan yang dimilikinya. Sesuatu yang tentu saja membuatnya lelah. Tak pernah ada ujungnya.

Athisa semakin kewalahan dengan konflik batin dalam dirinya sendiri. Hal-hal yang awalnya menyenangkan untuk dilakukan menjadi membosankan. Obrolan dengan Laila pun menjadi percikan api yang membuat dadanya terasa panas karena rasa cemburu. Adu Nasib tak terhindarkan. Tiap kali berbincang dengan Laila, ujungnya Athisa menimpali dengan kalimat pedas. Pernyataan betapa menyenangkannya hidup Laila. Memiliki keluarga kecil yang harmonis dengan keluarga besar yang mendukung. Berulangkali begitu.

Laila diam saja. Memaklumi Athisa. Sampai pada satu titik Laila ikut lelah dengan sikap Athisa.

Pagi yang dingin. Hujan deras membuat orang-orang masih terlelap dalam mimpi panjang. Jemarinya membuka pesan whatsapp.

"Athisa, kamu di rumah?"

"Aku di rumah. Ada apa?"

"Aku kesana sekarang. Ok?"

"Ok."

Butuh sepersekian detik bel rumah berbunyi. Seorang Perempuan menggenggam payung hitam serasi dengan kardigan panjang yang dikenakan berdiri di depan pagar. Hari masih hujan.

"Ayo, cepetan masuk..."

Perempuan itu yang tak lain adalah Laila buru-buru masuk. Meninggalkan payung di teras yang dipenuhi tanaman rambat. Laila tersenyum. Athisa merasa ada hal penting yang akan disampaikan Laila, sampai-sampai harus ke rumahnya sepagi itu.

"Thisa.. Big Sorry.. aku kesini pagi banget. Karena aku hanya punya waktu pagi sebelum pergi bersama anak-anak dan suami." Athisa membuatkan jahe hangat kesukaan Laila. Meletakkan di meja. mempersilahkan Laila untuk meminumnya sebelum dingin.

"Thisa...." Menunggu tanggapan Athisa yang diam duduk di sampingnya. Suasana canggung setelah perubahan sikap Athisa yang menjadi sensitif. Athisa memiringkan kepala. Seakan mengatakan, "Selesaikan kalimatmu Lail. Sampaikan alasan kenapa pagi sekali ke rumahku?"

"Aku kesini karena merasa kita gak baik-baik saja." Laila seperti memahami gesture yang ditunjukkan Athisa. Athisa menggeleng. Menggerakan telunjuknya kea rah dirinya sendiri dan kearah sahabatnya. "Kita? Kamu dan aku? Persahabatan kita?"

"Bukan. Bukan. Lebih ke psikis." Laila sebagai lulusan psikologi memahami dengan baik kondisi yang dialami dirinya sendiri dan sahabatnya. Keduanya dilanda insecure parah yang membuat mereka secara sadar dan tidak sadar membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Buntutnya, rendah diri, mudah emosi, sampai menarik diri dari kehidupan sosial.

"Ng?" Athisa mengerutkan dahi. Tak paham dengan yang dimaksud sahabatnya.

"Kamu tau Quarter life crisis kan.. krisis yang dialami seseorang di usia seperempat abad."

"Aku sudah melewati itu Lail. Aku oke. Keuangan, sosial, karir, kamu tau sendiri. Aku orang yang sangan prepare dan penuh dengan perencanaan. Gak semua orang mengalami Quarter life crisis kaan.. salah satunya aku." Athisa menanggapi dengan defense mode.

"How about relationship?" Laila buru-buru memeriksa efek kalimatnya pada Athisa.

"I'm ok. With or without soulmate" Athisa mengalihkan pandangan. Nada tinggi mendominasi perkataannya.

"Are u sure?" Tulus. Laila ingin memastikan. Sama sekali tak bermaksud memasukin ranah privat kehidupan sahabatnya. Kali ini benar-benar urgent. Dia tak mau melihat sahabatnya semakin kehilangan diri sendiri.

Luruh. Tak ada jawaban. Sesak. Beban ratusan ton besi yang menimpa kepala seperti diambil satu persatu oleh Laila. Tangisnya pecah. Selama ini perasaannya membatu. Tak ada air mata yang tumpah meski disinggung perkara jodoh. Disebut perawan tua. Walaupun saat pulang kampung orangtuanya mendadak hendak menikahkan dengan seseorang.

Sampai hari ini. Pertanyaan Laila mendobrak paksa pintu pertahanan yang terkunci rapat. Athisa benar-benar hanya mempersilakan sahabatnya – Laila untuk melihat sisi paling menyedihkan dalam hidupnya. Dahulu saat ditinggal menikah mantan kekasihnya. Sekarang saat Dia lelah perihal jodoh.

Pilu. Merasakan betapa sahabatnya menahan air mata itu selama ini. Menunggu. Menemani Athisa yang terisak tanpa suara. Menggigit bantal di sofa ruang tamu. Melepaskan sakit yang lama berdiam dalam batin kecilnya.

Sekitar setengah jam kemudian. "Lail, Aku udah oke." Ucap Athisa serak sembari mengelap ingus. Laila tersenyum. Mendengarkan Athisa yang mulai bercerita tentang tuntutan orangtuanya untuk menikah dan perjodohan yang batal.

***

Hi.. Terimakasih sudah menunggu :)

 Aktivitas cukup padat hoho

baru sempet update di penghujung hari banget wkwkwk

Terimakasih sudah membaca ya..

jangan lupa beri dukungan dengan vote, komentar dan follow :)

sampai jumpa besok dengan kelanjutan ceritanya ^^


Hello, 30!? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang