Mengenal diri sendiri. Kapan itu terjadi?
Mengenal.
Kembali lagi ke rumah sakit. Bukan untuk bertemu client. Tapi untuk menjadi client seorang psikiater. Benar. Hari itu Athisa menjadi pasien seorang dokter psikiater. Dia hanya memastikan apakah Dia cukup baik-baik saja dengan trauma yang dimiliki.
Athisa sangat sensitive dengan sentuhan dan hembusan angin. Belakangan perasaan itu mengganggu. Ditambah tekanan untuk segera menemukan jodoh. Athisa jadi sering bermimpi dan kehilangan nafsu makan. Butterfly hug memang membantu, tapi tak membuat hal-hal yang dialami Athisa hilang atau setidaknya berkurang.
Setelah meminta pendapat Laila, Athisa memutuskan menemui psikiater. Seorang psikiater yang juga teman Laila.
"Jadi gimana dok? Apa saya perlu rutin kesini? Apa saya baik-baik saja?" Athisa buru-buru bertanya. Tak sabar mendengar diagnosa dokter laki-laki yang sepertinya sebaya dengannya.
"Mbak Athisa ini kalo berdasar observasi barusan sepertinya stress berlebih atau bisa dibilang mengalami gangguan kecemasan." Dokter psikiater menjelaskan dengan hati-hati.
"Apa saya harus minum obat dok?" Lebih tenang. Meski deg-degan mendengar dirinya mengalami gangguan kecemasan.
"Sejauh ini belum perlu. Cukup liburan sejenak. Menanggalkan aktivitas. Pergi ke tempat dengan bentang alam yang asri. Atau ke tempat yang mbak Athisa suka. Semacam tempat favorit?" Lebih lanjut dokter memberi saran.
"Bentang alam yang asri. Gunung, Laut. Mmm sepertinya aku akan menyukainya. Baiklah. Terimakasih penjelasannya dok." Athisa memikirkan laut, snorkling dan diving.
Meninggalkan ruangan dokter psikiater. Di depan ruang itu tertulis nama Bumi Jati., dr., SpKj(K). Athisa tak terlalu menghiraukan. Sama halnya Ketika dokter itu tersenyum melihat kea rah Athisa dengan tatapan tak biasa. Dokter itu menyarankan Athisa untuk mengabarinya jika butuh bantuan mendesak terkait gangguan kecemasan yang dialaminya. Athisa buru-buru berjalan menuju pembayaran. Menyelesaikan administrasi rumah sakit sebelum benar-benar meninggalkan rumah sakit. Tatapannya mengawang. Seakan nyawanya tak sepenuhnya berkumpul dalam dirinya.
Tengah malam. Athisa diganggu mimpi yang membuatnya terbangun. Bertemu seorang laki-laki yang mengaku mengenal Athisa sejak lama. Seorang yang mengaku jodoh Athisa dari masa depan. Terbangun dengan peluh. Athisa merasa haus yang sangat. Mengambil minum di meja samping tempat tidurnya. Mencoba mengingat-ingat mimpi yang aneh.
Besoknya Dia bertemu kembali dengan dokter psikiater. Menyampaikan gangguan mimpi yang seakan nyata dan mengganggu konsentrasinya. Dokter Bumi menyarankan untuk segera mengambil libur.
"Gili, Lombok. Saya kebetulan besok ada acara di sana. Kalo mau ikut ayok. Seminggu saya disana. Anda bisa mengikuti acara saya, atau membuat itinerary sendiri. Saya punya banyak kenalan guide yang siap bantu kamu." Dokter Bumi mengajak Athisa.
"Baik dok. Akan saya pikirkan." Athisa diam. Sopan menanggapi ajakan dokter yang belakangan Dia tau namanya Bumi.
***
Hi.. Kemaren libur karena padatnya aktivitas
terimakasih sudah menunggu..
terus dukung dengan vote, komentar dan follow ya..
Thanks. again.. ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, 30!? (TERBIT)
General FictionJika ini bisa disebut sebagai perjalanan, maka hari-hari yang ku lalui adalah jalanan di sisi lautan. Riuh nan sunyi. Tiga puluh tahun. Angka yang tidak sedikit juga tidak terlalu banyak untuk memulai bahkan mengakhiri sebuah keputusan. Selamat memb...