Kehilangan banyak macamnya. Kehilangan paling sulit bagi seseorang adalah kehilangan diri sendiri.
Krisis Diri.
Sebagian orang mengalami fase post power syndrome karena kehilangan kekuasaan/ jabatan/ jabatan yang dimilikinya. Sebagian lain mengalami post partum depression atau lebih dikenal dengan baby blues. Inti dari keduanya adalah perasaan tak berharga setelah kehilangan sesuatu yang berharga karena perubahan situasi.
Ini persis dialami Laila saat mengandung anak pertama, lalu diperparah setelah kelahiran anak kedua. Proses penyesuaian diri yang tak mudah. Harus berhenti bekerja karena kehamilan yang beresiko. Memutuskan menjadi full time mom. Menjalani rutinitas yang sama setiap hari. Tak memiliki teman bercerita. Dunia Laila hanya seluas rumah. Semua disediakan suaminya. Meski Tak pernah sekalipun suaminya melarang, tapi kesibukan suaminya bekerja membuat Laila tak tega banyak menuntut.
Laila cukup senang dengan suami yang hadir setiap weekend. Memberi ruang untuk Laila melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa anak-anak. Namun Laila justru tetap bersama anak-anak. Sekali pernah Dia mencoba pergi sendiri ke bioskop, bukannya menikmati pertunjukan di layer besar dihadapannya. Dia malah terpikirkan keadaan anak-anak. Pada ketakutan menjadi seorang ibu yang jahat dan tak berguna karena meninggalkan anak-anak, sedang Dia memilih bersenang-senang sendirian. Mix feeling. Rasanya campur aduk. Perasaan yang Dia sendiri sebagai seorang psikolog tak mampu memahaminya dengan benar. Perasaan tak kenal dengan dirinya sendiri. Melelahkan.
"Aku ini baby blues kah? Atau post power syndrome?" Suatu kali Laila berusaha mengenali perasaan yang dialaminya sendirian. Berdiskusi dengan suaminya pun dilakukan. Dia ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Dia merasa kepribadiannya berubah menjadi mudah tersinggung. Kehilangan kata-kata saat mencoba bersosialisasi, Dia sering blank saat ingin mengatakan sesuatu. Sering saat sedang mengobrol dengan orang lain seperti tetangga atau penjual makanan langganannya, Dia lupa dengan kalimat yang ingin diucapkan. Kondisi yang membuatnya kelelahan.
Belum sampai situ. Kehabisan energi karena membersamai tumbuh kembang anak-anak membuatnya tak merawat diri. Wajahnya kusam tiap kali melihat kaca. Dia seperti tak melihat sosok di cermin yang dikenalnya dengan baik. Laila telah kehilangan dirinya sendiri.
Jika orang lain memiliki hobi, Laila melakukan apa saja yang bisa dilakukan tanpa jauh dari anak-anak. Aktivitas apapun untuk mengisi waktu luang. Seperti menonton film/ serial drama, menanam tanaman hias, atau hanya duduk atau rebahan sembari mengawasi anak-anak bermain. Itu pun jika ada waktu luang. Dia benar-benar no idea saat orang lain bertanya, "apa yang kamu lakukan di waktu luang?"
Tak yakin menjawab. Laila lebih sering tersenyum menanggapi tanya basa-basi itu. Sampai pada hari dimana hujan mengguyur selama hampir satu minggu. Deras, gerimis, lebat. Selang-seling secara bergantian. Jatuhnya air dari langit menciptakan suasana mendung yang mendorong mood – nya berantakan. Perasaan tak tentu yang berisik di kepala dan batinnya mendesak untuk keluar dari tempatnya. Hari itu Laila duduk di ruang keluarga, menangis dipelukan suaminya. Anak-anak tertidur lelap di kamar.
Laila merasa bersalah atas perasaan dan pikirannya sendiri. Membandingkan kehidupan dirinya dengan setiap orang yang ditemui. Mudah tersinggung atas apa yang berkenaan dengan dirinya. Over thinking yang keterlaluan. Dia berfikir hidup orang lain selalu lebih menyenangkan dari dirinya. Puncaknya, Dia merasa tak berharga. Kehilangan diri sendiri benar-benar permasalahan pelik yang harus dihadapinya saat itu. Ilmu psikologi yang dikuasai seakan tak berguna di kondisinya saat itu.
"Kamu gak baik-baik saja, Lail" Kalimat sederhana dari pasangan hidupnya yang membuat Laila semakin tergugu. Dalam dekapan lelaki itu Dia merasa nyaman. Kenyamanan yang baru dirasakan setelah beberapa tahun menikah.
"Berhenti menginginkan kehidupan orang lain. Berhenti merasa kamu adalah pusat dunia. Berhenti berfikir kamu melewati hidup ini sendiri. Ada aku. Kamu bisa katakan apapun yang kamu mau. Aku akan selalu mendukungmu."
Kelu. Laila tak tahu harus berkata apa. Satu yang Dia sadari. Hidupnya berharga. Dirinya berharga. Dia tak kehilangan dirinya sendiri secuil pun. Lupa. Sikap lupa atas apa yang sejatinya dimiliki, membuatnya seakan kehilangan dirinya sendiri.
Perlahan Laila mengontrolemosinya. Tangisnya mereda diganti dengan kelegaan. Besoknya Laila mulai menatadirinya. Mengingat dirinya dengan utuh. Mengobati luka yang sempat membekasdalam jiwanya.
***
Hallo... Di Penghujung Weekend banget :D
Terus beri dukungan dengan follow, vote dan komentar..
Terimakasih sudah membaca :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, 30!? (TERBIT)
Narrativa generaleJika ini bisa disebut sebagai perjalanan, maka hari-hari yang ku lalui adalah jalanan di sisi lautan. Riuh nan sunyi. Tiga puluh tahun. Angka yang tidak sedikit juga tidak terlalu banyak untuk memulai bahkan mengakhiri sebuah keputusan. Selamat memb...