Selalu ada orang-orang yang mendukung kita. Bagaimana dengan orang yang akan kita dukung?
Mak Comblang.
"Maaf..." Suara Laila tertahan. Ragu melihat sosok lelaki didepannya yang seperti teman saat kuliah dahulu, tapi tak yakin.
"Hi.. Laila.. You forget me?" Tersenyum. Bumi langsung mengenali Laila. Si Kembar yang baru saja menabrak Bumi setelah lari menuju playground menghentikan larinya. Memperhatikan laki-laki tinggi besar yang mereka tabrak. Takut-takut. Tatapan mata mereka seakan takut. "Sorry.." kompak mengucapkan maaf. Masih dengan rasa takut.
"It's oke girsl... please be carefull." Bumi menyalami Si Kembar satu persatu. Sembari memastikan Si Kembar tak terluka setelah menabraknya.
"Your.....?" Ragu bertanya pada Laila. Menggandeng tangan anak-anak. Menyerahkan pada Laila, ibunya.
"Bumi? Bumi Jati? Oh God! Aku hampir tak mengenalimu." Laila takjub melihat sosok Bumi dihadapannya. Penampilan yang berubah membuat Bumi terlihat berbeda. Badannya pun lebih segar dan bugar dibanding saat kuliah yang kurus kering. Kulitnya lebih bersih dengan khas sawo matang. Kacamata menghiasi wajah Bumi. Rambutnya curtain haircut. Tampilan Bumi kini lebih seperti aktor yang mondar mandir di layar kaca. Trendy, fresh dan terlihat berkarisma.
"Teman kuliah?" Suami Laila yang sedari tadi melihat adegan didepannya mencoba menebak. Ikut penasaran. Laila mengangguk. Masih takjub dengan perubahan Bumi.
"Hmmm..." Bumi pura-pura cemberut. Kemudian tertawa. Senang dengan pertemuan yang tak direncanakan. "Hi Bang.. saya Bumi. Teman satu Angkatan Laila di universitas." Bumi dan Suami Laila saling berkenalan. Berbincang banyak hal, sesekali nostalgia saat kuliah sembari mengawasi anak-anak di playground.
"Ow.. jadi Bumi satu pelatihan leadership bareng geng pentagon?" Suami Laila makin penasaran.
"iyaapp.. benar sekali Bang.. Oiya gimana kabar Athisa?" Tak bisa menahan rasa penasaran sedari bertemu Laila. Bumi sebenarnya ingin sekali tahu kabar Athisa. Dia tahu. Laila sahabat terdekat Athisa semasa kuliah.
"eemmmmm....." Laila dan suaminya saling melirik. Menangkap nada suara dan raut wajah yang berbeda ketika Bumi menyebut nama Athisa. Belum sempat pertanyaannya dijawab, Bumi terlihat salah tingkah.
"Oh Ok... mungkin sudah gak kontak lagi sekarang ya. Sudah sibuk dengan urusan sendiri. Usia-usia 30 tahunan kayak kita ini emang udah bukan masanya ngumpul dengan teman." Buru-buru Bumi berkata panjang lebar. Mencoba mengalihkan pembicaraan. Pun pikiran dan hatinya seakan berdenyut. Rasa ingin tahu tentang Athisa mendesak.
"Athisa baik.. belum menikah. Mau ku bantu atur waktu untuk bertemu Athisa?" Laila seakan memahami teman kuliahnya dengan baik.
"Ya.. tolong. Aku mau bertemu Athisa segera." Ucap bumi semangat. Mencoba menahan rasa senang. Senyumnya merekah. "Di tunggu kabarnya Lail.. Aku menunggu.." Bumi sudah tak menahan diri. Dia benar-benar ingin segera bertemu Athisa. Cinta pertama yang ditemuinya saat kuliah.
Laila dan suaminya ikut tersenyum. Senang. Seperti mendapat energi yang meluap dari Bumi yang sedang kasmaran.
Satu pekan kemudian, Laila memberi kabar bahwa Athisa akan ada di Imah Riung. Laila menyebutkan jam dan hari. Bumi yang sedang berada di ruang praktek dokter sampai menahan untuk tidak berteriak. Dia sangat senang dengan kabar itu. Tak sabar hari untuk bertemu Athisa akan datang.
Sayang. Bumi ternyata tak cukup berani menyapa Athisa. Lebih tepatnya Dia tak mau mengganggu Athisa yang sibuk dengan client yang silih berganti. Bumi duduk di salah satu suang dekat air terjun di Imah Riung. Tentu saja sambil mengamati Athisa yang fokus bekerja di saung dekat kantor Athisa.
Bumi Panik saat melihat Athisa beranjak dari saung. Tak mau kehilangan momen, Bumi bergegas mengejar Athisa. Kurang beruntung. Saat bumi menyapa, handphone Athisa berdering. Seserorang menghubunginya. Athisa terlihat buru-buru untuk pergi menghadiri acara. Lagi-lagi tak ingin mengganggu, Bumi memutuskan melihat Athisa yang berjalan dengan langkah lebar sembari menelepon seseorang yang ternyata adalah manager – nya.
"Yah... setidaknya aku tahu dia baik-baik saja. Masih belum berubah. Athisa masih seperti Perempuan yang penuh ambisi, target, dan mengagumkan." Gumam Bumi sendirian. Menyadari ternyata tak mudah bertemu seseorang yang membuatnya tak sabar menanti hari ini. Ternyata Dia masih seluarbiasa itu. Apa masih ada ruang untuk laki-laki sepertiku?
Dua hari kemudian. Bumi mengabari Laila kegagalan pertemuan itu. Namun selang beberapa pekan, Bumi memberi kabar pertemuan yang tak terduga dengan Athisa yang mendatangi ruang prakteknya. Dia senang sekaligus sedih. Senang karena akhirnya menjadi seseorang yang diizinkan mengetahui luka batin Perempuan yang disayanginya sejak lama, sekaligus dipercaya mampu menjadi dokter untuk menyembuhkan luka batin tersebut. Yah... walaupun sedih. Athisa benar-benar tak mengenali Bumi. Bahkan setelah pertemuan tak sengaja di pesawat menuju Gili, Lombok. Lalu perjalanan bersama menuju Lombok untuk menghadiri acara komunitas penyintas kecemasan dan depresi. Athisa seperti tak mengingat Bumi sama sekali. Dia hanya mengenal Bumi sebagai dokter psikiatri tempat Dia berproses menyembuhkan luka batinnya.
Kabar baik tak selalu menjadi kabar baik. Seringkali dating bersama kabar buruk. Kira-kira itu yang dialami Bumi. Beruntungnya Bumi cukup gigih. Berulangkali Athisa seakan acuh dan tak percaya dengan confess, pernyataan cinta dan keseriusan yang ditunjukkan, tak membuat Bumi menyerah.
Bahkan batu pun akan berlubang karena tetesan air yang terus menerus. Begitu prinsip yang dipegang teguh Bumi. Dia yakin Athisa yang tegus dan seakan tak tergoyah, akan luluh juga pada akhirnya.
Laila yang mendengar penuturan Bumi terheran-heran. Bisa-bisanya gagal bertemu saat waktu dan tempat direncanakan, namun yang terjadi justru Athisa langsung mendatangi Bumi. Bukan Bumi yang mendatangi Athisa. "Aku berfirasat, Tangan Tuhan sedang bekerja untuk kalian." Ucap Laila tiap kali mendengarkan cerita Bumi.
***
Hi.. Akhirnya ending :)
Hari ini Last update di wattpad..
Terimakasih atas dukungannya ^^
terus dukung dengan vote, komentar, follow dan beli bukunya saat terbit ^^
Buat yang mau ending yang bener-bener ending wkwk bisa beli bukunya saat sudah diterbitkan. Versi buku akan berbeda dan ada epilog ^^
Terimakasih banyak ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, 30!? (TERBIT)
Narrativa generaleJika ini bisa disebut sebagai perjalanan, maka hari-hari yang ku lalui adalah jalanan di sisi lautan. Riuh nan sunyi. Tiga puluh tahun. Angka yang tidak sedikit juga tidak terlalu banyak untuk memulai bahkan mengakhiri sebuah keputusan. Selamat memb...