SEMBILAN

8 2 0
                                    


SEMBILAN

Berdoa adalah ritual sakral bagi sebagian orang. Tak ada salahnya untuk mencobanya.

Langkah Pertama.

"Halo, Mbak Athisa dimana? Mbak Laila juga belum hadir. Acara akan dimulai 20 menit lagi. Semua sudah siap. Tinggal menunggu Mbak Athisa dan Mbak Laila." Seorang Perempuan muda berusia seperempat abad berbicara melalui sambungan telepon.

"Ok. Ok. Ni agendaku juga sudah selesai. Lail coba kamu hubungi juga ya.. 10 menit paling lama aku sampe sana.." Tenang Athisa berbicara di telepon sambil berjalan dengan langkah lebar. Di samping agak kebelakang, seorang lelaki mengikuti.

Merasa diikuti, Athisa menghentikan langkahnya. Ragu-ragu laki-laki itu menyebut namanya. "Athisa?" Satu tanganya terangkat. Seakan meyakinkan diri, orang di depannya benar Athisa.

"Iya?..." Athisa menyelidik. Merasa taka sing dengan suara itu. Athisa masih mengira-ira. Hp di tangan bergetar. "Oh, Sorry..." Gesture berpamitan. Buru-buru lari menuju mobil. Laki-laki itu melongo.

"Aggrrhhh! Sayang sekali.." Menggerutu. Laki-laki itu yakin, Perempuan yang dia sebut Namanya benar Athisa. Tatapannya lekat. Mengikuti Athisa yang sudah di dalam mobil. Tak butuh waktu lama, mobil putih meluncur berbaur dengan kendaraan lain di jalan besar.

Jalanan hari itu lumayan padat. Weekday menuju weekend yang ramai. Orang-orang sepertinya kompak hendak bepergian. Mengambil cuti diakhir hari kerja yang libur karena sebuah perayaan. Entah perayaan apa. Athisa tak terlalu peduli. Hari-harinya tak begitu terpengaruh dengan tanggal merah. Seperti halnya para pelaku usaha lain. Hari libur diatur secara mandiri. Sama sekali tak bergantung dengan hari libur yang ditetapkan pemerintah.

"Mbak Thisa..." manager – nya berlari menghampiri Athisa. Dia langsung memberikan sedikit briefing acara. Athisa mengangguk-angguk tanda memahami. Tangannya mengusap punggung manager – nya. "Hei.. Tarik nafas... Aku dah dateng nih..." Athisa mencoba menenangkan Perempuan muda disampingnya. Tak biasanya perempuan yang sudah terbiasa dengan jadwal padat Athisa ini gelisah. Athisa yakin, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Menuju rumah joglo yang paling besar di banding rumah joglo lain di area itu, Athisa berlari kecil, menyusul manager – nya yang sudah mendahului. Semakin dekat dengan rumah joglo yang dituju, Dia berjalan perlahan sembari mengatur nafas. Waktu 10 menit yang dijanjikan ternyata tak cukup. Justru yang terjadi adalah terlambat 30 menit. Lalu lintas yang padat sekaligus kecelakaan Tunggal pengendara mobil lain membuat Athisa tak bisa sampai di waktu yang diperkirakan.

Di dalam rumah joglo, Laila sedang berbicara. Mempresentasikan "Langkah Pertama". Sebuah komunitas yang diinisiasi mereka berdua untuk mewadahi para perempuan dengan kesulitan ekonomi dan trauma psikologis untuk bisa terus mewujudkan Impian. Semacam langkah kecil yang dipilih dua Perempuan yang usianya hampir 30 tahun untuk berkontribusi di Masyarakat.

Senyum mengembang. Athisa merasakan kelegaan. Perlahan, akhirnya Laila mau muncul di hadapan publik. Tadinya Dia merasa menyesal telah terlambat. Namun siapa kira, justru keterlambatan memberinya kejutan. Seharusnya Athisalah yang menjadi pembicara, namun karena terlambat dan tak tau pasti kapan datangnya, Laila menggantikan. Lebih tepatnya terpaksa menggantikan Athisa. Momen yang diinginkan Athisa sejak lama. Melihat Laila tampil dihadapan publik. Tak lagi sembunyi dengan alasan anak-anak, dan banyak alasan lain yang lebih seperti alasan yang dibuat ada dan dipaksakan.

"Kamu memang hebat Lail. Seperti biasa. Kamu melampaui dari apa yang dirimu pikirkan. Kamu masih sehebat yang dulu. Aktivis Perempuan dengan public speaking yang dapat diandalkan." Tulus Athisa senang dengan kemajuan proses bertumbuh sahabatnya.

Ditengah presentasi, Laila mempersilahkan Athisa maju kedepan. Menemaninya melanjutkan speech. Terdapat setidaknya 50 perempuan dengan berbagai latar belakang yang hadir dalam acara itu. Mereka hadir dari kota yang berbeda. Sepertiga dari mereka adalah para volunteer. Orang-orang yang sukarela bergabung menjadi bagian dari komunitas 'Langkah Pertama' dan ikut berkontribusi menjalankan komunitas tanpa bayaran sepeserpun. Mereka yang bergabung sebagai volunteer adalah mereka yang mempunyai visi yang sama dengan Athisa dan Laila.

Dua bulan tepatnyakomunitas 'Langkah Pertama' berdiri. Sebuah komunitas yang lahir karena kegelisahan,keluh kesah dua Perempuan yang bersahabat di usia jelang 30 tahun. Merekamemutuskan menolong diri mereka sendiri, saling bergandengan keluar darikegelisahan itu. Mencoba solutif dari keluh kesah yang tak berujung. Setiap akanmemulai sesuatu butuh keberanian, dan selalu langkah pertama yang menjadipenentu. Begitulah nama komunitas itu diputuskan. Tanpa diskusi khusus. Tanpa perdebatan.Terjadi begitu saja. Nama yang barangkali nantinya menjadi doa untuk langkahpertama mereka dan mempengaruhi jalan hidup mereka di masa datang.


***

Babak baru hidup dua perempuan di umur jelang 30 tahun

kira-kira apa yang terjadi pada mereka berikutnya?

ikuti terus ceritanya disini :)

jangan lupa follow, vote dan komentar ^^

Terimakasih sudah membaca...

Hello, 30!? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang