LIMA BELAS

6 1 0
                                    

Pilihan yang salah? Kata siapa?

Gejolak Diri.

"Oh God! Please, Help me!"

Kesekian kalinya Athisa menyebut nama Tuhan. Memohon atas ketidakberdayaan di usia hampir 30 tahun, nemun belum juga menemukan pendamping hidup.

Telepon dari Ibu tadi pagi pemicunya. Ibu lagi-lagi mengancam. Jika Athisa tak segera menikah, Ibu akan menikahkan dengan laki-laki manapun pilihan Ibu. Dengan atau tanpa persetujuan Atisha.

"Umur 30 tapi belum menikah apa gak malu-maluin. Jangan jadi aib keluarga." Begitu tutur ibu dengan nada keras penuh penekanan.

"Buk.. siapa sih yang mau lama-lama melajang. Ya emang belum ketemu jodohnya aja bu.." Gerutu Athisa dengan memelas. Berharap Ibunya bisa memahami situasinya saat ini.

"La.. Kamu bolak-balik sudah dikenalin sama laki-laki juga ditolak semua. Ada yang serius langsung melamar juga di tolak. Apa lagi kalo bukan karena mau melajang? Sengaja bikin malu. Mau gak nikah kamu ya?" Ibu tak seperti biasa. Emosinya meledak. Tak pernah seperti ini sebelumnya.

"Sudah. Ibu gak mau bicara sama kamu. Nanti kalo sudah ada calonnya, langsung bawa pulang. Kamu gak usah pulang kalo belum ada calon. Gak perlu hubungi Ibu Bapak juga." Telepon dimatikan setelah kalimat itu. Sepihak dari Ibu.

"HHfffttt..." Hembusan nafas yang Panjang.

Athisa kini memeluk dirinya dengan butterfly hug. Mengontrol tingginya hormon kortisol yang membuat kacau pikiran dan batin. Menghirup dan hembuskan nafas perlahan. Dia baru melepaskan butterfly hug setelah batinnya mulai tenang.

"Oke. Athisa, ini tentang hidupmu sendiri. Bukan tentang Ibu atau Bapak. Bukan tentang orang lain. So, kalo kamu belum menikah di umur yang sebentar lagi 30 tahun, memangnya kenapa? Setiap orang punya takdir dan jalan hidup masing-masing. Setiap hidup punya pilihannya sendiri." Monolog Athisa dengan diri sendiri.

"Then.. kira-kira mana yang bakal aku pilih? Mengikuti kata hatiku sendiri ?atau mengikuti kata Ibu Bapak?Mengikuti kata social culture?"

"Apa yang diriku sendiri inginkan? Lekas mencari pasangan? Melajang? Membahagiakan Ibu Bapak dengan menikah segera?"

Telepon berdering.

"Oh, Hei..!" Telepon menyadarkan Athisa.

Raut Athisa langsung serius setelah mendapat telepon dari client. Dia mendapat kabar mendesak. Salah seorang client butuh bantuannya.

Client itu seorang sandwich generation. Dia kehilangan uang karena kalap dengan investasi yang menawarkan profit besar. Seperti rahasia umum. Tak ada usaha kecil yang menghasilkan profit besar. Itu berlaku juga dalam investasi. Uangnya kini kandas. Hilang tak berbekas. Sudah jatuh tertimpa tangga. Baru saja mendapat kabar orang tua client itu kecelakaan tunggal. Butuh biaya besar untuk pengobatan. Orang tuanya tidak terdaftar BPJS Kesehatan. Bingung. Client ini akhirnya memutuskan menelepon konsultan financial planner yang selama ini menemaninya mengelola sedikit uang yang dimiliki. Berharap Dia bisa mencairkan uangnya yang berbentuk obligasi tanpa mengganggu cashflow di masa datang.

"Jadi gimana Kak? Apa saya bisa ambil semua obligasi saya?"

"Hmm.." Athisa berfikir keras. Dia melihat kembali catatan pengelolaan keuangan milik client ini.

"Mm Saranku, obligasi ini jangan kamu apa-apain. Biar nanti buat dana pendidikan lanjut. Seperti rencana awal."

"Tapi aku butuh uang buat pengobatan orang tua ku kak..." Penuh khawatir.

"Ok. Intinya ini uang kamu.. So.. kamu berhak menggunakan uang kamu untuk apapun. Aku Cuma memberi saran. Nah!.. Sebagai gantinya. Kamu bisa ambil dana darurat untuk memenuhi kebutuhan pengobatan orang tua. Selanjutnya kamu bisa cari tambahan penghasilan dengan ambil freelance atau side job lain. Gimana?" Puas dengan penjelasan Athisa. Client ini mengangguk.

"Yah.. lucu ya.. umur ku sudah lewat 30 tahun tapi belum juga punya tabungan yang bisa bikin aku tenang. Selalu aja kepake. Melelahkan." Wajah client ini di tekuk. Bibirnya membentuk mangkok terbalik. Mengeluarkan keluh kesah.

"Ya.. setidaknya kamu punya pasangan yang menjadi teman berjuang untukmu. Setidaknya kamu tidak sendirian menjalani ini." Athisa tersenyum. Menatap client yang juga menatapnya balik.

"Duh Kak.. hidup memang adil ya.. Kak Athisa yang banyak uang belum punya suami. Aku yang gak banyak uang, punya suami.." Mencoba menghibur diri sendiri. Kalimat yang membuat Athisa tertawa kecil.

"Next kalo ketemu yang sekiranya bisa dikenalin ke aku, boleh lo.." Athisa sungguh-sungguh.

"Hahaha.. Bisa aja Kak. Mana ada kenalanku yang selevel kak Thisa yang jempolan ini.."

***

Hi.. Terimakasih sudah membaca sampai bab ini :)

lama-lama mayan menantang juga ya.. nylesein bab demi bab

makin hari rasanya makin banyak kesibukan wkwkwk

Terus beri dukungan dengan vote, komentar dan follow.

Terimakasih again^^


Hello, 30!? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang