Banyak cara mengobati luka. Mengakui perasaan kalah adalah salah satu yang terbaik.
Butterfly Hug.
"Thisa.. ku pesen makan dulu ya.. mau apa?
"Nanti aja aku pesan sendiri." Seru Athisa dari ruang ganti.
Dua Perempuan ini baru selesai berenang bersama di sebuah kolam renang dekat perumahan mereka tinggal. Laila lebih dulu selesai. Tak heran, Laila sudah terbiasa melakukan segala sesuatu dengan serba cepat. Termasuk saat berganti pakaian usai berenang. Kebiasaan sat set dilakukannya sejak memiliki anak toddler. Barangkali hal ini adalah hal biasa bagi semua ibu dengan anak toddler.
"Mbak, capcay seafood nasi setengah, minumnya jus jeruk ya.." Laila memesan makanan. Lapar membuatnya ingin melahap menu lengkap dengan komposisi karbohidrat, protein, dan kandungan gizi lain yang membuatnya kenyang usai berenang.
Kafe dengan ukuran 8x10 meter terasa lenggang. Hanya ada beberapa orang yang berkunjung. Lebih banyak yang makan sembari duduk di gazebo sisi kolam renang. Kebanyakan dari mereka menemani anak-anaknya mengikuti swimming course.
"Hei, keingetan anak-anak yaa.." Athisa mengagetkan sahabatnya yang memilih tempat duduk di samping jendela, menghadap kolam renang. Menyaksikan aktivitas di kolam renang.
"Hmm Iya... barusan mereka video call, bertanya kapan aku pulang. Padahal mereka sedang asik bermain di playground bersama Papanya. Senyum kecil di wajah Laila. Masih dengan pandangan mata ke arah kolam renang.
"Kamu banyak berubah Lail.. Tapi aku suka perubahan itu. Kamu lebih bijak, dewasa dan berani berambisi." Athisa duduk di depan Laila. Menikmati secangkir espresso dengan pisang goreng sebagai menu pendamping.
"Hmmm aku setuju.." Laila menaikkan kedua alis. Matanya terlihat lebih bulat.
"Aku gak expect kamu bakal langsung mengiyakan perkataanku." Ucap Athisa sembari tertawa kecil.
"Perubahan itu pasti terjadi ....." belum selesai kalimat itu selesai, Athisa ikut melanjutkan kalimatnya. "Kecuali perubahan itu sendiri." Cekikikan dua Perempuan hampir 30 tahun. Orang yang tidak tahu akan mengira, mereka baru menginjak usia 20 tahunan. Perawakan kurus dengan tinggi rata-rata dan bentuk wajah bulat membuat mereka terlihat lebih muda dari usianya.
Kalimat yang mereka dapatkan dari seorang dosen filsafat di sebuah pelatihan saat masih mahasiswa di tahun kedua. Dosen itu kebetulan menjadi salah satu tutor yang energic dan menyenangkan. Setiap kalimatnya membekas. Sedikit banyak, kalimat yang keluar dari dosen itu membuat peserta pelatihan seperti Laila dan Athisa berubah ke arah yang lebih baik.
"Thisa.. kamu tau butterfly hug?" Tanya Laila tiba-tiba. Rautnya berubah lebih serius.
"Ng? Apa itu? Butterfly...? Mmm kupu-kupu..?" Kalimat Athisa menggantung. Ragu melanjutkan.
"Iyap! Butterfly Hug. Pelukan kupu-kupu." Ucap Laila dengan tegas.
"O... tentu saja aku tidak tau. Apa itu? Dipeluk kupu-kupu? Aku baru ini mendengarnya." Athisa penasaran.
Laila pelan-pelan menjelaskan dengan Bahasa yang sederhana. Kalimat yang membuat sahabatnya memahami dengan baik maksud dari setiap kata yang diucapkan.
Butterfly Hug. Teknik yang digunakan untuk mengatasi kecemasan, stress dan perasaan tak terkendali karena sesuatu. Menurut beberapa ahli, butterfly hug dapat membuat seseorang lebih rileks baik secara fisik maupun emosional. Hormon kortisol yang diproduksi saat seseorang mengalami stress, akan menurun. Serta terhubung dengan sistem saraf parasimpatis yang membuat lebih tenang.
Laila mempelajari teknik itu saat masih mahasiswa di jurusan psikologi. Salah satu Teknik yang banyak membantu memulihkan Laila saat menghadapi gejolak emosi dan stress yang membuatnya kewalahan. Hanya saat momen melahirkan anak pertama hingga anak keduanya, Dia seolah lupa setiap ilmu yang dipelajari semasa kuliah.
Perasaan nyaman yang menjalar setelah dipeluk suaminya tempo hari, membuat Laila teringat dengan butterfly hug. Dia pun mulai melakukannya lagi. Memberi jeda waktu setiap kewalahan dengan rutinitasnya untuk diri sendiri. Laila mengambil jeda waktu duduk di ruang tamu setelah anak-anak tertidur.
Duduk dengan tegak. Senyaman mungkin. Tutup mata. Kemudian hirup nafas sedalam mungkin. Tarik nafas dan hembuskan perlahan. Silangkan tangan di dada dengan ibu jari saling mengait membentuk kupu-kupu. Tepuk-tepuk perlahan, bergantian tangan kanan dan kiri.
"Gini, Lail? Udah bener belum?" Athisa antusias mempraktekkan apa yang dijelaskan Laila.
"Jangan tahan nafas dong.. tetep sambil nafas Thisa..." Laila memberi contoh.
"O.. I see.. Tepuk-tepuk diiringi nafas.. Ok. Ok." Mengulangnya kembali. Memastikan butterfly hug yang dilakukan sudah sesuai dengan petunjuk yang dijelaskan Laila.
"Kamu juga bisa mengiringinya dengan doa, sugesti positif, pengakuan atas kesalahan yang pernah dilakukan, kesadaran akan kelemahan yang dimiliki diri sendiri.. Anything yang bisa membuatmu lebih tenang"
"Bagaimana jika aku mau diem aja, menikmati suara nafas dan tepukan tangan di bahuku?"
"Boleh banget dong.."
"Thanks Lail..." Tulus Athisa mengatakan rasa terimakasih. Dia benar-benar merasa beruntung memiliki sahabat seperhatian Laila.
Athisa mengutarakan niatnya untuk mempraktekkan itu setiap hari di setiap pagi. Dia berharap apa yang disarankan Laila dapat membuatnya pulih dari kelelahannya di desak perkara jodoh.
"Jadi, Kamu batal ambil libur?"
"Iya, setelah ku pertimbangkan. Sepertinya lebih baik untuk tetap bekerja. Bertemu dan berbincang dengan client membuatku merasakan energi positif. Ditambah 'Langkah Pertama' yang kita bangun benar-benar memberi warna tersendiri dalam hidupku."
Obrolan bergulir tanpa disadari kolam renang semakin sepi. Matahari mulai berpamitan, digantikan bulan yang mulai tersenyum di langit yang mulai gelap.
"Eh.. gak berasa.. aku harus segera pulang." Laila kaget dengan alarm jam di telepon genggamnya. Jam 6 sore. Waktunya pulang, mempersiapkan makan malam, sebelum anak-anak dan suaminya sampai rumah terlebih dahulu.
"Yah.... But its ok. Thanks a lot Lail buat waktunya.."
"Kamu ada Live Instagram kan, jam 9 malam. Nanti aku tonton." Laila bertekad akan menonton live sahabatnya yang membahas pengelolaan keuangan.
Laila meninggalkan Athisa yang masih duduk di meja menunggu client. Athisa sengaja membuat janji dengan client di kafe itu. Sekalian. Selain hemat tenaga, Athisa juga malas untuk beranjak.
***Hi.. Terimakasih dukungannya sejauh ini :)
Terus beri vote, komentar dan follow..
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, 30!? (TERBIT)
General FictionJika ini bisa disebut sebagai perjalanan, maka hari-hari yang ku lalui adalah jalanan di sisi lautan. Riuh nan sunyi. Tiga puluh tahun. Angka yang tidak sedikit juga tidak terlalu banyak untuk memulai bahkan mengakhiri sebuah keputusan. Selamat memb...