TUJUH BELAS

7 1 0
                                    


Ketidaktahuan akan kesulitan yang sebenarnya dialami diri sendiri adalah bagian dari kesulitan terberat dalam hidup.


Pulang dari rumah sakit. Athisa banyak berfikir. "HHHffft." Saranya ingin libur. Tapi terpikirkan client yang selalu butuh bantuannya. Teringat 'Langkah Pertama' yang baru beberapa bulan terbentuk. Terbayang Nasib 'Imah Riung' jika ditinggal dirinya. "Apa semua akan baik-baik saja? Apa aku boleh berlibur? Hanya memikirkan diri sendiri, bolehkah?"

Mobil yang dikendarai Athisa berputar-putar melalui jalan yang sama berulangkali. Sudah 4 jam begitu. Tak menyadari itu. Sampe bunyi telepon membuatnya terhenyak. Tersadar dari pikiran yang saling bertumpuk didalam kepala. Pening!

Telepon yang kesekian kali. Athisa baru mengangkatnya. "Mbak Athisa.. ." ternyata manager – nya yang menelepon.

Entah pikiran yang tiba-tiba. Spontan begitu saja. Athisa mengungkapkan keinginannya untuk break sejenak dari pekerjaan. Tak disangka, tanggapan manager – nya melegakan. Manager ini sudah menemani Athisa sejak mulai berkarir sebagai financial planner. Sekitar 8 tahun lalu.

"Oke Mbak. Liburanlah. Aku akan handle semuanya. Kalo aku kesulitan aku akan meminta tolong mbak Laila. Semua aman. Pergilah. Ambil libur. Kapan mau pergi? Eh jangan lupa oleh-oleh ya mbak." Sumringah suara dari sambungan telepon. Tak biasanya manager yang sudah seperti adiknya sendiri ini mendukungnya untuk liburan.

Bertemu.

"Lail.. Aku berangkat hari ini." Athisa mengabari Laila sambil menarik koper. Dia sudah ada di bandara. Bersiap untuk berangkat ke Gili, Lombok. Menerima tawaran dokter Bumi. Dokter psikiaternya.

"What?!" Laila bingung. Athisa tak pernah cerita apapun tentang kepergiannya ke luar kota atau luar negeri.

"Hei... hahaha." Menyadari kebingungan Laila. "Sebentar. Nanti ku kabari ya kalau sudah sampai." Athisa berlari. Nyaris ketinggalan pesawat.

Didalam pesawat. Gadis dengan usia nyaris 30 tahun ini duduk disamping seorang laki-laki mengenakan masker hitam, kacamata hitam, dengan sebuah buku di tangan. Bukunya berjudul 'Clitical Eleven'. Entah, Athisa tertarik dengan buku itu.

Menyadari Perempuan yang duduk disebelahnya menatap lekat-lekat buku yang dipegangnya. Laki-laki itu memberikan buku tersebut kepada Athisa. "Mau baca?" menawarkan bacaan pengusir bosan.

" Oh... Tidak. Aku hanya tertarik dengan judulnya." Kedua tangan Athisa bergerak. Menunjukan gesture yang mengatakan 'tidak' dengan sungguh-sungguh.

"Buku ini menceritakan pertemuan tak disengaja seorang Perempuan dengan Laki-laki. Nantinya mereka menjadi sepasang kekasih. Ceritanya menarik." Tak diminta. Laki-laki itu menjelaskan. Duduknya tegak. Tak sesekali menatap Athisa.

***

Beberapa hari sampai cerita ini selesai

ikuti terus kisahnya :)

Terimakasih sudah terus mendukung dengan memberikan vote, komentar dan follow :)


Hello, 30!? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang