DELAPAN

19 6 7
                                    

Percaya pada Tuhan yang menggariskan hidup manusia. Percaya pada diri sendiri bisa melampaui perjalanan yang paling sulit sekalipun. Dua hal yang akan meringankan langkah.

Ada Waktunya.

Sepulang dari jemput Si Kembar, Athisa langsung pamit pulang. Hal yang tak disangka...

"Tante Thisa... mau ikuttt" Si kembar tiba-tiba sok akrab.

"Nggakk.. Nggaak.... Stay di rumah. Okey.." Laila buru-buru menyaut. Dia takut anak-anaknya merepotkan Athisa. Mengacak-acak rumahnya.

"Yahh.. mau main sama tante Thisa.. Please..." Athisa yang dasarnya suka anak-anak tak tega melihat mimik memohon dari Si Kembar.

"Lail.. Come on.." Athisa meminta persetujuan. Laila yang ditatap mengernyitkan dahi, mulutnya membentuk mangkuk terbalik.

"Please maa......" Si Kembar merasa mendapat pembelaan dari Athisa. Semakin menjadi.

"Hm.... Tapi main di rumah aja ya.. Main sama Tante Thisa di rumah aja. Disini. Next time aja main di rumah tante Athisa. Okey..." Laila memberikan penawaran. Mengerlingkan sebelah mata. Memberi kode pada Athisa sekaligus meminta kesediannya untuk tetap di rumah Laila. Menemani anak-anak.

"Ok. Siap Mama....!" Ucap Athisa. "Ayok dong...yang kompak... Tante Athisa hitung ya.. satu, dua, tiga..." Athisa memimpin anak-anak. Mereka pun serempak meneriakkan, "Ok. Siap Mama...!" Suara yang cukup memekakkan telinga. Barangkali terdengar sampai rumah tetangga sebelah yang terbatas tembok, dan tetangga depan yang tehalang jalan perumahan disertai taman dipinggirnya.

Seseorang yang dipanggil 'Mama' tertawa kecil. Badannya bergetar. Menertawakan tingkah sahabatnya dengan anak-anak yang tiba-tiba akrab padahal baru bertemu.

Anak-anak berlarian mengambil kotak-kotak kecil mirip mini kontainer berisi mainan. Membongkarnya satu persatu. Memamerkan pada teman main barunya, yang tak lain adalah sahabat Mama mereka. Antusias seperti sebuah pertunjukkan di sebuah toko mainan. Athisa harus benar-benar fokus memperhatikan dengan fokus setiap mainan yang didemokan Si Kembar. Tak boleh meleng sedikitpun. Atau Si Kembar akan terus mengulang pertunjukkan demo mainan yang dilakukan. Belum selesai setelah beberapa lama. Laila menyadari Athisa yang lelah. Mata bulatnya terlihat lelah. Eyeliner dan maskara yang dikenakan tak mampu mengaburkan penglihatan Laila yang sudah mengenal Athisa sejak lama. Athisa mengantuk.

"Thisa... mau kopi lagi?" Menawari Athisa kopi lagi, melihat cangkir didepannya kosong.

"Boleh..." menganggukan kepala. Tanda setuju dengan tawaran sahabatnya.

Laila mendekati anak-anak. Mengatakan bahwa mereka harus bermain sendiri. Teman bermainnya yang tak lain adalah Athisa harus berbicara penting dengan mama mereka, Laila sendiri. Si Kembar yang mulai asik bermain mengangguk. Melanjutkan bermain boneka berdua.

"Terimakasih untuk waktunya ya Thisa... Maaf banget lo.. kamu jadi gak istirahat. Malah nemenin anak-anak main." Matanya melihat anak-anak. Berbicara dengan sahabatnya sembari mata mengawasi anak-anak bermain.

Perempuan di sampingnya yang diajak bicara malah memonyongkan bibir. Tubuhnya digoyang-goyangkan. Sengaja. Lagi-lagi iseng. Mencairkan suasana. Tak ingin menanggapi perkataan Laila.

"Lail.. I have question." Rautnya mendadak serius. Laila mengangkat kedua alisnya. Mempersilahkan Athisa mengajukan pertanyaan.

"Aku gak ngerti kenapa tadi kamu setiap hendak berbicara dengan Si Kembar selalu menyejajarkan badan? Seperti ini.." Athisa berjongkok, duduk, kemudian setengah berdiri. Mempraktekkan yang dilakukan Laila Ketika berbicara dengan anak-anaknya.

Laila langsung paham maksud Athisa. Mengangguk-anguuk.

"Kamu pengen tau kenapa, gitukah" Athisa menaikan tangannya persis di depan wajah Laila. Membentuk pose 'sip'. Tangan mengepal dengan jempol keatas.

Laila pun menjelaskan. "it's basic manner Athisa.. ini juga bagian penting dari parenting...."

Manner atau etika sedikit banyak mengatur komunikasi antar manusia satu dengan yang lain.. Orang akan merasa lebih dihargai ketika lawan bicaranya fokus saat diajak bicara. Sikap fokus pada lawan bicara ini akan membangun komunikasi dua arah. Sikap yang mewujudkan saling menghormati dan menghargai. Dapat ditunjukkan secara langsung (verbal) maupun tidak langsung (nonverbal). Kedekatan emosional inilah efek sampingnya.

Jika itu praktekkan saat komunikasi dengan anak-anak, selain untuk mengajari anak-anak manner, yang terpenting adalah kedekatan emosi yang terbangun. Orang dewasa dalam hal ini orang tua seperti Laila sangat membutuhkan itu. Kedekatan emosional. Emosi yang terbangun antara anak dengan orang tua membuat komunikasi menjadi lebih mudah. Utamanya pada anak-anak usia balita yang masih dalam fase belajar mengontrol emosi.

Sama halnya dengan gesture mensejajarkan badan saat Laila bicara dengan Si Kembar. Laila sebagai 'mama' bagi Si Kembar mencoba membangun komukasi yang efektif lewat kedekatan emosional antara Dia dan anak-anak. Perasaan nyaman, percaya dan dihargai membuat anak-anak lebih mudah menerima saran, pesan atau arahan dari orang dewasa.

"Wowww... Daebaakk" suara tepuk tangan membuat Si Kembar menghampiri dua Perempuan nyaris kepala tiga berbincang serius di sofa ruang tamu. Memahami tak terjadi apa-apa, Si Kembar kembali bermain di karpet. Menekuni kembali mainan mereka. Kali ini mereka bermain playdough.

Mendengar Atisha mengatakan itu, dahi Laila mengernyit. "Hei, sejak kapan kamu suka drakor?"

"Bisa mengatakan Bahasa korea bukan berarti suka drakor doong hihhihihi" Lagi-lagi Athisa menggoyangkan badannya. Meledek.

"Tapi beneran. Kamu banyak bertumbuh Lail.. Dulu kamu tak sebanyak ini bicara. Lebih banyak jadi pendengar. Kali ini presentasimu lumayan juga..." Mengatakan itu sembari mengedipkan mata.

"Ah.. kamu ini. Bakal demam sepertinya, kalua tidak meledekku sedetik saja.."

"Benar sekali... aku demam selama 5 tahun gara-gara kamu menghilang Lail..." Keisengannya menjadi.

Adzan maghrib berkumandang. Sudah saatnya Athisa pamit pulang. Dia harus melangsungkan live di Instagram miliknya. Tepat di pukul 18.30 WIB. Meski tak ada agenda pun, Dia harus tetap pulang. Dia sadar diri, Laila sahabatnya sudah berkeluarga. Laila mengatakan bahwa suaminya biasa pulang bekerja sekitar waktu maghrib. Tak enak hati jika masih di rumah sahabatnya, saat suaminya pulang nanti.

"Greeettttt....!" Suara pagar didorong. Athisa memasuki rumah. "HHfffft.." Menghela nafas. Meski menyenangkan, tak dipungkiri seharian beraktivitas membuatnya lelah. Ditambah menemani Si Kembar bermain. Cukup menguras energinya.

"Lail memang luar biasa. Dia beraktivitas penuh seharian, ditambah Si Kembar yang luar biasa aktif kesana-kemari. Membuatku semakin iri saja.. Andai aku punya keluarga juga seperti Lail. Pasti akan selalu menjadi hari-hari ramai yang menyenangkan untuk dilewati."

Ucapan yang lebih seperti monolog. Athisa berbicara dengan dirinya sendiri. Memecah sunyinya rumah bergaya vintage miliknya. Tak ada seorangpun di rumah itu. Hanya Athisa seorang. Biasanya ada manager yang menemaninya. Kali ini manager – nya yang berusia 5 tahun lebih muda sedang pergi. Mempersiapkan pernikahan yang akan berlangsung 2 pekan dari sekarang.

"Akankah 30 tahun kunanti aku masih sendirian seperti ini" keluhnya lagi.


***

Hi... Hi... Terimakasih sudah membaca :)

Terus beri dukungan dengan follow, vote dan komentar ^^



Hello, 30!? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang