••
Waktu berlalu begitu cepat, Dylan berada di mansion ini sudah tiga minggu lamanya. Dan semenjak itu pula ia tidak pernah bertemu lagi dengan adiknya Abyan, Dylan teramat merindukan adiknya itu.
Ia selalu ingin menemuinya tapi tidak tahu bagaimana cara keluar dari mansion ini disaat seluruh penjuru mansion terdapat pengawal yang berjaga. Dylan tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk bisa keluar dari mansion ini.
Jika kalian berpikir kalau hidupnya sedikit membaik disini maka kalian salah besar. Karena pada kenyataannya mansion yang ia tempati saat ini tak lebih seperti neraka yang diciptakan untuknya.
Barra Bamantara, pria itu setiap hari selalu menyetubuhi Dylan dan setelah puas ia akan di tinggalkan begitu saja. Karena pada dasarnya-Barra memang menganggapnya sebagai pemuas nafsu saja. Selain itu, setiap Barra tidak ada Arvin dan maid lain selalu menyakitinya.
Dylan berpikir, dosa apa yang sudah ia perbuat sehingga semesta memberikan hidup seberat ini padanya. Dylan ingin menyerah tapi ia tidak bisa, ia tidak bisa menyerah dengan meninggalkan Abyan hidup sendirian di dunia yang kejam ini.
"Kak Dylan!"
Dylan berbalik, bibirnya tersenyum saat melihat siapa yang datang. Setidaknya masih ada Abila yang selalu ada untuknya saat ini. Dylan berpikir kenapa sifat Barra dan Abila begitu bertolak belakang.
Abila wanita yang lemah lembut, memiliki hati yang baik sedangkan Barra malah kebalikannya.
"Aku sangat senang kau datang." Dylan membalas pelukan wanita manis itu.
"Emm, aku ingin memberikan rajutan syal yang aku bicarakan semalam! Aku sudah menyelesaikannya, Kak Dylan musim hujan nanti aku ingin melihatmu menggunakan syal ini." Abila menyodorkan sebuah puper bag pada Dylan.
Dylan menerimanya dengan baik, ia lantas segera membukanya.
Dylan mengambil syal tersebut, matanya terkagum-kagum dengan rajutan hasil tangan Abila.
"Cantik sekali. Aku sangat menyukainya, terimakasih banyak Abila, aku pasti akan sering memakainya~" Dylan berujar begitu antusias membuat Abila tersenyum senang dibuatnya.
Disaat mereka tengah sibuk mengobrol dengan senangnya. Tiba-tiba saja seorang pria datang dan langsung mengambil syal hasil rajutan Abila dan membuangnya ke lantai.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Abila, sorot matanya semakin tidak suka saat melihat siapa pria yang dengan kurang ajarnya mengambil syal itu dan melemparnya ke lantai.
"Untuk apa kau berbaik hati pada pelayan seperti dia? Aku calon kakak iparmu Abila. Seharusnya kau memberikannya padaku bukan pada jalang sialan ini!"
"Niko! Jaga bicaramu! Dan sejak kapan aku menyetujui kau menjadi kakak iparku hah?!" Abila berdiri di hadapan Niko. Dylan yang melihat itu mencoba menghentikan Abila agar tidak terpancing amarahnya.
"Abila... Sudah. Lagi pula syal nya tidak kotor." Ujar Dylan.
"Setuju atau tidak, aku tetap akan menikah dengan kakakmu!" Niko menghentikan ucapannya, lalu menatap Dylan dengan begitu tajam.
"Dan kau pelacur murahan. Aku tidak akan tinggal diam selama kau masih menggoda kekasihku... Lihat apa yang bisa aku lakukan padamu." Desis Niko membuat Dylan menunduk takut.
Abila maju hingga kini Dylan ada di belakang tubuhnya. "Berani menyakitinya. Kau berurusan denganku Niko, kau tahu seberapa nekatnya aku kan?"
Niko sedikit memundurkan tubuhnya. Tangannya mengepal, ia ingin sekali menampar Abila tapi ia sama sekali tidak berani melakukannya.
Karena Abila sangat pandai dalam bela diri, dulu saat dirinya tidak tahu ia pernah menampar adik dari kekasihnya itu dan berujung tangannya yang patah karena Abila memelintirnya.
Tanpa berkata lagi, Niko lantas segera pergi dari sana menuju ruangan Barra. Karena sejak awal tujuan dirinya ke sini untuk menemui kekasihnya tapi tiba-tiba saja ia merasa marah saat melihat Abila dan Dylan yang tampak begitu akrab dan Niko tidak menyukai hal itu.
"Kak, kau tidak apa-apa?" Abila berbalik, membawa Dylan untuk kembali duduk.
"Aku baik-baik saja. Wajahmu tadi benar-benar menakutkan aku sampai terkejut melihatnya--" Canda Dylan membuat Abila tertawa kecil.
Selembut apapun penampilannya, Abila tetaplah keturunan murni dari seorang mafia sama seperti Barra. Dalam hal menghukum atau mengintrogasi musuh dan pengkhianat Abila sama kejamnya seperti Barra.
••
"Bagaimana dengan transaksi hari ini?" Ujar Bara pada Adrian.
"Malam ini, di dermaga selatan. Mereka bilang ingin langsung kau yang mengantarnya, setujui atau tidak?" Jawab Adrian sambil melihat iPad di tangannya.
Mereka kini tengah berada di markas Dark Devils.
"Kalau begitu biar aku dan Nathan yang mengurusnya. Untuk anak baru? Apa kau sudah merekrutnya?"
Adrian duduk di samping Barra, memperlihatkan isi dari iPad tersebut pada sahabat sekaligus atasannya itu. "Kau lihat, ini kandidat baru yang aku rekrut. Bukankah mereka terlihat sangat berbakat?"
"Dimana kau mendapatkannya?" Tanya Barra.
"Geng motor, aku membawa mereka yang tidak punya keluarga."
Barra mengangguk mengerti, ia lantas memgambil batang nikotin lalu membakarnya. Bibirnya mengapit ujung batang tersebut lalu menghisapnya dengan begitu khidmat.
"Tentang Dylan. Kau masih menggunakannya?" Ujar Adrian sambil ikut menyalakan rokok.
"Hmm, kenapa?"
"Tidak, aku hanya penasaran selama apa kau akan memakainya." Jawab Adrian, menyandarkan tubuhnya dengan kaki yang di silangkan.
"Kau menunggu aku membuangnya? Kau suka sekali barang bekas rupanya."
Adrian mendelik mendengar penuturan sahabatnya itu. "Brengsek! Aku bisa membeli pria atau wanita mana pun yang aku inginkan! Hanya saja, akhir-akhir ini aku tidak bisa fokus soal seks."
Barra menatap Adrian dengan pandangan yang sulit di artikan. "Kau masih menyukai adikku? Berhentilah, kau tahu dia sudah menikah dengan Nathan. Walaupun belum, aku tidak akan membiarkan adikku bersamamu."
Adrian merotasikan bola matanya malas. Kalau boleh jujur ia memang belum bisa melupakan Abila sepenuhnya, karena wanita itu cinta pertamanya tapi cintanya harus bertepuk sebelah tangan karena Abila begitu mencintai Nathan.
"Aku sedang berusaha melupakannya dengan bercinta setiap hari."
••
TBC
Vomentnya❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mafia✓
Romance(END) ⚠️[BL] [M-preg] [BxB] [21+] [Gay] [Lokal] [Mature Content]⚠️ Sesaat setelah sebuah kandang besi berbentuk kotak itu dikeluarkan. Barra Bamantara terpaku dengan keindahan seorang pemuda yang memakai baju pelayan di kandang besi tersebut. Barra...