Duapuluhtiga🍁

7.8K 305 1
                                    

••

"Aku ingin tahu, siapa yang membeli virus SND mu sebulan terakhir ini." Bagas berujar pada sahabat lamanya.

Mereka kini tengah berada disebuah apartemen milik sahabat Bagas. Si pemilik virus tersebut.

"Hei, kau tahu itu privasi. Tidak mungkin aku membocorkan informasi klienku kan? Kecuali, ada bayaran yang setimpal untuk itu."

Bagas merotasikan bola matanya malas. Ia menyimpan gelas wine yang semula ada ditangannya ke atas meja.

Srak!

"Bercinta denganku sepuasnya, bukankah kau selalu ingin menyentuhku Chris?" Ujar Bagas sembari membuka kemejanya, memperlihatkan tubuh bagian depannya pada Christopher.

Chris bersiul menggoda, tangannya meremas dada Bagas dengan sensual. "Bayaran yang setimpal, aku akan memberitahunya selama kegiatan panas kita dilakukan."

Bagas menyeringai, ia langsung menurunkan celana beserta dalamannya. Bersandar pada sofa lalu melebarkan kakinya dan ditahan oleh tangannya.

"Hancurkan analku Chris. Malam ini aku milikmu—dan buat aku puas dengan permainanmu." Ujar Bagas begitu seduktif sembari menyentuh cincin analnya sendiri.

"Permintaan dikabulkan."

••

Barra menghampiri Dylan yang sudah memejamkan matanya. Menatap wajah indah Dylan sembari mengelus-elus rambut Dylan membuat tidur pemuda itu semakin merasa nyaman akan afeksi yang Barra berikan.

"Hanya kau sandaranku sekarang. Kumohon, tetaplah berasa disisiku. Karena aku hanya membutuhkanmu, hanya kau satu-satunya alasanku hidup sekarang." Gumam Barra, mengecup kening Dylan dengan begitu lembut.

Barra merasa lelah atas kehidupannya yang jauh sekali dari kata bahagia. Setiap hari Barra harus merasa tidak tenang karena bahaya terus mengintainya, jika bisa memilih Barra tidak mau terlahir sebagai anak dari mafia.

Barra ingin kehidupan yang normal. Tapi sekarang, tanggung jawabnya begitu besar membuat Barra sedikitnya merasa tertekan.

"Mas Barra." Barra melirik pada Dylan yang sudah membuka matanya karena teebangun.

"Aku mengganggu tidurmu hm? Tidurlah——wajahmu terlihat pucat sayang." Ujar Barra, mengecup bibir Dylan secara singkat.

"Mas, dari mana? Kenapa baru pulang?" Tanya Dylan membuat Barra tersenyum tipis.

"Aku dari perusahaan. Banyak hal yang harus aku kerjakan."

Dylan membangkitkan tubuhnya, hingga kini tubuh mereka saling berhadapan. "Kenapa?" Tanya Barra, tangannya merapihkan anak rambut Dylan yang menutupi wajah cantiknya.

Dylan menggeleng, tangannya melingkar dileher Barra. Memeluk si dominan dengan begitu erat, Dylan ingin sekali memberitahu perihal kehamilannya tapi entah kenapa pikirannya menolak akan hal itu.

"Mas Barra, aku mencintaimu." Ujar Dylan membuat jantung Barra berdegup begitu kencang.

"Hm, aku tahu. Aku juga mencintaimu, sangat." Menghirup aroma vannila yang menguar dalam tubuh Dylan yang membuat pikirannya terasa tenang.

Dylan melepaskan pelukannya, menatap Barra dengan pandangan memuja. Mendekatkan wajahnya, lalu mencium bibir Barra.

Saat hendak menjauhkan wajahnya, Barra menahan tengkuk Dylan. Ia melumat bibir ranum itu dengan mata yang terpejam.

"Mmmhh—" Dylan melenguh saat Barra mencumbu bibirnya dengan penuh kelembutan, melilit lidahnya, menghisapnya bahkan mengigitnya dengan main-main.

"Kau milikku." Ujar Barra menatap Dylan dengan begitu dalam, tangannya mengusap saliva yang mengalir ke dagu Dylan.

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang