••
[21+] Bijak dalam memilih bacaan!
Arvin menunggingkan pantatnya, menantang Barra agar menyetubuhinya sekarang juga.
"Lakukan sekarang tuan—" Lirih Arvin kepalanya memiring menatap Barra dengan begitu seduktif.
Barra melonggarkan dasinya, berjalan mendekat sembari menatap pantat Arvin dengan seksama.
Plak!
"Angghh—" Arvin melenguh saat Barra menampar pipi pantatnya hingga memerah.
"Penisku tidak menegang sama sekali." Ujar Barra lalu berjalan pergi dari sana meninggalkan Arvin yang melongo tanpa mengubah posisinya.
"Akh, sial. Padahal lubangku sangat merindukan penis besar tuan Barra." Gumam Arvin sambil menaikkan celana dalamnya lagi.
Barra berjalan ke arah kamar tempat Dylan berada. Membuka pintu kamar tersebut membuat Dylan sedikit terkejut karena kedatangannya.
Dylan sudah berada dikasurnya dan kini ia berpura-pura sudah tertidur agar Barra tidak menyentuhnya.
"Aku tahu kau belum tidur." Bisik Barra tepat ditelinga Dylan membuat Dylan mau tidak mau membuka matanya.
"Tuan..."
"Apa analmu masih sakit? Penisku merindukan rumahnya." Barra menjilati cuping telinga dan leher Dylan secara bergantian membuat pemuda cantik itu mendesah lirih.
Barra memasungkan tangannya ke dalam baju Dylan, mengelus puting Dylan dengan begitu sensual.
"Enghhh—" Dylan segera menutup mulutnya saat suara laknat itu keluar begitu saja. Perasaan yang saat ini ia rasakan begitu asing ditubuhnya dan entah kenapa Dylan menyukainya karena memberikan rasa nikmat saat Barra mengelus, menarik, bahkan meremas dadanya yang rata itu.
"Keluarkan desahanmu sayang. Akan aku berikan rasa nikmat padamu malam ini." Nada suaranya yang rendah membuat tubuh Dylan meremang.
Barra membalikan tubuh Dylan hingga terlentang, ia pun naik ke atas ranjang lalu mengukung Dylan dibawah sana. Barra menatap seksama wajah Dylan yang terlihat sangat cantik dimatanya.
"Tuan—" Pipi Dylan memerah karena tatapan yang Barra layangkan padanya membuat jantung Dylan berdetak dua kali lebih cepat.
"Indah sekali. Tidak sia-sia aku mengeluarkan uang yang banyak untuk membelimu." Tepat setelah mengatakan itu, Barra mencium bibir Dylan.
Melumat bibir pemuda itu dengan penuh nafsu, Dylan yang merasakan rasa enak pun membalas lumatan Barra walaupun masih amatiran.
Lidah mereka saling melilit, hingga saliva keduanya yang tercampur menetes keluar.
"Emmh—" Dylan melenguh saat Barra menarik tubuhnya tanpa melepaskan ciuman tersebut. Membuat tubuh Dylab berada dipangkuan Barra sekarang.
Barra memasukan tangannya ke dalam baju Dylan mengelus punggung pemuda itu membuat Dylan meringis karena tangan Barra mengenai luka cambukannya.
Dylan meletakkan tangannya dibahu Barra, kepalanya menunduk seraya mengikuti lumatan Barra yang semakin bringas.
Cpk
"Hah... Hah..." Nafas keduanya terengah-engah setelah melepaskan ciuman tersebut karena pasokan udara yang sudah menipis.
"Boleh aku melakukannya?" Ujar Barra sambil menatap Dylan dengan sedikit mendongak.
Dylan terkejut, tentu saja. Tidak biasanya Barra akan meminta izin terlebih dahulu untuk menyentuhnya. Karena biasanya tuannya itu akan langsung menyetubuhinya tidak peduli pada Dylan yang menolak atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mafia✓
Romance(END) ⚠️[BL] [M-preg] [BxB] [21+] [Gay] [Lokal] [Mature Content]⚠️ Sesaat setelah sebuah kandang besi berbentuk kotak itu dikeluarkan. Barra Bamantara terpaku dengan keindahan seorang pemuda yang memakai baju pelayan di kandang besi tersebut. Barra...