Tigabelas🍁

7.5K 358 2
                                    

••

Barra membuka matanya dengan perlahan, hal pertama kali ia lihat adalah wajah Dylan yang tepat berada dihadapannya. Barra menatap wajah terpejam itu dengan begitu seksama.

"Kenapa kau bisa secantik ini?" Gumam Barra sambil menyentuh bibir merah Dylan yang sedikit terbuka.

Selama memiliki pelacur atau pun kekasih—Barra belum pernah menemukan yang semenarik Dylan. Bahkan dimatanya, Dylan seribu kali lipat lebih cantik dan menggoda dari pada kekasihnya sendiri yaitu Niko.

"Kau sudah terlalu dalam memasuki kehidupanku. Jangan berharap kau bisa pergi dariku Dylan... Karena selamanya kau— pelacurku." Monolog Barra, mengecup bibir Dylan sekejap lalu ia pun segera bangkit untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket karena percintaan hebat semalam.

Setelah Barra pergi ke kamar mandi, Dylan membuka matanya dan air matanya pun seketika mengaliri pipinya. Sebenarnya, Dylan sudah terbangun sedari tadi sehingga ia bisa mendengar perkataan Barra dengan begitu jelas.

"Seharusnya aku memang tidak berharap. Tuan Barra—" Dylan segera menutup mulutnya agar isakannya tidak terdengar.

Semalaman Dylan merasa begitu senang karena Barra yang memperlakukannya dengan begitu baik. Bahkan Barra memberikan rasa nikmat yang belum pernah Dylan rasakan dalam percintaan mereka.

"Berhenti menangis Dylan. Kau hanya perlu melakukan peranmu dengan baik—tanpa melibatkan perasaanmu. Kau hanya pelacur tuan Barra dan itu mutlak. Kau harus selalu mengingat hal itu..." Monolog Dylan berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Walaupun pada kenyataannya hati Dylan serasa berdenyut menyakitkan.

••

Di Perusahaan, Barra memijat pangkal hidungnya lelah dengan laporan Nathan sebagai sekertarisnya diperusahaan ini.

"Lagi? Bagaimana bisa kita rugi tiga kali berturut-turut Nath? Yang tahu projek ini hanya beberapa orang saja yang sangat aku percayai."

"Maaf jika aku mengatakan hal ini. Sepertinya salah satu orang kepercayaanmu ada yang berkhianat, kau tahu kejadian penggalangan dana yang gagal itu? Kita rugi milyaran rupiah dan sampai sekarang pelakunya tidak bisa dilacak. Dan aku pikir kerugian kita kali ini juga disebabkan oleh dia." Jelas Nathan membuat Barra mendongak memikirkan kemungkinan yang terjadi.

Apa yang dikatakan Nathan memang benar, tapi siapa orang kepercayaannya yang berani mengkhianatinya? Akhir-akhir ini Barra memang kurang waspada.

"Apa kau mencurigai seseorang?" Tanya Barra pada adik iparnya itu.

"Untuk saat ini tidak ada. Tapi aku pasti akan segera menyelidikinya dan menemukan siapa pelakunya." Jawab Nathan membuat Barra mengangguk.

"Aku mengandalkanmu... Dan sepertinya pengkhianat ini bukan hanya bekerja diperusahaan saja tapi di Dark Devils juga. Karena semalam, transaksi organ juga harus gagal karena bocornya informasi."

Barra segera berdiri lalu menatap Nathan. "Selidiki semua anggota yang bekerja didua tempat, apa kau bisa melakukannya?"

"Tentu. Aku pasti akan melakukan yang terbaik."

"Hm, aku mempercayaimu Nathan. Itu sebabnya aku merestuimu menikahi Abila—karena aku tahu kau sangat bisa diandalkan dan bisa menjaga adikku dengan baik."

Nathan tersenyum tipis mengingat saat-saat ia terus membujuk Barra agar merestui hubungannya dengan Abila walaupun ia harus menghadapi survival dihutan belantara terlebih dahulu karena Barra membuangnya disana saat tahu kalau ia memiliki hubungan dengan Abila.

Sebab, sebelum menikahi Abila. Nathan adalah salah satu anggota Dark Devils top tier yang sangat bisa diandalkan. Misi yang diberikan pun selalu terselesaikan dengan baik dan rapih.

"Kalau begitu aku pergi sekarang."

"Tunggu sebentar. Hubungi Radinka terlebih dulu." Pinta Barra membuat Nathan sedikit bingung. Ada urusan apa Barra dengan ketua mafia binal itu?

"Apa ada transaksi lagi?" Tanya Nathan membuat Barra yang kembali duduk itu menaikkan alisnya.

"Tidak ada. Aku hanya ingin bercinta dengannya——jalang cantik itu punya pantat yang besar."

Tubuh Nathan merinding bukan kepalang, "Akan aku hubungi, aku pergi, sampai jumpa nanti!" Nathan pun langsung pergi dari ruangan Barra.

Barra ingin bercinta dengan Radinka karena ingin memastikan sesuatu. Apa hormonnya masih ada jika bercinta dengan orang lain selain Dylan, karena akhir-akhir ini Barra merasa tidak bergairah saat melihat pantat pemuda lain yang ingin ia tiduri.

Seperti kejadian semalam, padahal Arvin memiliki pantat yang begitu besar tapi penisnya sama sekali tidak bisa menegang.

"Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya. Aku hanya belum bosan menggunakan tubuhnya——tapi saat mengingat ekspresi dia semalam benar-benar semakin membuatku tidak rela jika sampai oranglain melihatnya." Monolog Barra merasa kesal dengan apa yang ia rasakan saat ini.

Tentu kalian tidak lupa kalau Barra akan membuang pelacurnya dalam artian membiarkan bawahannya menyetubuhi bekas pelacurnya itu. Tapi untuk Dylan, entah kenapa memikirkan jika tubuh Dylan dijamah pria lain selain dirinya benar-benar membuat sudut hatinya merasa tidak terima.

Hatinya seolah berkata kalau yang boleh menyentuh tubuh indah itu hanya dirinya.

Brak!

Barra terlonjak dan dengan cepat mengeluarkan revolver yang ada didalam jas kerjanya. Mengarahkan pistol tersebut pada orang yang memasuki ruangannya dengan membanting pintu hingga menimbulkan suara yang begitu keras.

"Hei, ini aku." Niko sang pelaku terkejut saat Barra mengarahkan revolver tepat pada kepalanya.

Barra memejamkan matanya kesal, memasukan kembali pistol tersebut ke dalam jasnya. Untung saja ia tidak langsung menembak kalau sampai ia menekan pelatuknya, sudah dipastikan Niko hanya tinggal nama saja.

Barra berjalan mendekati Niko, mencengkram wajah pemuda itu membuat Niko terkejut dibuatnya. "Bersikap sopanlah saat memasuki ruanganku. Jangan berpikir karena kau memiliki hubungan denganku—kau bisa masuk seenaknya. Jika sampai mengulanginya lagi, aku tidak akan segan-segan melubangi kepalamu."

"B—Bar... sakit..." Lirih Niko saat cengkraman Barra seolah ingin mematahkan rahangnya.

Tubuh Niko bergetar karena tatapan Barra yang begitu tajam. Ia pun menghela nafas dengan cepat saat Barra melepaskan cengkramannya.

Niko menatap Barra dengan begitu sendu. "Lihat, kau berubah sekarang Barr... Semenjak kedatangan jalang sialan itu kau berani kasar kepadaku!"

"Tidak ada yang berubah dariku, karena kali ini tindakanmu benar-benar membuatku marah." Bagaimana Barra tidak murka? Disaat pikirannya sedang berkecamuk memikirkan banyak hal Niko datang keruangannya dengan mendorong pintu ruangan Barra dengan begitu keras.

"Aku hanya kesal denganmu! Sudah berapa lama kau tidak menyentuhku semanjak Dylan datang!! Kau bahkan jarang menemuiku sekarang. Aku merindukanmu Barra—... Aku hanya terlalu merindukanmu." Niko menangis membuat kepala Barra serasa pecah.

Memang sejak awal Barra seharusnya tidak menjalin hubungan dengan siapapun. Karena itu benar-benar sangat merepotkan.

"Itu artinya aku sudah bosan denganmu Niko. Kau hanya perlu pergi dari kehidupanku dan semuanya selesai." Ucap Barra tanpa merasa bersalah sama sekali.

Karena sejak awal Barra menerima Niko hanya karena tubuhnya dan bonusnya Barra merasa nyaman dengan Niko. Tapi sekalipun ia tidak pernah menaruh perasaan pada pemuda itu.

"Brengsek!" Niko segera melenggang pergi dari ruangan Barra dengan air mata yang mengalir begitu deras.

Seharusnya, Niko tidak mencintai pria tidak berperasaan seperti Barra. Karena pada akhirnya hanya rasa sakit yang akan didapatkannya.

"Dylan, semua ini gara-gara kau jalang sialan." Kesal Niko sambil menghapus air matanya  lalu segera masuk ke dalam lift.

••

TBC

Bantu ramein dongg, boleh di promosiin ke platform mana pun ya supaya yang baca lebih banyak dan aku bisa update setiap hari 2x kalau yg baca banyak.

Vomentnya🫰❤️

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang