Sepuluh🍁 [M]

8.2K 360 3
                                    


[21+] Bijak dalam memilih bacaan!

••

"Tuan——" Dylan menatap Barra dengan pandangan memohonnya, kedua tangannya diborgol sehingga ia tidak bisa memberontak.

"Siap untuk hukumanmu hm?"

Dylan menggeleng, ia begitu takut dengan apa yang akan Barra lakukan padanya sekarang.

"Tuan Barra... Ampuni aku..." Dylan meneteskan air matanya saat melihat Barra membuka celananya sendiri menampilkan penis Barra yang berukuran sangat besar mengacung dengan tegak.

Barra berjalan dengan telanjang ke arah lemari berwarna merah elegan, membukanya lalu mengambil sesuatu yang membuat tubuh Dylan bergetar ketakutan.

Cambuk dan juga sebuah dildo bertekstur runcing.

Barra menghampiri Dylan yang meringkuk ketakutan. Menarik kedua kaki Dylan dengan kejamnya.

"Tidak...!"

"Diam sialan!" Barra menampar wajah Dylan dengan begitu tega, dia lantas segera merobek baju dan celana Dylan dengan begitu mudahnya membuat pemuda manis itu hanya menggunakan celana dalamnya saja.

"Indah sekali." Barra mengecupi seluruh tubuh Dylan yang terekspos dengan begitu sensual membuat Dylan melenguh sembari menangis. Terakhir, Barra menatap puting kemerahan Dylan yang sedikit mencuat seolah minta untuk dihisap.

"T-Tuannhhnghh—" Dylan mendongak saat Barra melahap putingnya menyedot dan memainkan putingnya dengan lidahnya. Sedangkan puting satunya dicubit-cubit dan ditarik membuat Dylan mendongak sembari melenguh lirih.

"Sudah cukup main-mainnya." Barra menurunkan celana dalam milik Dylan hingga penis kecil pemuda cantik itu terlihat.

Barra mulai melebarkan kaki Dylan hingga lubang anal Dylan yang berwarna sedikit pink dan masih membengkak terpampang begitu jelas dihadapannya. Barra meneguk ludahnya susah payah saat melihat hole Dylan yang selalu menjadi candu untuk penisnya.

"Terima hukumanmu sayang." Barra mengambil cambuk miliknya lalu melayangkannya pada tubuh Dylan.

"Akh!" Dylan berteriak kesakitan saat Barra melayangkan cambukan pada perutnya.

Ctas! Ctas! Ctas!

Beberapa kali Barra melayangkan cambukannya pada tubuh cantik itu membuat Dylan meringis tertahan karena rasa sakit yang dirasakannya. Barra membalikkan tubuh Dylan hingga pemuda cantik itu tengkurap dan ia kembali melayangkan cambukannya pada tubuh belakang Dylan.

Bahkan pantat sintal pemuda itu pun tak luput dari cambukannya.

"Akhh!!.. Tuann—Hentikan..akhh..!" Dylan mengigit bibirnya mencoba menahan rasa sakit dari cambukan yang Barra lakukan.

Cambukannya berhenti sekejap, hingga hal yang Dylan rasakan kali ini dua kali lipat lebih menyakitkan.

Jleeb

"AKKHHHH! hiks! S-sakit sekali." Sebuah dildo berukuran besar menusuk analnya yang masih kering itu dengan sekali hentakan.

Barra menyeringai puas, ia mendorong masuk dildo tersebut hingga tubuh Dylan menggelinjang karena rasa sakitnya. Dylan menangis semakin keras disetiap tusukan dildo yang dilakukan Barra dibelakang sana.

"Sudah sering aku sumpal dengan penisku tapi kenapa analmu masih sangat sempit Dylan." Ujar Barra dengan geramannya saat melihat dildo ditangannya dilahap habis oleh hole Dylan.

"Fuck! Persetan aku tidak bisa menahannya lagi." Barra menarik dildo yang ada dilubang Dylan lalu membuangnya ke sembarang arah.

Nafas Dylan tersenggal-senggal, pelipisnya dipenuhi peluh karena menahan rasa sakit yang begitu menghantam tubuhnya.

Barra kembali membalikkan tubuh Dylan yang kini terlentang, menarik kedua kaki pemuda itu lalu menyampirkannya dibahunya, Barra memposisikan miliknya pada lubang kenikmatan Dylan.

Sleeb!

Penisnya masuk dengan sekali hentakan membuat Dylan kembali menjerit karena rasa sakitnya.

"AKHH!" Dylan mendongak dengan mulut yang mengeluarkan lirihan saat Barra mulai menyodok analnya dengan bringas.

Dylan menggelengkan kepalanya ke kanan ke kiri sambil menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya yang di borgol. Karena rasa yang begitu menyakitkan dibawah sana.

Sedangkan Barra merem melek sembari mengeluarkan geraman karena rasa nikmatnya berbanding terbalik dengan penderitaan Dylan yang hanya mendapatkan rasa sakitnya.

"Berani meninggalkan mansion ini lagi. Aku tidak akan segan-segan menyetubuhimu seharian penuh." Peringat Barra sembari menekan dalam-dalam penisnya sampai tonjolannya terlihat diperut Dylan.

••

Dilain tempat, seorang pria tengah bersandar dikursi kebesarannya sembari memutar-mutar gelas berisi wine. Kembali meneguknya sambil menatap potret seorang pemuda yang tengah tersenyum lebar menampilkan gigi taringnya yang membuat pemuda itu semakin terlihat manis saat tersenyum.

"Dylan. Aku pasti akan menjemputmu sayang, bersabarlah sebentar lagi." Monolognya begitu pelan. Segera menyimpan foto tersebut saat pintu ruangannya terbuka.

"Ada apa?"

Gavi, tangan kanan kepercayaan orang tersebut membungkuk hormat.

"Kami sudah membawa tuan Abyan, bos. Kejiwaannya masih terganggu sehingga dia sering berdelusi melihat keluarganya." Ucap Gavi pada atasannya tersebut.

"Apa dia bisa mengingatku?"

Gavi menggeleng membuat orang tersebut menghela nafas pelan. "Aku mengerti, tolong jaga dia untukku—dan berikan perawatan terbaik untuk kesembuhannya."

"Saya mengerti, kalau begitu saya permisi." Gavi segera keluar dari ruangan atasannya tersebut.

Orang tersebut menyandarkan tubuhnya, menatap langit-langit ruangannya dengan banyaknya beban pikiran. "Ini sangat sulit. Kenapa kalian memberikan beban ini padaku?" Gumamnya sembari memejamkan matanya.

••

Pagi harinya, mata cantik itu terbuka secara perlahan. Seperti biasa, ringisan kesakitan lah yang selalu ia dapatkan.

Tubuhnya benar-benar dihancurkan oleh Barra. Dylan dengan tubuh telanjangnya mencoba bangkit, melirik ke samping yang masih terdapat Barra tengah tertidur disana.

Dylan menatap wajah tampan Barra untuk beberapa saat, "Dasar bajingan brengsek." Gumam Dylan lalu turun dari ranjang tersebut untuk pergi ke kamar mandi.

Setelah memasuki kamar mandi, Dylan menyalakan shower membiarkan air itu mengaliri tubuh cantiknya yang kini terdapat bekas cambukan Barra disekujur tubuhnya.

"Sshh.. bagaimana bisa iblis itu begitu kejam? Apa dia benar-benar manusia?" Ringis Dylan saat rasa perih menjalar diseluruh tubuhnya.

Disela-sela guyuran shower Dylan pun memasukan dua jari ke dalam analnya untuk mengeluarkan sperma Barra yang memenuhi area tersebut.

"Mmhh .." Dylan meringis sambil mengorek-ngorek area lubangnya, dan cairan sperma Barra yang begitu banyak pun keluar mengaliri paha dalamnya.

Barra segera membersihkan area lubangnya dengan mengarahkan shower ke area tersebut.

Matanya memejam begitu erat saat air tersebut mengenai permukaan analnya yang terluka. Perih sekali hingga Dylan ingin kembali menangis rasanya.

••

TBC

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang