Bangunan kantor pos dijangkau setelah berlarian mencari-cari dan bertanya-tanya pada beberapa manusia di pusat kota.
Namun, teringat jikalau kantongnya tak menyimpan uang barang satu sen pun, dan petugas mengatakan, "Maaf, Nona. Kami hanya menerima pembayaran secara tunai. Tidak ada toleransi bagi seorang pengutang."
kakinya segera berputar lalu kembali berayun.
Berlarian menerobos keramaian.
Mencari-cari Jaime yang mungkin masih ada di sekitar sini. Mendatangi tempat-tempat yang sebelumnya mereka datangi.
Sial, laki-laki itu tidak Annelyn temukan di mana pun, sementara ia perlu uang untuk bisa mengirimkan surat kepada seseorang di negerinya sana.
Sungguh, di situasi genting ini, rasa-rasanya, Annelyn ingin mencopet saja. Namun, itu sama dengan menyelesaikan masalah dengan masalah. Gawat kalau sampai ia tertangkap lalu wajah dan identitasnya tersebar. Tujuannya di sini bukan mencari keributan melainkan bersembunyi dengan tenang.
Maka, apa boleh buat. Annelyn tak punya ide apa pun lagi selain mendatangi pasar. Berusaha mengingat kios pakaian yang tadi ia singgahi bersama Jaime, dan ....
"Bisakah aku mendapatkan uangnya kembali jika mengembalikan ini?" menanyakan pada si penjual seraya menunjuk gaun yang ia ambil dari dalam kantong di genggaman; gaun yang Jaime belikan.
"Bisa, tapi tidak utuh karena gaunnya sudah Nona coba. Kira-kira, tujuh puluh persen."
Belajar dari Jaime, Annelyn mencoba menawar, "Sembilan puluh persen! Tidak bisakah?"
Dan, sebagaimana prasangka, si penjual berkata, "Tidak bisa."
"Delapan puluh?!"
"Tujuh puluh lima, sudah paling maksimal!"
Ada ragu yang terlukis di wajah Annelyn ketika pada akhirnya ia mengulurkan gaun ini. Ada sesal setelah ia menerima uang dari si penjual. Cukup merasa berat, tatkala melangkah pergi sehingga ia berulang kali menoleh ke belakang, melihat ke arah kios itu, tepatnya pada gaun yang tengah kembali dipajang dan dipasangi papan harga.
Napas dihembuskan. Jari-jemari, kuat dikepalkan. Tungkak yang sempat berhenti berayun, mantap dilangkahkan.
Ia berlarian.
Persetan dengan perasaan bersalahnya kepada Jaime. Itu bukan perkara penting saat ini. Itu hanya gaun. Hanya Jaime. Tidak lebih penting ketimbang secepat mungkin menjangkau lagi kantor pos setelah membeli kertas, pena, dan amplop.
Kemudian, menulis surat.
Untuk Gracia.
Surat telah siap. Perangko ditempelkan di luar amplop yang membungkusnya. Sejumlah uang diberikan kepada petugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESPEDIDA
FanfictionPagi itu, klinik kecil milik Jaime kedatangan seorang pasien; perempuan dari negeri seberang yang membuatnya penasaran.