Pagi tak lagi buta. Samar-samar, warna biru muda menghabisi gelap di cakrawala sana. Dan, beberapa lembar uang masih ada di tempat semalam mereka diletakkan.
Di sudut meja kayu, di beranda rumah.
Seperti yang Annelyn duga, Jaime sama sekali tidak mengambilnya. Annelyn tahu itu utuh, meski ia hanya berdiri seraya memandangi.
Sorot matanya terekam letih. Jemarinya lantas lemah menyentuh, mengambil, dan menyimpan setiap lembar di sana ke dalam tas selempang.
Bergegas, Annelyn mengayunkan langkah.
Ramai pusat kota dijamah.
Annelyn terima sepucuk surat yang diulurkan nona pegawai kantor pos yang mungkin telah hapal dengannya setelah beberapa kali ia hadir di sana.
Destry pernah bilang wajah-wajah asing seperti Annelyn ini mudah dihafal. Ia tersenyum lebar begitu melihat Annelyn datang. "Suratnya sampai dua hari lebih cepat dari biasanya, Nona."
Dari Gracia di negeri seberang sana.
Pertemuan tempo hari melahirkan janji dari mulut Gracia bahwa wanita itu akan mengirimkan kabar secepat mungkin setelah ia kembali.
"Tetaplah di sana, Nona. Dan, mari hanya berkabar setiap dua minggu sekali, aku mungkin saja dicurigai," tulis Gracia dalam suratnya, setelah serentetan panjang yang lain.
Lalu, Annelyn tuliskan balasan, "Mustahil. Aku akan segera pulang. Aku tidak mau membuang-buang waktu tidak jelas di sini. Akan kuhabisi keluarga itu dengan tanganku, secepatnya."
Keluar dari bangunan kantor pos, menyusuri paving-paving area pejalan kaki, memandang lalu lalang kendaraan juga gerai-gerai pedagang di pinggiran.
Beberapa gerai tak hanya menyajikan dagangan tetapi juga kenangan.
Gerai tas, tempat Jaime berhasil menawar tas selempang yang Annelyn kenakan sekarang. Gerai es krim, tempat Jaime mengantri panjang lalu mendapatkan sewadah untuk Annelyn makan. Gerai pakaian, tempat Jaime membelikan Annelyn sebuah gaun. Gerai kue, yang kata Jaime lezat—pernah pula Jaime letakkan satu potong di meja kecil beranda rumah Annelyn.
Namun, Annelyn tak hendak menjadi manusia merana hanya karena mengenangnya, hanya karena mengenang Jaime. Sudah cukup semalam, ia bertindak tidak masuk akal, menangis di balik pintu rumahnya setelah berbincang dengan Jaime,
setelah memahami pasti bahwa saat ini bukan masanya bicara cinta.
Tidak ada yang bisa Annelyn berikan pada Jaime yang mengaku suka.
"Tuan dan Nona, toko kami menjual wewangian dari bahan alami, mari berkunjung! Kami akan memberi diskon spesial untuk pembelian hari ini."
Langkah yang berulang kali melambat, selalu ia coba percepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESPEDIDA
FanfictionPagi itu, klinik kecil milik Jaime kedatangan seorang pasien; perempuan dari negeri seberang yang membuatnya penasaran.