ix. not before

611 135 53
                                        

                "Aku tidak sebaik yang kau pikirkan, Nona Annelyn

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak sebaik yang kau pikirkan, Nona Annelyn."

Sisa-sisa percakapan dengan Jaime mengalun di dalam telinga yang ujung kanan dan kirinya tengah ia pasangi anting berbentuk bunga.

"Bisa jadi, golongan yang kau benci dan kau takuti sesungguhnya adalah aku. Jadi, jangan percayai aku!"

Annelyn dalam balutan gaun putih kecoklatan yang panjangnya menyentuh lutut itu tengah duduk menghadap sebuah cermin, sudah dalam keadaan selesai menata rambut dan membubuhkan sedikit riasan di wajah.

Kendati demikian, perempuan itu tak kunjung meninggalkan kursi.

"Tidak, Dokter Jaime. Kamu baik, setidaknya di mataku. Jadi, kuputuskan untuk tetap mempercayaimu, meskipun kau melarang."

Di kepalanya tengah membayang saat di mana sepasang mata menatapnya begitu dalam dan sang pemilik duduk di hadapannya, di meja makan kecil, di dalam sebuah klinik seraya mengatakan, "Kalau begitu, maukah kau datang kemari besok, pagi-pagi sekali?"

Lalu, tanpa bertanya mengapa dan untuk apa, Annelyn menyanggupi.

"Tentu," ucapnya, semalam.

Dan, kini, perempuan itu beranjak dari kursi setelah mengoleskan lipstik sedikit di permukaan bibirnya yang tak begitu lembab.

Rumah ditinggalkan di kala langit masih bersenggama dengan gulita, di kala para warga desa masih beradu dengan tidur nyenyak mereka, dan di kala angin masih berhembus sangat dingin.

Sebuah klinik dijangkau dengan langkah kaki yang agak terburu-buru. Kemudian, ia menaiki dua anak tangga lalu duduk di anak tangga ketiga sebab pintu bangunan itu masih terkunci.

Sudah pasti, ini terlalu pagi.

Pagi-pagi sekali yang Jaime maksud bukan pukul tiga pagi juga.

Annelyn tahu itu.

Namun, ia tidak tahu harus apa lagi ketika matanya sukar dipejamkan. Sekalinya bisa, justru mimpi-mimpi buruk itu datang. Terbangun di tengah gelap dalam keadaan gelisah luar biasa, tak lagi bisa berkawan dengan nyenyak dan tenang pada rebahnya.

Ia tak tahu harus apa selain melangkah ke tempat ini dengan segera.

Harapannya, Jaime bisa segera ditemui. Akan tetapi, kalaupun tidak, Annelyn tak keberatan untuk menanti.

Duduk, merengkuh badan sendiri yang diserbu dinginnya angin. Menyandarkan kepala pada kayu pembatas tangga dan sekali waktu memejamkan mata.

Hingga matahari menyongsong sedikit demi sedikit dari ufuk timur, langit yang semula gelap perlahan-lahan membiru, dan ....

DESPEDIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang