xxiii. just call them lovers

447 74 24
                                    

Korek api logam digenggam lalu dipatik jemari lentik itu dengan pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Korek api logam digenggam lalu dipatik jemari lentik itu dengan pelan. Nyala kecilnya hadir di antara gulita beranda sebuah rumah, di antara dua manusia.

Ini masihlah malam yang sama dengan malam di mana setiap kerinduan diakui dan disampaikan. Berdua, duduk di anak tangga. Jaime ada di yang keempat dari atas, sedangkan Annelyn satu level di bawah laki-laki itu.

Berbantuan sedikit cahaya yang Annelyn sodorkan, minyak sukses dituangkan Jaime dari tabung lenteranya ke dalam tabung lentera Annelyn yang kekeringan.

Menggulirkan bola matanya naik secara perlahan, Annelyn sukses mencermati pahatan wajah manusia di dekatnya. Sempurna lagi indah, kalau ia boleh mengatakan dengan lantang dalam diam.

"Ah!"

Kalau saja angin sedikit lebih tenang dan api tak bergoyang karenanya hingga menyudut ibu jari Annelyn, mungkin perempuan itu masih sibuk memandangi dan memuji alih-alih melenguh perih.

Gulita menerkam secepat korek api dijatuhkan. Yang terdengar hanya seruan berisi kekhawatiran, "Kau tidak apa-apa?"

Berikutnya, cahaya kecil kembali hadir secepat Jaime mencari, meraih, lalu menyalakan korek api. Itu membantu Jaime menemukan raut kesakitan yang coba Annelyn netralkan dan sedikit lepuh yang coba Annelyn sembunyikan.

"Tidak apa-apa."

Suara Annelyn terdengar tenang, tetapi kepercayaan Jaime gagal didapatkan.

Menatap Annelyn sesaat, menyalakan tiap-tiap lentera yang ada hingga tempat ini menjadi lebih terang dari sebelumnya, menggantung salah satunya di dinding. Jaime bergerak cepat, mengambil posisi duduk kembali di dekat Annelyn, mengedahkan tangan.

"Boleh aku melihatnya?"

Annelyn pandangi sorot itu dalam hening untuk waktu yang tak sebentar, lalu ia serahkan tangan kanannya.

Ia letakkan jemarinya di atas telapak tangan Jaime yang dingin. Ia biarkan Jaime melihat luka yang tak seberapa itu,

"Ayo!"

"Mau ke mana?"

luka yang seharusnya tidak membuat Jaime buru-buru menarik Annelyn menuju sumber mata air yang terletak di samping rumah Annelyn, meletakan tangan Annelyn di bawah alirannya,

"Ah!"

"Sakit?!"

"Tidak. Airnya dingin."

luka yang seharusnya tidak membuat Jaime secemas ini,

"Masuklah! Akan kuambilkan perban di klinikku!"

yang seharusnya tak membuat Jaime rela berjalan kaki kembali ke kliniknya.

Lalu, Annelyn yang memilih duduk di anak tangga seraya menanti kedatangan Jaime mendapati laki-laki itu berlarian, berpeluh, dan napasnya berantakan.

Tersenggal bicaranya, "Mengapa tetap di luar? Udaranya sangat dingin, tidakkah kau merasakannya?" duduk, meletakkan lentera dan keranjang rotan kecil berisi gulungan perban dan botol-botol obat-obatan.

DESPEDIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang