Sore tengah berangkat menjemput petang kala perempuan itu duduk sendirian di balik jendela sebuah kamar, di atas sebuah kursi seraya mendekap lutut yang sengaja ditekuk.
Pandangan tertuang pada sebuah gaun merah muda pudar—satu-satunya gaun yang menggantung di tiang jemuran, yang berayun kala terhempas tiupan angin.
Ketika itu, mulutnya hening tanpa suara, sedang kepalanya seolah ramai penuh nostalgia.
Lama direguk lamunan. Kaki seputih porselen berhias bekas-bekas goresan luka itu menjulur lalu menapak di atas lantai kayu. Pemiliknya berjalan, membuka pintu rumah, keluar, mengambil gaun di luar.
Kini, benda itu membalut tubuh rampingnya. Lengan gaun yang panjangnya menutupi pergelangan disingsingkan manakala ia mulai menyentuh alat-alat riasnya. Duduk di atas kursi berkaki pendek, bercermin dan bersolek.
Terakhir, ia ikat sebagian rambutnya dan membiarkan sebagian lain terurai.
Membuka tudung saji, menyendok nasi, menuang sup, lalu makan.
Ia meninggalkan rumah dalam keadaan perut yang telah cukup kenyang. Pelan-pelan berjalan, membunuh keraguan di setiap uraian langkah yang dijejakkan di atas tanah bebatuan.
Klinik dr. Jaime
BukaMemandangi sebuah bangunan yang hanya tersisa sedikit jarak, jemari lentiknya bergerak meremas pelan ujung-ujung gaun sebelum akhirnya ia mantap untuk sungguhan mendekat.
Menaiki satu demi satu anak tangga, melepas sepatunya, dan mendorong pintu.
Tak segera masuk. Ada jeda di mana ia terus berdiri di ambang pintu.
Klinik benar-benar sepi. Hanya ada satu manusia di dalam sana—laki-laki yang berdiri di balik meja kerja, dan yang kini memandang Annelyn penuh tanya tapi tak bersuara. Barangkali enggan bertanya sebab sehari sebelumnya laki-laki itu nampak begitu kesal.
Annelyn masih ingat betapa tajam dan padam mata itu menatap kemarin.
Annelyn masih ingat mulut itu sempat berbicara bahwa Annelyn adalah beban baginya.
Pintu klinik ditutup perempuan itu pelan-pelan. Jaime dihampiri.
"Apakah kamu punya sedikit minyak tanah? Kalau iya, bisakah aku mendapatkannya sedikit?" meletakkan uang di sudut meja Jaime, "Ini uangnya."
Jaime pandangi uang itu dalam diam. Ia pandangi pula si perempuan yang berdiri di hadapannya.
Menoleh pada kaca jendela klinik, "Hari sudah hampir petang, aku harus segera mendapatkan minyak tanah untuk lentera rumahku," menoleh pada Jaime, "Seseorang mengatakan aku harus menyalakannya ketika malam."
Lalu, pandangan mereka beradu untuk tak sedikit waktu.
Sampai pena diletakkan dan meja kerja ditinggalkan oleh Jaime.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESPEDIDA
FanfictionPagi itu, klinik kecil milik Jaime kedatangan seorang pasien; perempuan dari negeri seberang yang membuatnya penasaran.