xviii. not curious anymore

371 88 11
                                    

Sepasang sepatu dengan perbedaan ukuran yang kontras dan dengan noda tanah juga basah yang menghias, berjajar tak rapi di atas lantai kayu beranda sebuah rumah, di depan pintu yang rapat tertutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang sepatu dengan perbedaan ukuran yang kontras dan dengan noda tanah juga basah yang menghias, berjajar tak rapi di atas lantai kayu beranda sebuah rumah, di depan pintu yang rapat tertutup.

Di luar, alam masih meributkan suara derai deras hujan, sedangkan di balik dinding-dinding hunian itu tersimpan senyap bukan kepalang.

Tungkak jenjang seputih porselen yang tertutup gaun putih tulang sebetis melangkah hati-hati keluar dari sebuah kamar menuju ruang depan. Di tangan kiri pemiliknya menggenggam sebatang lilin yang lantas dinyalakan dengan pemantik api logam di tangan kanan.

Annelyn letakkan itu pada piring kecil di atas meja rendah, di sudut ruang guna menggantikan peran lilin sebelumnya yang telah habis meleleh dan mengeras.

Ruang depan yang sempat gulita kini berpenerangan temaram sehingga Annelyn dapat melihatnya lebih jelas.

Jaime yang berbaring di atas sofa dan terlelap nyenyak meski tanpa penghangat dan hanya berbantalkan lengan sendiri.

Hujan tidak kunjung reda sedari tadi. Annelyn setuju jika jalan terbaik bagi Jaime adalah menginap di sini. Maka, ia bawakan bantal dan satu-satunya selimut yang ada di rumah ini. Dengan tenang tetapi juga gugup di saat yang bersamaan, meletakkan itu di bawah kepala dan di atas tubuh Jaime.

Mantel agak basah milik Jaime yang teronggok asal punggung sofa, Annelyn bawa kemudian gantung di sebuah tiang dekat perapian. Hendak ia nyalakan perapian supaya mantel Jaime dapat kering keesokan harinya dan supaya Jaime merasa lebih hangat.

Namun, helaan napas mengudara seketika ia melihat genangan mengisi bawah perapian sehingga itu tak mungkin dinyalakan dan mantel Jaime mustahil untuk dikeringkan.

Tapi, tunggu! Apa harus berbuat sebanyak ini? Untuk Jaime? Mengapa?

Selimut saja cukup, dan Jaime tidak akan mati kedinginan hanya karena mengenakan mantel setengah basah esok ketika pulang, Annelyn rasa. 

Baik. Sepertinya, Annelyn memang harus masuk ke kamar dan beristirahat dengan damai sekarang juga. Namun, sebelum itu, ia perlu mengunci pintu.

Selain itu, sepertinya, ia juga perlu melirik laki-laki itu. Hanya sebentar. Kakinya menjeda langkah dan kepalanya menengok pada Jaime. Sempat ada dua langkah diayunkan mendekat, Annelyn kemudian mantap untuk pergi menuju kamarnya.

Di situlah kemudian sepasang mata Jaime terbuka perlahan. Jaime, jangankan nyenyak, nampaknya terlelap saja tidak. Bantal sedikit digeser agar lebih dirasa pas, selimut diturunkan agar dadanya lebih lega bernapas, dan senyum pun diulas.

Nyala lilin dipandangi. Mata Jaime mengikuti tarian cahaya kecil yang tak kunjung selesai itu. Harapannya sederhana: agar ia bisa tetap terjaga di malam yang membuat jantungnya berdebar-debar gila sepanjang berada di bawah satu atap yang sama dengan Annelyn.

DESPEDIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang