...........
Suara tangisan gadis satu ini tidaklah membuat orang-orang di sana ikut terharu mendengarnya. Mereka justru menahan tawa melihat sang adik yang menangis tatkala melihat luka di perut sang kakak.
Terduduk bersimpuh di lantai dengan wajah yang menunduk pada kasur, Lisa menangis karena merasa bersalah pada Jisoo yang terluka.
"Ya, mengapa kau cengeng sekali?" Ucap Jennie dengan sedikit menertawakan apa yang adiknya lakukan.
Begitu juga Chaeyoung dan Jisoo yang tak habis pikir dengan kelembutan hati Lisa yang menangis setelah melihat luka di perut Jisoo.
Lisa bukanlah gadis cengeng, namun hati Lisa terlalu lembut untuk sekedar melihat sang kakak yang kesakitan.
"Lisa-ya dengarkan, Unnie. Luka ini tidak separah apa yang kau pikirkan, aku baik-baik saja jinjja. Jangan menyalahkan dirimu sendiri atas luka ku ini, kau paham?"
Lisa menengadahkan pandangannya keatas menatap wajah damai Jisoo. Dia membawa Lisa untuk duduk dengan benar di samping ranjang.
"Uljima, eoh." Kepala itu mengangguk pelan. Lisa mengusap dengan kasar jejak air matanya dan kemudian kembali mengusap pelan perut Jisoo.
"Mian... Lain kali aku tidak akan menyusahkan kalian dengan pesawat kertas ku yang tak berguna itu."
Mereka semua memutar matanya jengah, tak suka dengan apa yang Lisa ucapkan. "Ck.... Lisa-ya geumanhae."
Suara Jennie tiba-tiba tegas pada Lisa yang masih saja menyalahkan dirinya sendiri. Membawa adik kecilnya dalam pelukan, Lisa merasakan kembali kehangatan kasih sayang saudara-saudaranya ini.
.............
Masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya pelan. Menghembuskan napas berat, Lisa masih berdiri di balik pintu itu dengan seragam dan tas sekolah yang masih lengkap.
Entah beban apa yang Lisa rasakan saat ini, hingga hembusan napasnya terdengar begitu panjang. Masih memakai seragamnya, Lisa kembali merogoh sebungkus coklat yang Kim Seo Yeon berikan padanya.
"Dia baik sekali padaku." Ingatannya kembali berputar saat Lisa mendapatkan perlakuan khusus dari wanita dewasa itu.
"Tapi, bukankah rasanya aneh. Mengapa hanya aku yang dia perlukan khusus seperti ini, mengapa yang lain tidak?"
Katakan jika gadis berponi ini adalah gadis yang memiliki keingintahuan yang sangat tinggi. Bahkan terkadang berbagai pertanyaan bodoh selalu datang dari pikiran Lisa begitu saja.
Coklat tersebut dia simpan diatas meja belajar, menaruh tasnya lalu Lisa melirik pada pintu jendala balkon yang terbuka.
Menatapnya dengan senyuman, Lisa berlari menuju balkon kamarnya dan melihat keindahan warna gelap dari malam dengan aksen jingga yang masih terlihat.
Meraih sesuatu dari saku seragam satunya, Lisa mengeluarkan pesawat kertas yang dia buat saat berada di Sungai Han sore tadi.
Lisa menerbangkan kembali pesawat kertas tersebut dan mengizinkannya terjun menuju danau kesayangan nya.
Kedua angsa putih masih asik berenang dengan tenang di waktu menjelang malam ini. Para maid belum memindahkan angsa kesayangan Lisa itu menuju kandang khusus.
"Shh awh~"
Tiba-tiba, Lisa meringis kesakitan di kepalanya yang terasa berdenyut hingga mampu mencengkram erat besi pagar balkon.
Baru kali ini Lisa merasakan sakit yang sangat tiba-tiba pada tubuhnya, padahal keadaan sebelumnya baik-baik saja.
"Mwo-ya, jangan-jangan aku mengidap sesuatu." Paniknya yang tiba-tiba berpikir negatif terhadap dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Paper Plane
RandomAngin selalu berbicara lewat pesawat kertas yang aku terbangkan. Semakin besar angin yang berhembus,semakin tinggi lah aku akan terbang membawa harapan dan impian. -L -Third story.