BAB 4

67 3 0
                                    

Day duduk dan melihat kertas dengan ekspresi tenang. Brick merasa sedikit tidak nyaman dari tatapan kekasihnya dan tahu bahwa Day sedang marah, tetapi dia tidak membicarakannya, meskipun dia menunjukkan ekspresi tidak puas seperti biasanya. Brick tidak ingin Day marah, tapi dia juga tidak menginginkan hal itu. Keheningan di Day karena dia tidak terbiasa jadi dia bangkit dari sofa dan berjalan ke arah Day di kursi di belakang mejanya dan memegang lengan Day.

"Apa?" Day bertanya dengan lembut.

"Apa kamu marah denganku?" Brick bertanya, dengan lembut menggoyangkan lengan Day. Day memandang Brick sedikit.

"Aku tidak marah," jawab Day.

"Bohong... Kamu pendiam sekali, aku tidak menyukainya," gumam Brick dengan suara serak.

"Aku tidak berbohong. Kamu duduk santai dan bermain, aku akan bekerja," kata Day pelan. Wajah Brick mengerutkan kening, tapi dia tetap diam. Dia tidak bergerak sama sekali sehingga Day harus menghela nafas pelan dan meletakkan kertas-kertas yang dimilikinya di atas meja.

"Duduklah," kata Day sambil menggerakkan kursi yang didudukinya ke belakang.

"Di mana aku akan duduk?" aku bertanya balik. Day menunduk ke pangkuannya sendiri dengan ekspresi wajah tenang sehingga si kecil Brick rela duduk di pangkuan kekasihnya. Brick tidak tahu harus meletakkan kedua tangannya di mana sehingga ia meletakkannya di pangkuannya sendiri sambil diremas untuk mengurangi rasa malu duduk di pangkuan kekasih, karena tubuh keduanya tidak jauh berbeda. Day meraih pinggang Brick karena dia duduk menghadap pangkuannya.

"Aku tidak marah, tapi aku cemburu," kata Day blak-blakan, membuat Brick tersedak.

"Hei, apa yang membuatmu iri? Aku tidak tahu kenapa kamu harus cemburu," ucapnya dengan suara pelan.

"Aku menghargai segalanya tentangmu... Apa kamu tidak ingat?" Day menjawab. Brick menatap wajah kekasihnya dengan emosi yang mendalam di hatinya. Tapi, aku masih merasa malu, seperti biasanya mendengar sesuatu seperti itu dari mulut Day.

"Apakah karena Ball?" dia bertanya balik. Hari mengangguk. Brick segera meraih lengan kekasihnya.

"Bukan apa-apa, Day... Ball adalah temanku, begitu pula Gear, Four, dan Nick. Kamu tahu betul itu," katanya.

"Aku tahu, aku tahu, aku tidak memikirkan hal itu... huh... Aku hanya tidak marah padamu," kata Day dan bersandar di sandaran kursi kerja untuk meraih dan dengan lembut menyentuh meja. pipi mengkilat dari Brick. Mata tajamnya menatap sang kekasih tanpa membuang muka. Brick pun menatap wajah kekasihnya. Hingga Day menyelipkan tangannya ke belakang leher Brick dan memiringkan wajah Brick ke arahnya.

"Kau milikku... Hanya milikku," kata Day dengan nada serius sebelum bibir mereka bersentuhan ringan. Brick merasakan sensasi kesemutan di dadanya. Kedua tangannya terangkat melingkari leher sang kekasih, mengetahui tugasnya.

Lidah panas Day menempel di bibir Brick, menandakan Brick membuka mulutnya sedikit, sebelum lidah mereka bertautan. Brick mencondongkan tubuh sedikit agar bibir mereka bertemu lebih baik dari sebelumnya. Lidah panas Day Dia dengan penuh semangat menghisap lidah Brick dan bahkan Brick sendiri memberinya ciuman tanpa henti sebagai balasannya.

"Ummm," terdengar erangan lemah dari tenggorokan Brick. Suara ciuman terdengar dari waktu ke waktu. Mata tajam Day menatap wajah kekasihnya yang sedang memejamkan mata karena senang dengan ciuman Day dengan puas.

Saat Brick membuka matanya, wajahnya memanas saat melihat tatapan kekasihnya, dia menatapnya saat mereka berciuman. Tangan kekar Day menyelinap ke dalam kemeja Brick dari belakang sambil membelai lembut punggungnya dari sisi ke sisi, membuat kulit Brick merinding.

LS : DAY & BRICK III (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang