six

557 62 1
                                    

"Makanlah yang banyak, Dokter Kim!"

Namjoon tersenyum senang melihat betapa lahapnya Seokjin memakan sup ikan pollock yang merupakan komoditas unggulan pada pulau perbatasan itu. Kakek pemilik kedai juga tampak gembira melihat dokter muda yang beberapa hari lalu memeriksa kondisi kesehatannya itu kini makan di kedainya.

"Terima kasih" ucap Seokjin sopan sambil membungkukkan badan pada kakek itu usai mengunyah sepotong ikan pollock kering di dalam kuah sup bening itu.

Mereka berpelukan erat usai ciuman tadi dan masing-masing tidak melepaskan pelukan itu bukan karena enggan tetapi karena sadar jika situasi mereka akan canggung.

Beruntungnya, perut Seokjin berbunyi pelan tanda gadis itu lapar. Namjoon lalu melepas pelukan itu dan menawarkan makan sup ke kawasan permukiman sipil. Seokjin tak bisa menolak karena tertangkap basah kelaparan. Mereka berakhir mengendarai jeep militer ke salah satu kedai yang belokasi tak jauh dari pangkalan militer. Kini mereka berakhir di kedai makan itu dengan duduk berhadapan.

Kedai makan itu tak luas. Hanya bagian dari rumah sang kakek. Ada dua meja dengan dua ukuran berbeda. Sebuah lampu gantung tua juga menambah kehangatan di kedai makan itu. Namjoon dan Seokjin duduk berhadapan di meja kecil. Ia memesan bugeoguk atau sup ikan untuk sang dokter yang tampak masih sangat penat dengan pikiran di hari itu.

"Sup ini enak" gumam Namjoon pelan usai ia mencicipi kuahnya dari mangkuk miliknya.

Mereka makan berhadapan dalam hening di malam yang hujan itu. Sejak matahari telah tenggelam, langit tampak pekat mendung dan beberapa saat lalu hujan turun dengan deras secara tiba-tiba. Beruntungnya mereka sudah tiba di kedai itu menyantap sup ikan hangat dengan gemericik suara hujan pada malam hari meski suasana canggung.

Terakhir kali mereka makan bersama adalah di tenda kaki lima Myeongdong.

Namjoon pikir di malam itu akan jadi malam yang tenang karena perpisahannya. Namun, ketenangan yang ia peroleh adalah Seokjin mendadak diam usai Namjoon mengatakan bahwa ia tak lagi bertugas pada batalyon elit itu. Gadis cantik yang selalu saja berisik itu seketika terdiam memakan pesanannya saja. Namjoon masih ingat pada malam itu Seokjin bahkan tidak meminum sojunya sama sekali. Mereka saling diam hingga akhirnya Namjoon mengantar Seokjin pulang ke rumah dinas kepresidenan untuk terakhir kalinya.

Sayangnya Namjoon saat itu terlalu bodoh, tak bisa menyadari bahwa diamnya Seokjin berarti dia marah padanya. Beruntungnya mereka bertemu lagi dan telah meluruskan kesalahpahaman itu.

Namjoon diam menyesap sendok kayunya yang terasa gurih karena kaldu ikan. Ia lalu mengamati gerak-gerik kaku gadis itu yang meneguk habis air putih di gelasnya lantas meraih tisu untuk membersihkan tangan.

"Terima kasih, makanannya enak!" ucapnya usai mengusap bibirnya yang masih agak bengkak karena berciuman tadi.

Namjoon tersenyum mendengar ucapan dari Seokjin barusan. "Aku senang kalau kau juga menyukai makanan ini"

Namjoon melihat gelagat gugup dan gelisah dari Seokjin. Gadis itu sepertinya sudah ingin kembali ke pangkalan militer lagi. Namun, Namjoon tak ingin segera mengakhiri makan malam yang hening ini. Ia masih ingin duduk tenang menikmati cantiknya paras gadis itu. Namjoon sebenarnya juga ingin bicara lebih banyak lagi dengan Seokjin.

Namjoon mengaduk pelan sup miliknya. Ada hal yang ingin ia tanyakan untuk memastikan tetapi Namjoon sedikit ragu mengajukannya.

"Kenapa kau kemari?" tanya Namjoon sambil menyendok sup miliknya. "Maksudku, kau itu bekerja di rumah sakit elit di Seoul lalu apa alasanmu datang ke tempat seperti ini?"

Rewind [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang