two

919 81 11
                                    

"...laporan selesai, hormat!"

Namjoon menganggukkan kepala pada sosok prajurit militer dengan pangkat sersan satu yang barusan melapor padanya itu usai shift patroli usai. Pria itu seusia dengan Namjoon dan kini merupakan tangan kanannya dalam mengurus sebuah peleton dengan lima puluh serdadu yang harus Namjoon pimpin. Jumlah serdadu dalam peletonnya di penempatan ini lebih banyak ketimbang ketika Namjoon menjadi komandan peleton pada batalyon pengamanan presiden.

Namjoon dipindahtugaskan di perbatasan.

Alasannya bukan karena Namjoon membuat kesalahan. Pemindahannya ini adalah bentuk kelanjutan dari hasil diskusi antara Ayahnya dengan Ibu Negara beberapa waktu lalu. Ia harus menorehkan prestasi jika ingin segera naik ke pangkat Kapten. Pemindahannya ini juga berarti hadiah dari Ibu Negara karena ia selama ini bekerja dengan baik. Namjoon diharapkan dapat memperoleh pencapaian baru di pangkalan militer perbatasan.

"Namjoon-ssi, kau masih terlihat tak nyaman di sini" ujar sang sersan satu sembari duduk di kursi yang berhadapan dengan Namjoon.

Namjoon sejak tadi memang hanya duduk di kursi kayu sambil memainkan handie talkie miliknya dan menatap keluar jendela ke arah lautan luas. Seusai lepas jadwal patroli dari peletonnya, Namjoon memilih duduk diam di salah satu ruang pemantauan. Ia menatap sersan satu itu. Mereka sebelumnya sudah saling mengenal karena berasal dari korps yang sama yaitu korps infanteri dan pernah berada di divisi yang sama.

"Hoseok..." panggilnya lirih. "Memangnya aku terlihat seperti apa belakangan ini?"

Sersan satu yang baru saja dipanggil dengan nama Hoseok itu memiringkan kepala sambil menelusuri wajah tegas dan rupawan dari komandannya itu.

"Kau terlihat seperti masih tertekan berada di sini, Letnan Kim" jawabnya kemudian.

Namjoon mendengus. Sepertinya ia sudah terbawa suasana dengan dua tahun masa tugasnya mendampingi Ibu Negara. Ia juga bahkan sempat merasa aneh mengenakan kembali seragam militernya seperti sekarang setelah selama ini mengenakan setelan jas hitam rapi. Namjoon sebelumnya telah biasa bertugas di zona demiliterisasi. Ia kali ini ditempatkan kembali di perbatasan paling ujung dari Korea Selatan. Namun, rasanya Namjoon seperti rindu hidup nyamannya di Seoul belakangan ini.

"Pulau Yeonpyeong tidak seburuk itu" ucap Hoseok memberitahu. "Aku awalnya juga sedih dipindahkan kemari tetapi ternyata di sini tidak seburuk yang kubayangkan"

Ya. Namjoon mendapatkan penempatannya di Pulau Yeonpyeong. Secara administratif, pulau ini masuk ke dalam wilayah Incheon. Namun, dari daratan semenanjung Korea sendiri memerlukan jarak tempuh lebih dari 80 kilometer. Lebih dari itu, pulau kecil yang merupakan wilayah paling pinggir dari Korea Selatan ini merupakan daerah zona merah.

Pulau di kawasan Laut Kuning ini tidak diakui oleh Korea Utara sebagai wilayah kedaulatan Korea Selatan. Beberapa kali serangan telah dilancarkan ke wilayah ini. Maka dari itu, pangkalan ini menjadi lahan basah Namjoon untuk membuat pencapaian tugas yang nanti dapat ia ajukan sebagai portofolio kenaikan pangkat menjadi kapten.

"Kau sudah berapa lama bertugas di sini?" tanya Namjoon pada Hoseok lagi.

"Lima bulan"

Namjoon menganggukkan kepalanya. Dari yang ia ketahui, letnan satu yang bertugas di unit infanteri sebelum dirinya dipindahkan ke Busan.

"Kau meninggalkan pacarmu?"

Hoseok agak terkejut mendengar pertanyaan dari komandannya itu.

"Aku memang tidak punya pacar, Letnan Kim" jawab Hoseok disertai cengiran santai.

Rewind [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang