eight

361 43 6
                                    

"Pangkalan kompi Yeonpyeong melapor ke Pangkalan batalyon Northwestern. Per-hari ini telah terevakuasi 937 warga sipil dengan 43 luka ringan, 2 luka berat, 11 meninggal dunia dan 6 dinyatakan hilang"

Namjoon berlari keluar dari dalam mobil jeep militer membelah derasnya hujan angin yang masih saja berlangsung setelah satu hari. Ia mempersilakan Jungkook masuk lebih dulu melalui pintu bunker kemudian ia menyusul. Prajurit militer yang menjaga pintu bunker memberikan penghormatan militer sekilas pada kedua letnan itu setelah ketibaannya.

Yoonji sudah menunggu keduanya di pintu bunker.

Namjoon menatap saudari kembar Yoongi itu dengan perasaan yang berantakan. Namjoon dan Jungkook baru kembali dari pangkalan untuk menghubungi Pangkalan dari batalyon Northwestern yang merupakan induk satuan bertugas mereka. Mereka sudah dua hari dan satu malam terjebak bencana alam badai laut itu dengan kondisi yang serba terbatas. Namjoon dan Jungkook mengirimkan pesan permohonan bantuan pada batalyon mereka.

"Bagaimana??" tanya Yoonji dengan panik. "Batalyon Nortwestern akan mengirimkan bantuan ke sini segera, bukan?"

"Kita diminta menunggu, Letnan Dokter Min" ucap Jungkook dengan nada sendu.

Ekspresi di wajah Yoonji seketika itu tegang menatap pada pimpinan unitnya itu.

"Apa maksudnya, Letnan Jeon?!"

"Kita terjebak di pulau ini" jawab Namjoon lebih dulu karena ia tahu jika Jungkook tidak akan sanggup mengatakannya. "Badai tidak hanya melanda Pulau Yeonpyeong tetapi juga pulau lain seperti Pulau Baengyeong meski skalanya tidak sebesar yang kita alami"

"Kalau begitu minta bantuan ke Incheon!"

Namjoon menggeleng lemah. "Kami sudah mengirimkan permohonan bantuan tetapi dari Incheon baru bisa memberangkatkan kapal besok pagi setelah situasi membaik"

Yoonji menatap tak percaya pada seniornya itu. "Di mana kakakku sekarang?!"

"Senior Yoongi sedang naik patroli" jawab Jungkook pada pertanyaan Yoonji itu.

Ya. Meskipun bencana alam tengah terjadi. Pasukan militer tetap harus melakukan piket patroli rutin. Situasi mereka tidak hanya ada dalam bahaya bencana alam tetapi juga ada dalam kerawanan militer. Markas pusat di Seoul mengirim perintah untuk menaikkan kewaspadaan karena Korea Utara kini tidak terdampak pada badai laut itu. Situasi yang tak stabil di Pulau Yeonpyeong bisa menjadi kesempatan bagi negara sebelah mengirim serangan artileri.

"Harusnya dia bicara pada ayah kami!" desis Yoonji kesal mendengar bahwa kakaknya kini tidak berada di pangkalan militer. "Biar aku yang akan bicara dengan markas pusat!"

"Yoonji-ya!" panggil Namjoon mencegah agar saudari kembar rekannya itu tak nekat pergi. "Kau tidak boleh melakukan hal itu!"

Namjoon dan Yoonji bertatapan tajam.

"Tidak boleh melakukan apa?!" protes Yoonji dengan emosional pada seniornya.

"Saat ini terlalu berbahaya untuk melewati Laut Kuning dengan perjalanan laut ataupun udara karena badai masih berlangsung" ucap Namjoon menjelaskan situasinya. "Kalau kau sekarang mengirim pesan pada Jenderal Min, beliau akan nekat mengirimkan bantuan dan mereka tidak akan sampai kemari lalu justru akan menambah korban"

"Aku tidak menghubungi ayahku sebagai putrinya yang ketakutan di tengah bencana!" geram Yoonji pada seniornya dengan lantang. "Aku menghubungi ayahku karena aku tidak sanggup melihat korban kritis di sini!"

Namjoon terdiam menatap Yoonji yang kini meluapkan amarah padanya. Namjoon bisa paham jika Yoonji begitu emosional karena dia bukan hanya seorang tentara tetapi juga seorang dokter di saat bersamaan. Namjoon mengerti jika sulit bagi Yoonji untuk berpikir rasional sama seperti dirinya.

Rewind [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang