seven

331 43 5
                                    

"Pangkalan kompi Yeonpyeong melapor pada Pangkalan batalyon Northwestern. Terjadi bencana alam jenis badai laut siklon, dini hari ini pukul 01.40 KST"

Namjoon merentangkan kedua lengannya dan merengkuh tubuh dua anak kecil yang kini berdiri di atas meja makan itu supaya masuk ke gendongannya. Ia mengangkat dua tubuh anak kecil itu tanpa merasa terbebani sama sekali. Namjoon bahkan masih mampu setengah berlari membawa anak-anak itu keluar dari rumah sipil yang sudah lebih dulu terendam air laut setinggi setengah meter.

Hari masih gelap gulita pada dini hari. Hujan deras dengan angin kencang juga masih saja terjadi. Guncangan sempat terjadi kembali dengan lebih kuat dan Badan Administrasi Meteorologi sempat mengirim pesan darurat kesiapsiagaan bencana. Namun, tak lama berselang dari pesan dikirimkan, air di laut yang sejak hari lalu sudah naik menghantam dermaga lebih dulu memasuki kawasan permukiman penduduk sipil di pesisir.

Banjir air laut mendadak yang disertai hujan dan angin kencang memperburuk keadaan.

Pangkalan militer Yeonpyeong yang terdiri dari angkatan darat di perbukitan barat dan angkatan laut di pesisir utara langsung turun tangan melakukan evakuasi sipil. Bunker di perbukitan barat yang difungsikan sebagai perlindungan saat terjadi serangan artileri saat ini difungsikan sebagai tempat evakuasi.

Namjoon yang mengenakan seragam militer itu sudah basah kuyup sejak tadi meski telah mengenakan mantel.

Begitu sirene berbunyi nyaring, Namjoon ikut turun menuju ke kawasan permukiman sipil di pesisir selatan hingga timur. Evakuasi telah diprioritaskan untuk kawasan sipil selatan yang berhadapan langsung dengan laut tepi Samudra Pasifik itu. Air laut datang dengan tinggi satu meter menghantam infrastruktur sipil pulau kecil itu, khususnya pelabuhan utama yang nyaris hilang karena ombak.

Rumah-rumah terendam air laut dan bahkan juga merusaknya. Barang-barang penduduk hanyut tidak karuan. Hujan deras dan angin kencang bahkan mulai merusak atap rumah warga dan juga menyebabkan kerobohan bangunan. Suasana evakuasi menjadi makin tegang. Teriakan warga sipil yang meminta bantuan pada pasukan militer terdengar bersahutan. Sementara itu, kendaraan truck personel militer tidak dapat menjangkau permukiman karena air yang deras. Prajurit militer turun langsung mengevakuasi sipil menuju ke area perbukitan dekat gereja.

Dua anak yang saat ini ada dalam gendongan Namjoon itu meringkuk memeluk leher dari sang letnan. Keduanya mengenakan mantel kuning meski tidak sepenuhnya berfungsi karena hujan yang turun sangatlah deras. Air hujan yang mengenai tubuh juga terasa agak menyakitkan. Begitu sampai di kawasan yang lebih tinggi yaitu gereja dan klinik, Namjoon menurunkan anak-anak itu di teras gereja agar tim lain yang mengangkut keduanya ke bunker menggunakan truck militer.

Namjoon berbalik dan menatap ke depan di mana Laut Kuning dapat terlihat. Laut yang biasanya tenang dan indah itu saat ini cukup terlihat mengerikan. Ombak besar bergulung berusaha naik ke daratan. Hujan juga tampak sangat deras di lautan. Angin kencang juga nampak berputar di atas permukaan air itu. Namjoon berlari untuk menyelamatkan lagi penduduk sipil yang mungkin masih terjebak di rumah mereka.

"Namjoon-ah!"

Namjoon menoleh mendengar suara Yoongi yang berteriak lantang padanya. Ia melihat rekannya itu tengah menggendong seorang ibu hamil bersama dengan sersannya.

"Biar kubantu!" balas Namjoon ikut berteriak agar suaranya tidak kalah dengan kerasnya hujan angin diiringi petir menggelegar itu.

Yoongi menggeleng kuat. "Masih ada lansia belum terevakuasi di rumah ujung jalan!"

Namjoon menganggukkan kepala. Ia berlari dengan sekuat tenaga melawan air laut yang menggenang setinggi pahanya itu. Namjoon bergegas memasuki sebuah rumah yang di bagian atapnya sudah setengah menghilang mungkin karena terhempas angin kencang.

Rewind [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang