•Agustus, MMXXIV•
◇사랑하다◇
Lima hari berlalu begitu cepat, rasanya masih teramat kurang waktu kebersamaan yang diarungi bersama Pak Dierja dan juga Eyang. Begitu banyak momen gembira penuh canda tawa yang dilalui selama beberapa hari ini.
Sungguh riang dan menghangatkan hati, namun di lain sisi ada rasa hampa menyelimuti hati Priyaduta.
Tak henti pria itu berandai-andai selama berlangsungnya momen kebersamaan.
Andai Adhikari masih ada, pasti suasana akan kian gembira.
Andai sang mama ikut berkumpul, pasti sukacita kian menjalari.
"Mas, lagi mikiri sesuatu?" Usapan lembut mendarat di lengan Priyaduta, pria itu tengah mengemudikan mobil.
Ia menggeleng pelan. "Gak, kok," sahutnya sambil memutar stir ke kiri memasuki pekarangan vila di daerah Kaliurang.
Tak ada tanya yang diajukan Gayatri setelahnya, ia dan Priyaduta bersiap ke luar dari mobil.
Diantar oleh dua orang staf, keduanya memasuki vila berkonsep bambu yang telah dipesan Pak Dierja untuk mereka.
"Kamu mau di kamar atas atau di kamar bawah?" tanya pria itu setelah keduanya tiba di ruang santai vila.
Mendengar pertanyaan yang mengudara, Gayatri menghentikan kegiatan menilik desain interior vila. "Aku di atas aja, Mas," jawabnya, sedetik kemudian gadis itu tampak berpikir. "Di atas ada dua kamar juga kan, ya?"
"Betul. Kenapa, Sayang?"
"Mas di atas juga, ya. Aku agak takut kalo bobok sendirian di atas."
Priyaduta tertawa kecil. "Iya, Sayang. Kita bobok di atas, ya," sahutnya seraya mengusap puncak kepala Gayatri. "Kamu mau istirahat atau makan siang dulu?" tanyanya kemudian.
"Makan siang dulu, Mas. Abis itu mau bobok. Aku agak ngantuk tapi pengen makan siang dulu."
"Okay. Mas telfon dulu stafnya, ya."
Gayatri mengangguk pelan, sementara Priyaduta bergegas memesan makan siang untuk mereka berdua.
Tiga puluh menit setelah menyelesaikan santap siang, Gayatri segera memasuki kamar, bebersih badan, kemudian membaringkan tubuh di ranjang. Ia teramat mengantuk. Hingga tak perlu menunggu lama, gadis itu sudah berkelana ke alam mimpi.
Benar-benar tertidur pulas hingga subuh menyapa.
Sepasang netra bermanik cokelat terang itu baru terbuka kala alarm berdering kencang. Tepat pukul lima subuh.
Gayatri terperanjat. Gadis itu sigap bangkit dari posisi rebahan. Memadamkan dering alarm, dahinya mengerut dalam-dalam. Begitu keheranan dengan diri sendiri yang tidur tak kenal waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berani Mencinta, Berani Terluka [TAMAT-LENGKAP]
RomanceBerasal dari keluarga terpandang, berpendidikan tinggi, mandiri secara finansial sejak muda, serta senantiasa bertingkah laku sopan tak membuat restu dari calon ibu mertua dengan gampang diraih. Segala cara, segala usaha senantiasa dicoba untuk melu...