29. 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊 𝑴𝒆𝒏𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂, 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊 𝑻𝒆𝒓𝒍𝒖𝒌𝒂

1.6K 115 53
                                    

•Agustus, XXMMIV•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Agustus, XXMMIV•

◇사랑하다◇

Bukan kehangatan yang mengiringi suasana di aula mewah Serendipity Hotel, melainkan ketegangan serta kekalutan. Sudah dua kali Priyaduta tergagap melatunkan kalimat kabul. Pria itu tak mampu menyelesaikannya. Sampai pada akhirnya, Pak Penghulu mempersilakan Priyaduta untuk menenangkan diri selama lima menit.

Namun tetap saja, tetap saja pria itu tak mampu menunaikan kata untuk memperistri Kasandra.

"Ayo, sekali lagi, ya." Pak Penghulu bertutur ramah, barangkali sudah terbiasa mengatasi kegugupan para mempelai saat akan mengucapkan kalimat kabul.

Sekali lagi, Priyaduta dan wali hakim—bertindak sebagai wali nikah Kasandra, sebab ayahnya sudah tiada, pun ia tak memiliki saudara laki-laki kandung, jua tak ingin bersinggungan dengan keluarga pihak ayahnya, maka dari itu ia meminta diwalikan oleh seorang wali hakim—berjabat tangan. Sang wali hakim menutur kalimat ijab dengan begitu lancar, saat giliran Priyaduta yang harus mengutarakan kalimat kabul, mulutnya lagi-lagi tergagap, seolah seluruh kosa kata dalam kepala terhapus dari memorinya.

"Sa ... Saya ...." Berat sekali napas berembus. Lahir dan batin Priyaduta tak siap memperistri Kasandra, wali hakim sendiri merasakan begitu dingin telapak tangan kanan pria itu. "Saya ...."

Kasandra mendengkus kasar sekali. Tak kalah kasar ia menarik tangan Priyaduta hingga terlepas genggamannya dengan sang wali hakim.

Netra perempuan itu berpendar nyalang, namun air mata sudah menggunung di pelupuk, pun nyeri di dada tak dapat dibantah.

"Cukup, Ta!"

Priyaduta tak menyahut, ia bubuhkan tatap tajam ke arah Kasandra sejenak, lalu kembali menjabat tangan wali hakim.

"Aku bilang, cukup, Ta!" Kasandra kembali menarik tangan calon suaminya.

"Apa? Kamu mau apa?!" Bentak tak terelakkan. Kekesalan dan kemarahan yang sudah di ubun-ubun tak bisa ditepis.

Para tamu undangan saling berpandangan. Keheranan melihat kedua mempelai. Bu Laksmi sendiri sudah meremas kedua tangannya, dadanya berdentum tak nyaman.

Sementara Eyang-mewakil kehadiran Pak Dierja- hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Jangan khawatir, Laksmi. Mereka pasti akan menikah," bisik Eyang pada wanita paruh baya di sebelahnya. Pria baya itu mengulas senyum tipis, lalu menepuk pelan mantan menantu yang teramat disayangnya itu.

Sejak dulu, tak sekali pun Eyang sampai hati menyakiti Bu Laksmi. Ia selalu menyayangi Bu Laksmi seperti putrinya sendiri. Bahkan tak ragu, menjadikan wanita paruh baya itu sebagai pimpinan utama JELITA, majalah mode dari anak perusahaan Phavitra Group-bahkan sampai sekarang, walau Pak Dierja dan Bu Laksmi telah resmi berpisah.

Berani Mencinta, Berani Terluka [TAMAT-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang