27. 𝑹𝒆𝒎𝒖𝒌-𝑹𝒆𝒅𝒂𝒎 𝑱𝒊𝒘𝒂, 𝑪𝒆𝒓𝒂𝒊-𝑩𝒆𝒓𝒂𝒊 𝑺𝒂𝒏𝒖𝒃𝒂𝒓𝒊

1.4K 181 70
                                    

•Agustus, XXMMIV•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Agustus, XXMMIV•

‼️READ ME:

Hari ini aku akan double update, bab 27 dan 28 ya, Teman-Teman. Bab 28 akan aku post Jum'at malam (pukul 20.00)
Silakan tinggalkan jejak cinta di kolom komentar dan klik vote-nya, ya.
Yuk, bisa, yuk, Hari Sabtu Mas Duta dan Gayatri akan tamat. 😗

◇사랑하다◇


Sudah tak ada lagi harapan untuk merajut kasih dengan Priyaduta. Hubungan keduanya resmi gugur, menyisakan tandus merasuk ke relung hati. Pilu enggan beranjak, kian hari justru semakin menusuk kalbu. Bukan main hancurnya hingga Gayatri tak sanggup untuk merengkuh puing kelukaan hati. Luka itu sengaja dibiarkan menganga. Luka yang tiada penawarnya.

Lagi bibir indah itu digigit guna meredam lolongan lara. Sepasang tungkai tertatih memasuki ruang santai kediaman keluarga Cokroatmojo.

Bu Kinasih dan Pak Dharma duduk bersisian di atas sofa panjang berbentuk letter L. Mengobrol ringan, sesekali wanita paruh baya itu memukul lengan suaminya tatkala Pak Dharma menyuarakan guyonan garing.

Pemandangan indah yang sedikit banyak menjalarkan kehangatan. Sungguh Pak Dharma dan Bu Kinasih adalah pasangan panutannya. Ia dan Chira, selalu berangan menjalin biduk rumah tangga seperti kedua orang tua mereka.

Namun angan, tinggallah angan, sebab hubungan asmara dengan seseorang yang dianggap belahan jiwa telah karam. Kisah cinta mereka sudah dilarungkan ke lautan lepas.

Tak ada lagi Priyaduta dan Gayatri.
Punah sudah ikatan asmara sejoli yang sampai detik ini masih saling mencintai.

Menyingkirkan ratapan hati, gadis itu kian mendekati Pak Dharma dan Bu Kinasih.

Sambil mengepal kedua tangan, ia memanggil orang tuanya bergantian, "Ma, Pa." Nada suara itu terdengar getir sekali.

"Eh, adek?" Pak Dharma menyambut sang putri dengan gurat kebingungan. "Kok tumben masih baju bobok, gini?" tanya pria paruh baya itu sambil menelisik si putri bungsu yang masih mengenakan baju tidur over size-nya.

Sudut bibir gadis itu melengkungkan senyum samar. "Adek mau bicara sama Mama dan Papa."

"Bicara soal apa, Nak?"

Gadis itu mengerjap-ngerjapkan netra, menghalau agar air mata tak menggunung di pelupuk mata.

Perlahan si gadis jelita menundukkan tubuh. Mendudukkan diri di atas karpet. Kedua orang tuanya saling pandang kebingungan.

Ia sandarkan kepala di atas kaki sang papa yang terjulur ke bawah. Memejamkan netra. Menikmati tiap-tiap duka lara yang mencabik-cabik jiwa raga.

Pak Dharma tak menuntut tanya. Tangannya terjulur mengusap-usap puncak kepala putri bungsunya.

Berani Mencinta, Berani Terluka [TAMAT-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang