•Agustus, XXMMIV•
◇사랑하다◇
Untuk beberapa detik Arvan mengerjap mata takjub sekaligus keheranan. Gadis yang baru saja ke luar dari walk in closet itu terlihat sungguh ... indah. Senyum tipis terlukis di wajah si gadis jelita. Ia memutar tubuhnya perlahan, memamerkan penampilannya pagi ini.
Kebaya brokat kutubaru modern sepanjang lutut berwarna merah maroon melekat di tubuh proporsionalnya. Kilauan swavroski pada kebaya menambah kemewahan, dipadu padankan dengan rok batik wiru bermotif Slobog. Motif batik khas Solo yang biasanya dikenakan dalam momen berkabung.
"Gimana, Van?" Gayatri menanyakan pendapat sang sahabat, senyuman tipis masih tersemat.
"Gorgeous." Pemuda itu berkata jujur. "Tapi mau ke mana? Ke akad Mas Dutita?" tanya Arvan hati-hati. Di dalam sana jantungnya berdebar tak keruan, terlalu takut menyinggung hati Gayatri.
"Iya, dong. Kan aku diundang." Kini senyuman lebar ia paparkan. Senyuman kepura-puraan, begitulah kira-kira pemikiran Arvan.
Pemuda itu memiringkan kepala sejenak. Air mukanya sulit sekali diartikan. Ia tak bisa menyuarakan kata. Beberapa waktu terakhir ini, pemuda itu memang berhati-hati sekali berbicara pada Gayatri. Ia paham betul suasana hati sang sahabat masih tak menentu, oleh sebab itu ia tak ingin kata yang tertutur menyakiti hati sahabatnya.
"Kenapa, Van? Kebayaku kampungan atau berlebihan, ya?"
"Nope. As I said, you are gorgeous." Arvan menegaskan. "But, are you sure want to attend Mas Duta's akad? Gak ntar sore aja pas resepsinya?" Teramat hati-hati Arvan melontarkan pendapat.
Lekat-lekat ia perhatikan wajah Gayatri, tak ada gurat tersinggung di wajah jelita itu. Hanya senyum samar yang terpancar.
"Aku akan datang, Van. Aku gak mau buat Mbak Sandra kecewa karena gak menghadiri akad nikah mereka. Dia udah repot-repot anter undangan secara langsung kan soalnya."
"Yaya." Arvan mendekati sang sahabat. Ia turut prihatin atas badai yang menerpa sahabatnya.
"Aku ambil tas dulu. Cakepnya pake yang mana, ya?"
Arvan tak sanggup mengikuti langkah kaki Gayatri. Di ruangan itu, Arvan yakin gadis itu meresapi segala lara yang mendera. Ia tahu betul, susah payah Gayatri meredam tuaian luka.
Derap langkah kaki memasuki kamar membuat Arvan menoleh, Niken menjejakkan kaki di kamar, ia lantas menyapa pemuda itu sembari mengulas senyuman manis. Senyuman yang diam-diam dikaguminya.
"Yaya mana, Van?" tanya Niken seraya melangkah mendekati Arvan yang berdiri lesu tak jauh dari ranjang.
"Lagi ambil tas, Ken." Begitu lirih Arvan menyahuti pertanyaan perempuan yang sejak pertemuan pertama mereka sudah mencuri hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berani Mencinta, Berani Terluka [TAMAT-LENGKAP]
RomanceBerasal dari keluarga terpandang, berpendidikan tinggi, mandiri secara finansial sejak muda, serta senantiasa bertingkah laku sopan tak membuat restu dari calon ibu mertua dengan gampang diraih. Segala cara, segala usaha senantiasa dicoba untuk melu...