Bab 4. Uring-uringan

876 108 3
                                    

Kembali pada sisi Chika.

Chika baru saja menyelesaikan pekerjaannya, tadi dia juga sudah mengatakan pada manajernya bahwa dia akan kembali kerumah sakit. Memastikan keadaan orang yang telah menolong mereka.

"Chika, ini terakhir kalinya ya kamu jenguk dia. Kakak gak mau ambil resiko, manajemen juga udah siapkan uang kompensasi untuk pengobatan orang itu sampai dia sembuh" kata manajernya sebelum Chika meninggalkan lokasi syuting.

"Kak, serius? dia udah nolongin kita loh kak. Kok kakak tega banget ngomong gitu?" Tanya Chika, merasa tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar dari manajernya ini

"Chika... Ingat siapa kamu dan siapa dia. Oke dia memang sudah membantu kita, tapikan kita juga sudah bertanggungjawab. Dengan menghantarkannya ke rumah sakit dan pilihkan ruang perawatan yang terbaik untuk dia. Jadi itu sudah cukup Chika" balas Anita

"Tapi kak, dia mempertaruhkan nyawanya demi nolong kita loh kak. Aku tau dia ikhlas, tapi tetap saja aku tidak bisa membiarkan orang yang sudah baik padaku begitu saja. Aku masih punya rasa terimakasih yang besar untuk ku ucapkan padanya kak"

"Chika... Kakak cuma ingin melindungi kamu Chik. Coba deh fikir, kalau fans kalian pada tahu, gimana coba? Bukan hanya kamu Chika yang akan di teror oleh para fans. Tapi juga dia, saya, member The FE Girls, dan juga manajemen tentunya. Tolong fikirkan semuanya Chika, jangan egois" Anita berbicara sedikit menekan, agar emosinya tetap teredam.

Anita pun sama seperti Chika, ingin memastikan jika orang yang telah menyelamatkan mereka itu tetap baik-baik saja. Namun apalah daya, manajemen sudah mengancamnya, mau tak mau Anita pun harus mengatakan hal yang sama pada Chika. Idol yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Member The FE Girls adalah adik yang harus dia lindungi, entah bagaimana pun caranya.

Sedangkan Chika terdiam membisu, suasana yang menegangkan itu tercipta begitu saja. Terasa panas, hingga peluh keringat membasahi sekujur tubuh keduanya. Entah lah percakapan yang awalnya ringan, berubah jadi berat dan menguras cukup besar emosi. Chika sendiri bingung, tidak biasanya dia seemosional ini.

"Sudahlah, sekarang biar kakak antar kamu ke apartemen. Tenangkan diri kamu dulu" ujar Anita

"Enggak kak, maaf aku akan tetap menemui dia dulu" tolak Chika, saat Anita hendak melontarkan protesnya, lagi-lagi Chika berucap,

"Terakhir" usai mengatakan itu, Chika lantas melenggang pergi meninggalkan Anita yang masih terdiam, seraya menatap kepergian Chika dengan penuh rasa cemas.

45 menit, adalah waktu yang Chika butuhkan dalam menempuh perjalanannya menuju rumah sakit. Dia menaiki sebuah taxi berwarna biru, yang saat ini sudah menghentikan roda bulatnya tepat di pintu masuk rumah sakit.

Dengan cepat Chika mengenakan semua atribut penyamaran yang selalu ia bawa di tasnya.

Dengan langkah cepat, Chika berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Hingga ia pun tiba di sebuah ruangan. Namun hal ganjil ia rasakan kini, pasalnya disana nampak sedang di bereskan oleh petugas kebersihan.

"Permisi mas, maaf ini pasiennya kemana ya?" Tanya Chika setelah sudah dekat dengan petugas kebersihan itu.

"Oh mas gantengnya udah pulang mbak. Baru saja tadi sore beliau dijemput keluarganya" tuturnya

"Oh begitu, yasudah, terimakasih ya mas"

"Enggeh mbak sama-sama, samperin aja mbak pacarnya. Kasihan loh mbak, tadi aja masih meringis kesakitan gitu" ujar petugas itu kembali.

Chika hanya tersenyum di balik maskernya, mengangguk sekali dengan canggung.

"Maaf mas, tapi dia bukan pacar saya. Kalau begitu saya permisi" usai mengatakan hal itu, Chika pun pergi meninggalkan ruangan yang tadinya di tempati oleh pria yang menolongnya itu.

HANYA MEMUJI (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang