Bab 14

204 26 6
                                    

Shan masih setia memandangi si manis yang sedang menata kue kering yang sudah matang di rak kaca cafe mereka. Mungkin ini sudah beberapa minggu dirinya terus mengamati Deva yang sedang bekerja. Bahkan dia rela mengerjakan semua tugas kuliah dan perusahaannya di awal demi bisa melihat si cantik lebih lama. Kalau kalian berfikir Shan hanya memandang dari dalam mobil itu salah. Justru sekarang dia berada di dalam cafe walaupun harus memakai masker, topi dan kacamata hitam. Jujur dia masih belum siap menemui Deva secara terang-terangan walaupun ada rasa cemburu saat melihat Deva berinteraksi dengan pemilik cafe.

Namun berbeda dengan hari ini. Kali ini dia sudah membawa buket bunga mawar berukuran besar masuk ke dalam cafe. Dia masih duduk mengamati Deva yang kini berjalan menuju pintu luar. Mungkin karena cafe disini khusus menerima catering jadi tidak banyak pelanggan yang datang ke sini. Mungkin di pagi hari ini hanya Shan. Sepertinya Deva agak kesusahan membawa masuk kotak pesanan yang lumayan besar yang baru saja diantar oleh seorang kurir. Secara naluri Shan mendekat dan langsung mengambil alih kotak yang sudah berada di tangan Deva itu. Tolong ingatkan Shan untuk memakai masker dan kacamatanya. Deva diam mematung melihat punggung lebar yang kini memunggunginya berjalan menuju salah satu meja. Shan berbalik lalu bertanya.

"Aku taroh dimana?".

Shan tentu terkejut melihat Deva yang masih mematung di tempat dengan mutiara bening yang sudah hampir jatuh dari matanya. Shan panik lalu mendekat pada Deva.

"Eh? Ada apa?". Tanyanya panik.

"S-shan". Lirih Deva pelan.

Shan langsung gelagapan sambil memegang wajah dan kepalanya. Sial, dia lupa memakai masker dan topinya. Shan kembali mendekatkan diri namun si manis itu sontak mundur.

"J-jangan kesini Shan.. jangan temui Deva nanti masa depan Shan hancur. Deva gapapa, Deva kuat toloong jangan kesini lagi. Shan harus punya masa depan yang cerah".

"Hey, hey Sayang, dengar aku. Aku kesini untuk kamu, mungkin kamu ga sadar kalau selama ini aku selalu ngawasin kamu. Aku minta maaf soal janjiku dulu, tapi kamu harus tau kalau aku benar-benar balik ke sana buat nyari kamu. Mungkin kak Agya ga ngasih tau kamu karena takut kamu khawatir. Tapi aku mohoon terima aku lagi Devaaa.. aku.. hikss .. aku cuma cinta sama kamu. Ga bakal ada yang bisa gantiin kamu".

Salahkah jika Deva gentar dengan pendiriannya ingin melupakan Shan? Saat melihat lelakinya menangis seperti ini rasanya menyakitkan. Dia tidak bohong jika dirinya memang masih memiliki perasaan terhadap Shan, orang yang pernah meninggalkannya. Melihat Deva yang mematung Shan memberanikan diri untuk memeluk tubuh yang jadi berisi itu, mendekap sayang kekasihnya. Namun tiba-tiba sebuah tendangan nyata yang Shan rasakan dari perut Deva. Deva pun merasakan tendangan bayi yang di dalam perutnya semakin kencang. Apa karena ini efek bertemu ayahnya?

Merasakan tendangan itu Shan akhirnya berjongkok dengan menekuk satu kakinya agar wajahnya berada di depan perut Deva. Tangannya mengelus pelan perut yang tertutup hoodie oversize itu.

Buk buk

"Halo sayang, ini papa.. lama ya baru ketemu papa. Maaf ya dek papa baru muncul sekarang.. adek selama ini pinter ya sama mama, dari sekarang sering-sering ketemu papa yaa".

Buk

Buk

Lagi-lagi seakan paham sang anak merespon saat merasakan sentuhan Shan dan juga suara Shan. Seakan paham bahwa papanya lah yang mengajak berbicara. Deva yang melihat itu meneteskan air matanya. Apa Shan tidak akan meninggalkannya lagi? Tak apa kan kalau Deva merasa bahagia dan merasa dicari saat ini?

Shan berdongak menatap si calon ibu tapi lagi-lagi Deva menangis. Shan berdiri dan menghapus air mata Deva dengan jempolnya. "Kok calon ibu nangis, kan udah ada papa sekarang. Jangan nangis lagi ya mama". Shan kembali memeluk tubuh Deva, menghirup aroma yang sudah lama tidak ia rasakan. Aroma Deva itu seperti bayi, Shan suka. Begitupun dengan Deva, dirinya merasa disayang kembali apalagi Shan yang memeluknya seperti sekarang.

***

"Kamu mau mutusin buat tinggal sendiri? Nenek gak mau tau kalau tinggal sendiri harus sama Nasha".

"Gak Nek, aku udah bilang kalau aku ga cinta sama Nasha, bukannya aku setuju bertunangan dengan Nasha karena kasihan. Nenek ga berhak mengatur jalan hidupku aku sudah cukup muak dengan segala aturan nenek yang mengharuskan aku cinta sama Nasha. Nasha itu sekedar teman masa kecil nek".

"K-kamu berani membantah nenek ya Shan". Sang nenek mulai berkaca-kaca.

"Stop nek, aku ga bakal terhasut lagi. Oiya aku mau stop belajar bisnis, mending nenek serahin perusahaan sama Nasha. Toh nenek emang udah seperti neneknya Nasha bukan neneknya Shan".

PLAKKK

"Belajar dari mana kamu bicara tidak sopan begini sama nenek". Kini neneknya menangis setelah melayangkan tamparan pada pipi tirus Shan.

"Nenek tahu sendiri kan aku dibesarkan oleh siapa". Shan tertawa miring. "Dan lagi, ada orang yang aku cintai bahkan sangat.. sudah cukup aku menyakiti dia karena menyetujui keinginan nenek, sekarang ga .akan .ada .yang .bisa .misahin .aku .sama .dia". Ucap Shan penuh penekanan di akhir kalimatnya.

Setelah perdebatan panas antar nenek dan cucu itu akhirnya Shan mengambil cincin emas putih yang ada di sakunya lalu melempar pada Nasha yang juga menyaksikan perdebatan itu.

"Gue kira lo bakal mandiri setelah hidup sebatang kara disini karena ortu lo meninggal di Jerman.. tau-taunya masih aja manja minta ditemenin kesana kemari. Woy gue bukan budak lo. Maafin gue Sha, gue tau lo baik tapi gue gabisa lanjutin semua ini. Gue gasuka sama lo, tapi kalo temanan ayok gue welcome". Ucap Shan, tak peduli dengan Nasha yang juga meneteskan air matanya. Toh mereka juga ga mikirin perasaannya Shan.

***

Deva menggigit bibir bawahnya ketika berhasil meminta izin pada Samuel yang menjadi kakaknya selama di kota ini untuk tinggal bersama Shan. Dia juga sudah memberitahu Agya walaupun Agya banyak memberi wanti wanti tapi akhirnya kakak desanya itu mengiyakan.

"Kamu yakin? Dia kan pernah ninggalin kamu". Ujar Sam khawatir.

"Deva yakin kak Sam, lagi pula anak Deva senang pas ketemu papanya".

Oke kalau sudah bawa urusan anak Sam tentu skakmat. Toh itu anak mereka berdua. Sam bisa apa selain memantau mereka.

"Emang udah dapet rumahnya?". Tanya Sam.

Deva mengangguk lucu, "hmm tadi Shan udah ngasih liat rumahnya, lucu Deva suka. Nanti Deva tanya Shan lokasinya ada dimana biar Kak Sam sama Kak Agya bisa kesana".

Sam menghembuskan nafas dalam, dia khawatir pada adiknya ini. "Oke, tapi tetap hati-hati yaa, kabarin kak Sam setiap saat. Kakak on 24 jam buat kamu".

Lagi-lagi Deva mengangguk girang karena mendapat izin dari kakak-kakaknya.




















Shankara (18 tahun)

Shankara (18 tahun)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓]Falling for U | SanwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang