Bab 25 END

189 21 6
                                    

Shan memandang Ravin lamat menatap sekretaris barunya itu dalam-dalam. Bagaimana bisa dirinya bisa lekas menaruh kepercayaan pada lelaki tinggi tersebut. Sekretaris lama Shan memutuskan untuk mengundurkan diri karena akan segera menikah. Oleh karena itu dirinya menunjuk Ravin sebagai sekretaris barunya, toh kinerja Ravin juga sering mendapat apresiasi, terlebih karena mereka sudah cukup dekat satu sama lain.

"Gue mau nanya nih". Ucap Shan setelah banyak mengamati Ravin.

Ravin yang sedari tadi duduk di sofa dengan sebuah laptop di pangkuannya menatap Shan dengan mengerutkan alisnya.

"Sorry kalo pertanyaan gue ga sopan. Tapi kenapa lo mutusin buat nyari kerja di kota?". Tanya Shan.

Mendengar pertanyaan tak berarti seperti itu dari mulut bosnya, Ravin terkekeh. "Ya karena mau merubah hidup aja sih __di desa kerjanya gitu-gitu aja, paling mentok ya jadi guru". Jawab Ravin.

Shan mengangguk-anggukan kepalanya sembari ber-oh ria. "Terus ortu lo? Gue liat lo kaya ga pernah balik ke desa lagi". Shan penasaran.

Ravin terlihat menghela nafasnya. "Ortu gue cerai, gue tinggal sama bapak gue di desa soal ibu gue gatau dia dimana.. dan lo tau soal kasus Deva dulu? Anak-anak kelas sering ngoceh kalo dia pernah dilecehin orang dewasa kan? Sebenarnya sih hampir dilecehin cuman lo tau sendiri omongan ke omongan itu bakal beda ceritanya". Ravin menatap Shan cemas. "Yang ngelakuin itu bapak gue". Lanjutnya ketir.

Deg. Shan kaku mendengar itu. Jadi, gosip-gosip tentang Deva waktu mereka bersekolah itu benar? Berarti selama ini Deva menyandang semua itu sendirian?

"Sekolah nampak nutup-nutupin kasus itu karena bapak gue itu wakil kepala sekolah". Ravin tertawa remeh. "Jijik ya Shan.. haha __tapi Kak Agya antusias mendatangi sekolah dan meminta pertanggungjawaban oleh pihak sekolah terhadap Deva dan yahh berakhir bapak gue dipecat". Ravin menundukkan kepalanya kembali menatap laptop di pangkuannya. "Dia kabur dan sampai sekarang gue gatau dia dimana.. gue terpaksa ngutang sana sini demi biaya sekolah karena dia pergi tanpa meninggalkan apapun kecuali rumah".

Shan diam, dia tidak menyangka Ravin akan menceritakan sedetail itu padanya. Shan yang mengira hidupnya berat selama ini begitu terpukul mendengar betapa tak kalah mirisnya hidup seorang Ravin ini. Shan mendekat pada Ravin memberi elusan pelan di pundak sekretarisnya itu.

"It's okay.. lo kuat, sekarang udah ada banyak orang baik di sekeliling lo Vin". Ucap Shan menguatkan.

Sedangkan Ravin hanya mengulas senyum tipis. "Yaa gue tau, karena itu gue sebisa mungkin jadi orang baik buat orang-orang baik di sekitar gue".

Shan kembali menepuk-nepuk pundak yang bisa dibilang sahabat barunya itu. Berharap Ravin akan melupakan peristiwa kelam masa lalunya.

"Gimana sama Ganesh?".

Ravin mengulas senyum, berbeda dengan senyum yang agak dipaksakan seperti tadi, kini senyumnya lebih cerah. "Ya menjelang lima bulan berhubungan, gue jadi lebih yakin mau melamar dia". Ucapnya antusias.

Shan yang mendengar itu ikut senang karena dia tahu baik Ganesh maupun Ravin ini sama-sama orang baik. Walaupun Ravin sempat insecure dengan Ganesh yang memiliki segalanya tapi dia tetap berusaha agar dirinya diterima oleh keluarga Ganesh.

"Gue yakin lo bakal diterima Vin".

°•°•°•

"Sayang, jangan ngemilin itu, itu biskuit mama.. punya Ivona ada di toples tuh". Ucap Deva pada balita berumur 1,8 tahun itu.

Badannya susah bergerak dikarenakan usia kandungannya yang sudah memasuki bulan ke 6. Dia kini mau mencoba mengejar sang anak yang antusias berlari membawa sebungkus biskuit khusus ibu hamil sembari tertawa cekikikan merasa mamanya yang sedang mengejarnya. Deva berhenti, nafasnya terengah-engah. Dia mengelap keringat di ujung keningnya. Sedangkan Ivona masih tertawa dan berlari-lari kecil.

"Nak kata papa kalo nakal nanti tangannya digigit daddy shark loh". Ucap Deva mengancam anaknya.

Ivona yang mendengar itu lantas mendekat pada Deva lalu menyerahkan bungkusan biskuit yang tadi dia bawa lari. Wajahnya terlihat cemberut.

"Loh kenapa cemberut". Tanya Deva penasaran.

Bibir mungil yang mengerucut itu berdecak. "Icess nda tacut aa bi sak.. icess cian mama ja". (Incess tidak takut sama baby shark, incess kasian mama aja).

Walaupun masih agak susah dipahami tapi Deva paham maksud anaknya ini. Lalu Deva menuntun Ivona untuk duduk di ruang keluarga sambil mengambilkan cemilan milik Ivona agar tidak mengambil cemilannya lagi. Semenjak kehamilan kedua ini Deva merasa dirinya agak lebih sensitif apalagi soal makanannya yang diambil oleh Shan maupun Ivona.

"Ma.. icess mo iat ido". (Ma, incess mau liat kiddo-panggilan untuk anak keduanya)

Deva tersenyum hangat lalu menuntun tangan mungil anak pertamanya itu ke atas perutnya. Deva bisa merasakan respon kecil dari kiddo saat kakaknya mengelus perut Deva halus.

"Hihii maa.. ido ndang icess". Tawa Ivona melebar ketika tangannya merasakan tendangan kecil di perut mamanya.

Deva mengelus surai bergelombang itu pelan. "Hmm kiddo sayang sama kaka katanya ka". Ujar Deva.

Tak lama sosok lelaki berparas tampan masuk ke dalam ruang keluarga masih memakai kemeja putih yang tangannya digulung sampai siku. Sedangkan kancingnya sudah terbuka hingga dada. Shan mendapati Deva dan juga Ivona yang sedang bercengkrama dengan kiddo. Dia tersenyum hangat melihatnya.

"Wah asik banget ya ngobrolnya sampe ga sadar papa datang". Ujar Shan meletakkan tas kerjanya di atas meja.

Melihat sang papa, balita yang sudah mahir berlari itu langsung berlari kecil ke gendongan papanya. Shan juga senang hati menyambut anak pertamanya itu. Dia duduk memangku Ivona di samping Deva, sambil merapikan poni yang berantakan itu akibat terlalu aktif berlari. "Cerita dong ka, perkelahian apa lagi yang terjadi antara Incess sama mama hari ini". Ucap Shan sambil memberi kecupan kecil pada pipi gembil anaknya.

Mendengar itu Deva terkekeh. "Kaka ngemilin biskuit punya mama pa, mama jadi badmood nih". Deva pura-pura memasang wajah sedih. Dia melihat raut wajah sang anak yang seakan tak terima dengan segala aduan itu. "Apa? Keduluan mama kan ngadunya". Goda Deva pada anaknya yang semakin merengut.

Ivona berkacak pinggang di gendongan Shan. Menatap jengah pada mamanya. "Biwit mama enak api mama pewit". Ucapnya sebal.

Melihat itu Shan maupun Deva lantas tertawa terbahak betapa lucunya Ivona ini ketika sedang kesal. Persis seperti mamanya.

"Hehe liat kiddo, muka kaka kalo lagi kesel". Deva mengelus perutnya masih mengejek Ivona.

Merasa dirinya terus diejek akhirnya balita itu berteriak.

"MAMAAAAAA AHATT PAAAAA". Rengeknya pada Shan yang juga ikut tertawa. Dia semakin menenggelamkan wajahnya pada leher Shan.

"Astagaa tiap hari kaya gini mulu ma? Berantem kalo gaada papa terus pas ada papa berantem rebutan papa, gitu ya?". Shan mengelus pundak anaknya yang masih memeluk erat lehernya. Tangan satunya dia gunakan untuk menarik Deva semakin mendekat.

Deva menyandar kepalanya pada dada sang suami merasakan detak jantung Shan yang selalu berdebar ketika berada di dekatnya. Deva suka itu. Dia senang hidup bersama Shan dan Ivona juga dengan kiddo yang sebentar lagi lahir. Keduanya hanya bisa berharap keluarga mereka terus merasakan kebahagiaan seperti sekarang.

"Aku cinta kamu sayang". Bisik Shan.

Deva mengangguk lalu memejamkan matanya menghirup aroma tubuh Shan dalam-dalam. "aku juga".
























-END-





Mungkin nanti akan ada side storynya

Terimakasih sudah membaca Falling for U sampai selesai..

See you again❤️❤️❤️

[✓]Falling for U | SanwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang