Bab 6

257 32 9
                                    

Tidak tahu apa yang sedang dua sepupu itu pikirkan. Keduanya kini memasang pengumuman di papan tulis kurang lebih tulisannya begini. 'Siapa yang berani menggangu Devananka akan berakhir seperti semut keinjek'. Yang menulis tentu si Ganesh sedangkan Shan sudah menyuapi Deva roti untuk sarapan. Mereka tak menghiraukan cacian dari teman sekelas apalagi geng yang sebelumnya bertengkar dengan Shan.

"Wahh kalian murid baru benar-benar bodoh".

"Lo cuma ketipu sama polosnya dia, dia cuma pura-pura".

Deva sebenarnya tak enak dengan situasi ini. Entah bagaimana gosip seperti itu beredar tapi yang jelas dia ingat bagaimana seorang guru BK pernah ingin memerkosanya di ruangan. Namun, ketika Deva melaporkan ke kepala sekolah, malah Deva yang disalahkan, guru BK tersebut mengatakan bahwa Deva lah yang masuk ke ruangan dengan menggodanya. Deva menggelengkan kepalanya, takut akan bayangan seperti itu terjadi lagi. Karena hal itu dia dikucilkan di sekolah ini, bahkan ada yang tak segan-segan meremas bokongnya saat dia sedang di jalan atau di kantin sekolah.

"Jangan dipikirin, mereka cuma sampah ingetkan". Shan melap sisa selai di ujung bibir Deva yang lagi melamun. Shan tahu jika Deva sedang tak nyaman dengan situasi ini.

Kalau Shan benci rumahnya, mungkin bagi Deva benci sekolah. Shan memaklumi itu.

"Bagi lo semua yang ga buta, udah baca pengumumannya kan? Intinya kalau melanggar bakal habis di tangan kita berdua". Ganesh menunjuk dirinya dan Shan.

"Belagu banget padahal cuma murid baru". Celutuk seorang siswa lain. Di lihat dari tampilannya siswa ini bisa dibilang yang terpintar di sini?

Ganesh mendekatinya yang duduk di tempatnya hingga depan mejanya. "Kenapa kalo gue murid baru?". Tanyanya dengan penekanan.

Siswa itu mendengus sambil terkekeh remeh. "Semua yang ada disini tunduk sama gue, lo harus nyadar kalau disini gue yang berkuasa".

Ganesh tak kalah dengan smirknya. Dia suka momen seperti ini, sangat menantang baginya. Dia semakin mendekatkan wajahnya pada siswa yang bernametag 'Bayu Ravin Mahendra' itu. "Oke, kita buktiin siapa yang menang, kuasa lo atau kekayaan gue?". Bisik Ganesh di telinganya Ravin.

Keduanya saling beradu tatap. Hal itu tak luput dari tatapan Shankara dan Devananka. Mereka tidak mendengar apa yang sedang dua orang itu bicarakan tapi dari tatapan mata keduanya sudah bisa disimpulkan bahwa mereka saling kontra.

Memang apa salahnya melindungi Deva? Toh hal itu tidak merugikan siapa-siapa, batin Ganesh.

Sebenarnya Shan juga bingung dengan sepupunya itu. Tinggal selama seminggu bersama dengan makhluk manis, imut, cantik, mini bernama Deva itu bisa dibuat sepengertian ini. Heran. Yang Shan tahu Ganesh itu manja, bukan artian selalu ingin dituruti tapi dia cukup bergantung dengan finansial keluarganya. Tak ada waktu baginya buat mengurusi hidup orang lain. Tapi, Deva bisa membuat Ganesh memaku atensinya pada dirinya. Aneh memang. Dirinya pun sama. Entahlah Shan merasa Deva itu seperti magnet yang membuat dirinya tak bisa lepas dari kegemasannya.

"Shan melamun? Kenapa?". Kan yang dilamunin malah perhatian sama hal kecil begini.

Shan mencubit pelan hidung mancung si manis. Gemes banget sih. "Gak kok, itu suruh Ganesh kesini". Pinta Shan, soalnya Ganesh masih bertatapan sengit sama Ravin, takutnya cinlok kan jadi buyar.

"Ganesh, sini". Ucap Deva lembut.

Ganesh memutus kontak mata dengan Ravin ketika telinganya mendengar suara indah dan lembut memanggil namanya. Dia menatap Deva yang sudah melambaikan tangannya, dan juga Shan yang memasang muka malas. Abaikan saja yang itu batin Ganesh. Dia menuju tempat duduknya yang berada di belakang tempat duduk Deva dan Shan. Soal tempat duduk sudah diatur oleh Ganesh, ini masalah gampang ibaratnya ada uang urusan gampang.

"Gimana rotinya enak?". Tanya Ganesh pada Deva yang sudah mengangguk senang. Soalnya itu roti yang Ganesh pesan dari kota sebelah.

Ravin yang mendengar pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan orang-orang pada Deva justru membuatnya memutar bola matanya malas.

Gara-gara lo bapak gue jadi pindah sekolah

***

Dua anak manis itu kini sedang mengelilingi taman desa. Jangan dibayangkan taman seperti di kota. Ini hanya sebutannya saja taman, aslinya hanya persawahan yang ada sungai kecilnya. Disana juga ada pondok kecil yang biasanya dipakai untuk petani beristirahat. Karena hari sudah sore jadi tak ada kegiatan apa apa lagi di sawah. Karena itu Shan dan Deva memutuskan untuk beristirahat di sana sambil menikmati angin sore menatap hamparan hijau yang luas serta langit jingga.

Soal Ganesh, lelaki bongsor itu merupakan kaum mageran sejati jadi daripada memilih jadi makanan nyamuk dia lebih memilih luluran di rumah. Maklum anak kota. Terlebih dia juga masih kesal dengan si Ravin itu.

Kembali lagi dengan kegemasan di sawah. Shan menatap lamat wajah indah yang kini memejamkan matanya menikmati hembusan angin sore. Bibirnya berkedut naik menikmati ciptaan tuhan ini. Tangannya bergerak mendekap tubuh yang jauh lebih kecil darinya. Deva cukup terkejut ketika pipinya berada di dada Shan. Apalagi Shan sudah melepas seragamnya hingga menyisakan kaos oblong hitam, membuat Deva semakin mencium aroma tubuh Shan. Hangat.

Wajahnya menongak untuk menatap Shan, tapi..

Cup

Terlambat, kecupan singkat di bibirnya lebih dulu mendarat dari pada matanya yang ingin melihat wajah Shan. Deva malu, wajahnya memerah apalagi dia bisa mendengar suara detak jantung Shan yang tak berbeda dengan detak jantungnya sendiri.

"Deva". Panggil Shan, suaranya sangat lembut sampai Deva hanya bisa menunggu yang Shan ucapkan.

Shan menyingkirkan helaian rambut Deva yang sedikit menutupi matanya, agar Shan bisa menatap lebih dalam mata indah yang juga menatapnya itu. "I think i love you". Sebait kata lolos dari mulut Shan. Kini jantungnya tak karuan setelah mengatakan itu pada Deva.

Deva juga tak kalah terkejut. Pipinya memanas, jantungnya juga semakin berdetak cepat. Dia bingung dengan dirinya, tapi rasa dirinya seperti ingin menari karena bahagia. Shan masih menatap dirinya, matanya terpejam ketika Shan mulai mendekat pada wajahnya. Deva sudah mengerti moment ini, dia siap. Entah sejak kapan tangannya mulai memeluk leher Shan ketika bibir keduanya saling melumat satu sama lain.

Shan melepas tautan keduanya ketika Deva menepuk dadanya pelan. Dia menyapu sisa salivanya yang ada di bibir Deva. Mata Deva sayu, bibirnya memerah karena isapan kuat darinya. Tak salah kan jika Shan ingin lebih?

"You're so beautiful mine". Shan kembali melahap ranum merah muda itu dengan lebih berani ketika Deva menatapnya seperti ingin diberi afeksi lebih dari sekedar ciuman.





















"Angghh"

"Sshhh ugh"

Matahari tenggelam menjadi saksi cinta mereka serta suara keduanya yang membuktikan betapa bahagianya mereka saat ini.



























Btw kalian ada saran gak, siapa yang cocok jadi Ravin???

[✓]Falling for U | SanwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang