"Bisa berhenti menghubungiku? Wanitaku sedang sakit!"
"Kau baik-baik saja?"
"Pertanyaan macam apa itu?"
Di seberang sana, si penelepon menghela napas kasar. "Aku bertanya baik-baik, Jarden. Kau dan wanita itu baik-baik saja?"
"Yang kau sebut wanita itu adalah wanitaku! Bisakah menyebutnya dengan benar, Jayden?!"
"Ya, apa kau dan Amelie baik-baik saja?" Jayden selalu mengalah jika berhadapan dengan Jarden, tidak jika dia berhadapan dengan orang lain.
"Selalu baik-baik saja! Kau kurang kerjaan sekali menanyakan tentang aku dan wanitaku!"
"Baguslah kalau baik-baik saja, jika sesuatu terjadi, hubungi aku."
"Aku bisa melakukan semuanya sendiri, kau tidak perlu repot!"
"Alina biar aku yang urus,"
"Kau .... Mengenalnya?"
"Ibunya bekerja di kediamanku, fokus saja pada kesembuhan Amelie."
Jarden terdiam sejenak, "Thanks, Jay."
Di seberang sana, Jayden tersenyum kecil mendengarnya. Dia mengangguk meski tahu Jarden tak melihatnya, setelah itu, dia memutuskan panggilan dengan pandangan kembali berpusat pada layar laptop yang mempertontonkan suasana di dalam kamar Alina. Ya, yang mengirim pesan dan video pada Alina adalah Jayden.
"Tuan,"
"Ada apa?"
"Bagaimana kelanjutan perintah Anda?"
Jayden memutar kursi kebesarannya, menghadap ke arah tangan kanan sekaligus asistennya. "Aku sebenarnya malas membuang waktu mengurus lintah seperti jalang itu,"
"Saya akan bergerak sesuai perintah, Tuan."
"Buat dia cacat,"
"Akan saya lakukan,"
Setelah kepergian orang kepercayaannya, Jayden mengambil sebuah figur foto dari dalam laci meja kerjanya. Dia tersenyum melihat senyum yang terukir, "Bu. Aku akan menjaga Jarden, memastikan kebahagiaan, kenyamanan, juga keamanannya dengan mempertaruhkan nyawaku seperti janjiku padamu, Bu. Tolong bantu aku dari atas sana, aku menyayangimu."
Mereka terpaut hanya 5 tahun, tapi Jayden benar-benar seperti mendapat titah untuk menjaga adiknya yang juga sudah dewasa dan sebenarnya tak butuh dia jaga. Tapi di mata Jayden dan mendiang sang Ibu, Jarden tetaplah anak kecil yang nakal dan ceroboh. Dia harus di jaga dengan siaga jika tak ingin celaka atau membuat ulah yang memusingkan.
"Tuan?"
Jayden kembali memasukkan figur fotonya ke dalam laci, "Ada apa?"
Seorang wanita yang belasan tahun disisinya sebagai sekretaris kini melangkah mendekat, duduk di kursi depan meja kerja Jayden. "Aku ingin bicara sebagai temanmu, bukan sebagai bawahanmu." Dia menatap tepat pada kedua mata Jayden yang selalu menyorot tajam sekitar.
"Ada apa?"
Dia menghela napas berat, "Kau juga manusia, Jay. Jangan berlagak seperti robot yang tiada lelah bergerak kecuali mati total,"
"Apa tujuanmu bicara?"
"Aku tahu kau menyayangi Jarden sebagai Adik satu-satunya, sebagai keluarga satu-satunya yang kau prioritas kan. Tapi bisakah kau juga memprioritaskan dirimu sendiri? Kau butuh bahagia, tidak cukup dengan membahagiakan Adik terus menerus saja."
"Jangan ikut campur terlalu dalam, tinggalkan ruanganku sekarang."
Sang sekretaris berdiri dari duduknya, dia memejamkan mata sejenak sebelum pergi meninggalkan Jayden yang tak acuh pada ucapannya. Bagi Jayden, tak ada yang berpengaruh selain ucapan dari pita suaranya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelahiran Kembali Amelie Elysia (Hiatus)
FantasiaAmelie Elysia pikir, hidupnya akan indah seperti alur novel. Tapi kenyataannya berbanding terbalik, dia terombang-ambing dengan segala badai masalah yang akhirnya .... Membawa dia kembali ke masa lalu sebelum perubahan utama dalam hidupnya terjadi...