Hendak Berlabuh 'Jauh'

2.7K 171 25
                                    


Part SPECIAL hari kemerdekaan🔥

Sekaligus permintaan maaf juga karena part sebelumnya pendek bngt:)

Jangan lupa pencet bintangnya⭐

Selamat membaca🤍

••••

Siang ini, tanpa diduga siapapun, Atmadja ingin bertemu bi Leni di kantin rumah sakit. Selain mengajaknya makan siang, Atmadja juga berkata pada wanita itu bahwa ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Maaf, ada hal penting apa ya, Tuan?" tanya bi Leni setelah mengelap mulutnya dengan tissue di sana. Mereka baru saja menyelesaikan makan siang, dan bi Leni penasaran hal penting apa yang ingin Atmadja bicarakan.

Atmadja menatap wanita yang telah lama mengabdi untuk bekerja di rumahnya bahkan sebelum ia dan Ariesta menikah. Ia terdiam sebentar, lalu mengatur nafasnya.

"Bi Leni menyayangi Abian?" Pertanyaan tersebut membuat bi Leni heran.

"Tentu, Tuan."

Atmadja mengangguk. Tak ada keraguan sedikitpun dari jawabannya. Bi Leni menjawab cepat tanpa berpikir lebih dulu. Hal itu menjadi bukti kuat betapa bi Leni peduli pada anak kandung Ariesta.

"Saya sudah menyiapkan rumah besar di kota kelahiran Bibi." Atmadja masih menatap bi Leni tegas. "Jogjakarta."

Perasaan bi Leni tiba-tiba tidak enak. Ia memberanikan diri untuk bertanya lebih. "Maksudnya bagaimana, Tuan?"

"Sudah waktunya Bi Leni menikmati masa tua di sana."

Bi Leni terhenyak. Ia sepertinya sudah paham arah pembicaraan ini ke mana.

"Tuan, saya—"

"Cukup. Bi Leni sudah cukup mengabdi pada keluarga saya." Atmadja tak membiarkan bi Leni meneruskan ucapannya.

Bola mata bi Leni membesar. Jantungnya tak berdegup normal. "Tuan, saya... saya dipecat?" tanyanya tercekat.

Atmadja terkekeh. "Bagi saya ini bukan pemecatan. Saya hanya merasa bi Leni sudah cukup untuk mengabdi. Sekarang waktunya Bibi mengistirahatkan diri di kampung halaman."

Perkataan Atmadja semakin menghimpit dadanya. "Apa karena saya menyayangi Abian seperti anak saya sendiri, Tuan?"

Kedua alis Atmadja bertaut. "Bahkan saya tidak mengatakan itu."

"Tapi saya yang membiayainya sekolah, Tuan. Bagaimana bisa saya pergi dari kota ini?" Bi Leni berusaha untuk tidak mengabulkan keinginan Atmadja.

Helaan napas terdengar. Atmadja memberi senyum kecil padanya. "Saya yang akan membiayainya. Saya yang akan mengurus keuangannya."

"Lagi pula uang bi Leni tidak seberapa dan terkesan terlalu nekat untuk menyekolahkan Abian di tempat yang sama dengan Elang." Atmadja berkata realistis.

Bi Leni menundukkan pandangan. Jadi, ia harus meninggalkan Abian sendiri di Jakarta? Di rumah besar Atmadja?

Nanti, siapa yang akan memeluk anak itu ketika takut melanda? Siapa yang akan peduli pada goresan luka anak itu? Siapa yang akan meyakinkan Abian untuk tidak menyerah pada takdir di setiap rasa putus asa menghampirinya?

Siapa yang akan... menjadi ibu kedua untuknya lagi?

"Saya... saya tidak bisa, Tuan. Saya mohon, Tuan. Kasih saya kesempatan untuk bekerja lebih lama di sini." Bi Leni masih tak berani untuk meninggalkan Abian begitu saja. Rasanya seperti membiarkan Abian terbunuh sendirian di sini.

Sudut Luka Atharrazka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang