JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN UNTUK MENDUKUNG KARYA INI💝
Selamat membaca🐣
Bagaimanapun, realitanya adalah para manusia akan melakukan apapun demi lembaran uang yang sangat membutakan mata. Berlomba untuk menjadi kaya, tanpa peduli cara memanusiakan manusia.
-Kenapa Aku yang Menerima Karma-
•••••
Makan malam di kediaman Atmadja kali ini bukan hanya terisi dua orang saja—Atmadja dan Elang, karena ada anggota keluarga Gutama yang baru saja datang siang tadi.
Orang itu adalah wanita yang sudah berumur tua tapi tetap saja terlihat elegan. Penampilannya modis, tak kalah memukau dari penampilan para remaja di jaman sekarang.
Kerutan sama sekali tak menghalau keindahan wajahnya yang sedari muda selalu dimanjakan dengan berbagai perawatan.
Wanita itu adalah Gilda Gutama. Dia, wanita yang melahirkan Atmadja ke dunia ini. Dia, oma dari Elang yang sudah memilih untuk menetap lama di Skotlandia, lebih tepatnya di kota Edinburgh karena rasa nyaman yang menyergapnya di sana.
"Elang, nanti kalau libur sekolah ikut oma ke makam opa, ya?" pinta oma Gilda memecah keheningan di antara mereka.
Elang tersenyum tipis, "Pasti Oma."
Ayah dari Atmadja, Pramatya Gutama, sudah meninggal sejak Elang berumur 13 tahun dan tak lama dari itu, setahun kemudian oma Gilda memutuskan tinggal di luar Indonesia untuk menikmati masa tuanya.
Oma Gilda ikut tersenyum mendengar jawaban Elang, tapi tiba-tiba senyumnya menjadi masam saat mengingat satu nama menganggu pikirannya.
"Atmadja, kenapa anak hasil nafsu almarhumah wanita itu masih ada di sini? Kamu tuh sayang dia atau bagaimana?" tanyanya langsung pada Atmadja dengan nada tegas dan terserat rasa tidak suka.
"Biarkan dia di sini," balas Atmadja tenang. Tidak ikut terpengaruh arus emosi dari sang ibu.
Oma Gilda tak puas dengan jawabannya. Ia berkata, "Kenapa kita ngga taruh dia aja di panti asuhan?" sarannya.
"Panti?" kini Elang mengeluarkan suara.
"Iya. Tidak usah repot-repot memberinya tempat tinggal di sini. Papamu itu bersikap terlalu baik pada manusia hina itu!" katanya pada Elang, mencemooh Atmadja dengan halus di saat yang bersamaan.
Atmadja menggelengkan kepalanya. "Aku yang terlalu baik apa Ibu?" tanyanya yang membuat oma Gilda tak mengerti.
"Jika dia tinggal di panti asuhan, justru hidupnya akan berjalan begitu saja. Tidak ada karma yang dia dapati dari masa lalu ibu kandungnya," jelasnya pada sang ibu.
Elang berpikir sejenak, lalu setuju dengan pemikiran Atmadja. "Bener apa yang dibilang papa, Oma. Dia keenakan kalo tinggal di panti," sahutnya.
Tak lama, Oma Gilda mengangguk-anggukan kepalanya setuju. Anaknya itu memang cerdik.
"Yaudah deh, atur aja rencana kamu."
Atmadja meletakkan gelas berisi air putih yang baru saja diminum. "Memang harusnya seperti itu. Aku tau bagaimana cara memperlakukannya. Jadi jangan berpikir dengan memberinya tempat tinggal, dia bisa hidup dengan bebas sesukanya."
Makan malam tersebut, diisi dengan ketiga manusia yang menganggap kehadiran Abian sebagai benalu, membincangkan topik kebencian dan haus akan balasan terhadap anak yang harus dipaksa merayakan dukanya segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Luka Atharrazka
Fiksi RemajaAbian Atharrazka. Anak yang dipaksa menerima karma dari perbuatan dosa ibu kandungnya. Kekerasan, caci maki, serta banyak hal keji selalu mengelilingi langkah hidupnya. Dia, seolah terlahir hanya untuk menerima rasa sakit. Kakinya sudah tertatih le...