Sayatan Duka

2.7K 262 49
                                    

VOTE+KOMEN BIAR AKU SEMANGAT🙌🏻🔥🔥🔥

Selamat membaca🤍

••••

Bi Leni meninggal dunia.

Deretan kata tersebut, menjadi pesan duka besar bagi Abian pagi ini.

Mba Asri yang mengabarinya. Kabar ini tersebar dari orang yang menjaga bi Leni di Jogjakarta. Katanya, bi Leni meninggal karena serangan jantung beberapa saat setelah bangun tidur.

Semuanya merasa sedih. Begitu pun Abian.

Abian, lelaki itu... mengunci dirinya di dalam kamar. Terduduk sendirian di lantai dan bersandar pada dinding. Kedua tangannya berlipat di atas kedua lutut yang ditekuk. Matanya menatap ke arah bawah, enggan mengalihkan pandangan ke mana pun.

Padahal, baru saja ia mampu untuk sedikit bangkit dari keterpurukannya.

Baru saja.

Tapi takdir kembali menekannya untuk tenggelam lebih dalam.

Sangat dalam, sampai Abian bingung harus bereaksi seperti apa sekarang.

Haruskah Abian menangis? Meraung hebat atas setiap rasa patah dan kehancurannya hari ini? Atau... berteriak kencang dan marah pada segala hal seperti di rumah sakit waktu lalu?

Abian benar-benar tidak tahu harus apa. Ia bahkan tidak bisa melihat jasad bi Leni untuk yang terakhir kalinya.

Bi Leni, sudah jauh. Sangat jauh. Abian tidak bisa menemuinya lagi.

Tidak ada lagi tangan hangat yang Abian cium untuk meminta doa restu di setiap paginya. Tidak ada lagi orang yang mengkhawatirkan Abian hingga meneteskan air mata.

Tidak ada lagi.

Semua hal tentang bi Leni tidak ada lagi.

"Nanti kita cari tau lagi tentang nyonya Ariesta, ya?"

"Kita berusaha cari tanggal ulang tahunnya lagi, supaya setiap tanggal itu dateng, kita doain dan makan kue bareng di sini."

Bohong.

Bi Leni pembohong.

Ke mana bi Leni sekarang? Wanita itu pergi dan meninggalkan Abian di sini. Bi Leni tidak membantunya untuk mencari tahu banyak hal tentang ibu kandung Abian dan makamnya.

Bi Leni menyusul ibu kandungnya dan sekarang Abian juga tidak tahu di mana makam bi Leni.

"Abian, kenapa? Kok sedih?"

"Di ulang tahun Juna tadi, ada yang bisik-bisik di belakang Abian. Katanya, kado Abian payah, kaya orang ngga punya ibu aja. Gitu."

"Lho, siapa yang ngomong gitu?"

"Candra."

Memori masa kecil terbayang jelas di kepala Abian. Saat itu, bi Leni marah dan hendak menemui Candra untuk memberinya peringatan di sekolah keesokannya, tapi Abian melarang, ia tidak mau masalah kian membesar dan berdampak ke banyak hal.

Ia tidak mau bi Leni berurusan dengan orang lain karena dirinya. Ia tidak mau bi Leni dipandang buruk oleh orang tua murid lainnya.

Di hari ibu pun begitu. Abian tidak ingin bi Leni repot-repot menemaninya di sekolah.

Jika Elang merayakan hari ibu ditemani dengan Atmadja, maka Abian adalah orang yang menyaksikan perayaan hari ibu dengan berdiam diri sendirian.

Abian menyaksikan perayaan hari ibu dengan hati yang patah seorang diri. Berusaha ikut tersenyum dan berbahagia kala air mata terus meminta keluar dari kedua pelupuk matanya.

Sudut Luka Atharrazka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang