Jangan lupa vote dan komen🤍
Selamat membaca🤍
•••••
"Udah, perkataan den Elang tadi pagi ngga usah dipikirin."
Mba Asri menatap Abian yang sedang meneguk segelas air. Mereka berada di dalam kamar Abian siang ini.
"Untung aja nyonya besar udah balik ke luar negeri. Coba kalo belum? Pasti dia ngadu yang aneh-aneh sama tuan Atma," tambahnya.
Abian diam dan tak membalas apapun. Entah apa yang dipikirkan anak itu, tapi mba Asri ingin membicarakan suatu hal.
"Abian," panggilnya, membuat Abian menatap ke arahnya.
"Menurut mba Asri..."
Kalimat mba Asri tergantung, hal itu membuat Abian mengerutkan dahinya.
"Kenapa?"
"Menurut mba Asri, den Elang tuh khawatir sama kamu tadi pagi."
Abian terdiam sebentar, lalu tertawa pelan setelah menyadari satu hal.
"Ngga mungkin lah, Mba. Den Elang tuh pengen banget Abian ngga ada di dunia ini," ujar Abian, merasa mba Asri salah menilai Elang.
"Tadi pagi tuh beda, Abian!" Mba Asri masih mempertahankan opininya.
"Den Elang dateng ke depan kamar kamu sambil gedor-gedor pintu sampe dahinya keringetan. Mukanya kaya orang ketakutan."
Mba Asri mengingat betul kejadian pagi tadi. Ia menemui Elang dan mengatakan,
"Den Elang, Abian ngunci dirinya di kamar, tolong lakuin sesuatu biar Abian ngga ngelakuin hal yang bisa—"
Bahkan kalimatnya terpotong karena Elang sudah lebih dulu berlari ke depan kamar Abian.
Elang mendatanginya, menggedor pintu kamar Abian dan terus memanggil Abian untuk membukakan pintu.
Mba Asri melihat jelas bagaimana raut wajah Elang saat itu. Sungguh terlihat khawatir dan penuh kegusaran. Begitu terlihat takut jika Abian melakukan hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri.
Ia bisa menjamin hal itu. Ia yakin, Elang benar-benar khawatir pada Abian. Sangat terlihat jelas perbedaan wajah manusia jika hanya sekadar marah dan disertai kekhawatiran.
Semua orang juga tahu bagaimana bedanya. Terlebih, wajah Elang terlihat merah dengan keringat yang memenuhi pelipisnya.
Elang, lebih seperti seorang kakak yang mengkhawatirkan keadaan adiknya.
Sungguh berbeda pada saat dulu lelaki itu mengomel hebat pada Abian. Wajahnya memang penuh kekesalan dan amarah. Tapi sekarang, ketakutan juga ikut melukis rautnya.
Pada saat ingin menonjok Abian pun begitu. Bukan hanya amarah yang terlihat, tetapi juga seperti ada rasa kecewa di dalam dirinya.
Semua itu, yang mba Asri lihat tadi pagi.
"Den Elang itu marah, Mba. Bukan khawatir," jelas Abian.
Mba Asri menghela napas. "Marah dan khawatir tuh beda tipis, Abian."
"Banyak lho, orang yang saking khawatirnya tuh sampe marah-marah. Siapa tau den Elang ternyata kaya gitu?"
Abian menggeleng kecil. "Ngga, Mba. Itu pemikiran Mba Asri aja."
"Emang ada orang khawatir sampe nonjok-nonjok orang yang dikhawatirin?"
Mba Asri terlihat berpikir sebentar. "Ngga tau sih, tapi pasti ada. Iya, Pasti ada orang kaya gitu," jawab mba Asri, masih mempertahankan opininya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Luka Atharrazka
Teen FictionAbian Atharrazka. Anak yang dipaksa menerima karma dari perbuatan dosa ibu kandungnya. Kekerasan, caci maki, serta banyak hal keji selalu mengelilingi langkah hidupnya. Dia, seolah terlahir hanya untuk menerima rasa sakit. Kakinya sudah tertatih le...