Bab 3

2.9K 103 0
                                    

Happy reading...

Kedua wanita itu langsung terdiam dengan wajah pucat, dan secara refleks mereka menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria berpakaian rapi dengan kemeja hitam berdiri di belakang mereka, menatap mereka dengan sorot mata tajam.

"Pak Andra?"

Pria bernama Andra itu masih melempar tatapan tajamnya. Sementara itu, Rania bangkit dari duduknya dan ikut menundukkan kepala.

"M-maaf, Pak. Bapak salah paham. Kita tidak membully Rania, tadi saya tidak sengaja menendang tangannya," ucap Sarti. Nada bicaranya sangat berbeda saat berbicara dengan Rania tadi. Kali ini ia tampak tak berdaya.

Andra menghela napas. Ia mengeluarkan kedua tangannya dari saku jas sambil berkata, "Ikut saya ke ruangan Presdir."

Kedua wanita itu semakin panik. Rania yang juga takut pun mencoba untuk membela mereka.

"Pak, saya rasa ini tidak perlu dibesar-besarkan. Saya baik-baik saja, kok. Mereka tadi hanya tidak sengaja," ucapnya sambil tersenyum canggung.

Saat Andra akan kembali berbicara, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia pun mengurungkan niatnya dan memilih untuk mengangkat teleponnya.

"Baik, saya akan segera ke sana," ucapnya.

Setelah menutup panggilan, Andra kembali menatap Rania dan kedua wanita itu.

"Kali ini kalian lolos. Lain kali jika saya melihat hal seperti ini lagi, saya tidak segan untuk membawa kalian ke hadapan Presdir," ancamnya. Membuat kedua wanita itu langsung mengangguk dengan wajah ketakutan.

Rania melanjutkan pekerjaannya dengan lebih tenang setelah Andra dan kedua wanita itu pergi. Saat ia membersihkan lantai, pikirannya kembali terfokus pada bocah yang sempat ia temui. "Kayaknya itu papanya si Acel deh," gumamnya.

Hampir satu jam, Rania membersihkan ruangan sebesar itu seorang diri. Karena tadi pagi ia belum sarapan dan perutnya hanya kemasukan air satu gelas, jadi ia sangat kelelahan sekarang.

Ia duduk di kursi sambil mengusap keringatnya. Tak lama kemudian, seorang bocah kecil yang selalu ia temui kembali terlihat dan berlari menghampirinya sambil membawa satu bungkus roti.

"Buat Tante," ucap bocah itu seraya memberikan rotinya pada Rania.

Rania tertawa kecil. Ia menerima roti tersebut dan berkata, "Terima kasih, Acel."

Bocah itu mengangguk. Kemudian Rania membuka bungkus roti tersebut sambil bertanya, "Kok Acel tahu kalau Tante lagi lapar?"

Bocah itu mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu. Tadi Acel dikasih Papa, tapi Acel nggak suka, makanya Acel kasih ke Tante," jawabnya.

Rania tersenyum, lalu menyuruh bocah itu untuk duduk di sebelahnya.

"Acel nggak malu duduk di samping Tante?" tanya Rania.

Bocah itu menatap Rania dengan wajah polos. "Malu kenapa?" tanyanya balik.

Sambil mengunyah rotinya, Rania menjelaskan, "Tante 'kan jelek, kotor, bau lagi."

"Enggak, kok. Tante cantik, mirip Mama Acel," ucapnya, yang berhasil membuat Rania langsung berhenti mengunyah.

"Emang iya?" tanya Rania.

Bocah itu mengangguk. "Tapi Mama Acel gendut. Acel lihat fotonya di dompet Papa," jelasnya.

Rania tertawa kecil. Ia lanjut memakan rotinya lagi sambil sesekali mengajak Acel berbicara.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang