Bab 19

1.7K 78 4
                                    

Happy reading...

Dua hari telah berlalu, kini tiba saatnya Davin membuka acara peresmian taman hiburannya di panti asuhan lentera hati. Dengan penuh semangat, Davin menaiki mobil mewahnya bersama Airin sang Putra.

Pagi ini, Bapak dan sang anak itu berdandan dengan sangat tampan sekali. Wajahnya segar dan cerah, rambutnya licin berkilau, dan setelan jas yang mereka gunakan terlihat sempurna.

"Bagaimana dengan Rania?" tanya Davin sambil merapikan sabuk pengamannya.

Airin yang duduk di belakang bersama Axel menjawab, "Sudah saya bujuk, tapi tetap tidak mau."

"Kita jemput ke kantor sekarang," ujar Davin.

Airin hanya bisa mengangguk pasrah. Mau atau tidak mau, itu biar menjadi urusan Davin nanti. Yang jelas, ia kemarin sudah membujuk Rania sampai lelah sendiri.

Mobil pun melaju dengan cepat menuju kantor. Setibanya di sana, Davin segera turun dan melangkah menuju pintu masuk, diikuti oleh Airin dan Axel. Mereka berjalan melewati lobi yang ramai, dikelilingi oleh pegawai yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"Di mana Rania?" tanya Davin pada Airin.

"Saya sudah menghubungi Pak Fadil. Katanya, Rania sedang berada di lantai tiga," jawab Airin sambil berusaha mengimbangi langkah Davin yang begitu cepat.

Davin mengangguk. Pintu lift sudah terbuka lebar menyambut mereka bertiga. Mereka pun segera masuk dan memencet tombol menuju lantai tiga.

Setibanya di lantai tiga, mereka keluar dari lift dan melihat koridor yang sepi. Karena di lantai ini hanya diisi beberapa ruangan saja, jadi mereka tidak perlu khawatir jadi tontonan, karena penghuninya tidak terlalu banyak.

"Itu Tante Rania!" seru Axel sambil menunjuk Rania yang sedang membersihkan kaca ruangan.

Davin segera melangkah mendekati Rania, diikuti oleh Axel dan Airin di belakangnya.

"Rania," panggil Davin dengan suara maskulinnya.

Rania tersentak kaget saat melihat kedatangan Davin bersama anak dan pengasuhnya. Ia pun buru-buru meletakkan kain lapnya dan merapikan bajunya yang sedikit berantakan.

"Eh, ada apa ya, Pak?" tanyanya sambil tersenyum canggung.

"Ikut saya," ujar Davin.

Rania menatap Airin, seolah mencari jawaban dari ekspresinya. Namun Airin hanya diam saja.

"Ikut saya datang ke acara peresmian di panti asuhan," ujar Davin lagi.

Rania tersenyum canggung. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa," ucapnya dengan wajah tak enak.

"Saya tidak menerima penolakan, Rania. Tinggalkan pekerjaanmu dan ikut saya sekarang!" tegas Davin, membuat Rania langsung mengerucutkan bibirnya kesal.

Belum sempat Rania melayangkan protesnya, Airin sudah menggenggam tangannya dan membawanya berjalan mengikuti Davin.

Rania menghela napas, bibirnya mengerucut menahan kesal. Ia yakin, setelah ini, dirinya pasti akan menjadi bahan gunjingan di seluruh penjuru kantor. Karena ia melihat ada beberapa orang yang mengintip dari dalam ruangan.

Namun sebenarnya itu belum seberapa. Mental Rania mulai terguncang saat ia tiba di lantai dasar dan keluar dari lift yang sama dengan Presiden Direkturnya.

Jangan tanyakan bagaimana tanggapan orang-orang, rasanya Rania ingin meminjam pintu Doraemon dan pergi dari sana. Sungguh tajam sekali tatapannya, Rania sampai tidak berani mengangkat wajahnya dan lebih memilih menunduk sampai tiba di mobil presdirnya.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang