Bab 20

1.5K 84 3
                                    

Happy reading...


Rania menoleh terkejut, menatap anak laki-laki itu dengan tatapan bingung. "Kamu siapa?" tanyanya.

Anak itu hanya tersenyum. Saat Rania akan bertanya kembali, dia langsung pergi dan berlari memasuki rumah panti.

"Dasar aneh," cibir Rania.

Rania menyandarkan tubuhnya di tali ayunan, membiarkan tubuhnya terayun pelan seiring hembusan angin. Pandangannya menerawang jauh, mencoba mengurai ingatan yang seolah terselubung kabut tebal.

"Tante, dipanggil Papa," ujar Axel.

Mata Rania mengikuti langkah Davin yang sedang berjalan bersama banyak orang menuju tanah kosong yang akan dijadikan taman hiburan.

Rania berdiri dari ayunannya, kemudian menggandeng tangan Axel dan mengajaknya menyusul mereka.

Rania dan Axel berdiri di samping Airin. Mendengarkan Davin yang sedang memberi sambutan.

"Taman hiburan ini saya bangun atas keinginan dan permintaan istri saya beberapa tahun yang lalu. Dia sangat menyayangi anak-anak di panti ini dan berharap anak-anak bisa merasakan kebahagiaan yang sama seperti anak-anak yang lain."

Davin melanjutkan, suaranya sedikit bergetar. "Di manapun istri saya berada sekarang, saya harap dia merasa bangga karena saya sudah berhasil mewujudkan keinginannya. Semoga dengan adanya taman bermain ini, anak-anak bisa bermain, belajar, dan tumbuh dengan penuh keceriaan. Meskipun sederhana, tapi saya yakin, ini sudah lebih dari cukup untuk menghibur anak-anak semua."

Davin menatap ke arah anak-anak yang berkumpul, senyum tulus menghiasi wajahnya. "Saya berharap, ketika kalian melihat taman hiburan ini selesai, kalian akan merasakan kasih sayang yang dia tinggalkan dan tahu bahwa ini adalah tempat untuk kalian semua. Mari kita bangun kenangan indah di sini bersama-sama."

Tepuk tangan riuh menggema, dan suasana menjadi semakin hangat. Rania yang mendengarkan, merasa haru melihat komitmen Davin untuk mewujudkan impian istrinya tersebut.

"Dia benar-benar mencintai istrinya," ucap Rania dalam hati.

Setelah sambutan berakhir, anak-anak berlari mendekati Davin, memeluknya dan berebut mencium tangannya.

Melihat pemandangan itu, Rania tersenyum haru. Ternyata, Davin hanya terlihat dingin di luar, namun memiliki sifat yang hangat dan lembut terhadap anak-anak.

*****

Selesai menghadiri acara peresmian yang cukup lama itu, Rania diantar pulang oleh Davin, Axel dan juga Airin. Davin dan Airin yang merasa ini waktu yang pas untuk menemui Nenek Rania, memilih untuk menunggu di sana, karena Nenek Rania sedang pergi ke pasar.

Setelah satu jam menunggu, Nenek Rania tak kunjung datang. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang karena Axel sudah rewel dan marah-marah.

Akan tetapi, mereka tidak tahu jika mereka berpapasan dengan Nenek Rania saat mobil mereka mulai melaju.

"Tuan, jadwal check-up dimajukan sekarang karena Dokter Alan ada kesibukan nanti sore," ujar Airin setelah melihat pesan dari Dokter Alan di ponselnya.

Davin mengangguk. "Putar balik ke rumah sakit, Nang," ujar Davin pada sopirnya.

"Baik, Tuan," balas Danang.

Danang segera memutar stir dan mengarahkan mobil ke arah rumah sakit. Setibanya di sana, mereka segera berjalan menuju ruang pribadi Dokter Alan yang terletak di lantai dua.

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang