Bab 2

3.2K 114 0
                                    

"Nek, maaf ya, aku nggak bisa bantuin lagi. Aku disuruh cepet-cepet datang ke kantor."

"Iya, nggak papa. Udah, sana pergi. Nenek bisa sendiri."

Pagi ini, Rania merasa bahagia sekaligus panik. Bahagia karena ia mendapat panggilan lagi dari perusahaan yang ia lamar, namun panik karena warung makan neneknya sangat ramai pagi ini, dan ia tidak bisa membantu karena harus buru-buru memenuhi panggilan dari perusahaan tersebut.

"Hati-hati, Ran! Kalau nyebrang lihat kanan-kiri!" teriak seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk melayani pembelinya.

"Iya!" sahut Rania dengan suara keras.

Rania segera menaiki angkutan umum yang berhenti di depannya. Dengan penuh semangat, Rania meyakinkan dirinya sendiri bahwa kabar baik akan segera datang.

Setibanya di kantor, ia turun dari angkutan dan menatap gedung megah di depannya dengan penuh harapan.

Rania menarik napas sambil tersenyum manis. Sebelum bertemu dengan HRD-nya lagi, ia melangkah menuju toilet terlebih dahulu.

Di sana, ia melihat anak kecil yang tampak mondar-mandir di depan bilik toilet sambil memegangi celananya.

"Adek ... adek mau pipis?" tanyanya lembut.

Saat bocah itu menoleh, Rania terkejut. Ternyata dia adalah anak kecil yang ia selamatkan kemarin.

Mata bocah itu berbinar-binar melihat kehadiran Rania. Tanpa ragu dan tanpa ada rasa takut, bocah itu langsung memeluk kaki Rania dengan erat.

"Tante ... Acel seneng bisa ketemu Tante lagi," ucap bocah itu.

Rania tersenyum. Kemudian ia melepas pelukan bocah itu dan berjongkok di depannya sambil memandangnya dengan senyuman manisnya.

"Acel mau pipis?" tanyanya.

Bocah itu mengangguk. Lalu Rania berkata lagi sambil memegang kedua tangan bocah itu. "Acel nggak boleh pipis di sini. Ini toilet cewek, bukan toilet cowok."

Bocah itu mengerjapkan matanya polos. "Acel nggak tahu," ucapnya lirih.

Rania tersenyum lagi, lalu mencolek hidung bocah itu sebagai tanda gemas.

"Nggak papa, sekarang pipis di sini dulu. Lain kali nggak boleh, ya."

Bocah itu mengangguk. "Sana masuk, Tante tungguin di sini," ucap Rania lagi.

Bocah itu segera masuk ke dalam bilik toilet. Beberapa detik kemudian, ia keluar dengan wajah yang ceria dan menghampiri Rania yang masih menunggunya di sana.

"Udah?" tanya Rania.

Bocah itu mengangguk sambil tersenyum lebar. "Tante mau main sama Acel?" tawarnya.

Rania tersenyum. "Nggak bisa, Tante mau ada urusan," tolaknya dengan suara lembut. Membuat bocah itu langsung cemberut seketika.

"Acel kok bisa ada di sini lagi? Orang tua Acel kerja di sini?" tanya Rania.

Bocah itu mengangguk. "Papa Acel kerja di sini," jawabnya.

"Emang Acel nggak sekolah?" tanyanya lagi.

Bocah itu menggeleng. "Acel nggak suka sekolah," jawabnya.

"Loh, kenapa?"

"Temannya Acel nakal semua. Acel diledekin terus."

"Emang diledekin gimana?"

"Huuu ... Acel nggak punya Mama," ucapnya menirukan suara teman-temannya yang meledeknya.

Rania merasa hati kecilnya tersentuh. Dengan hati-hati, ia pun kembali bertanya, "Mamanya Acel ke mana?"

Bocah itu mengangkat kedua bahunya dengan wajah sedih. "Nggak tahu. Kata Oma udah meninggal, tapi kata Papa cuma pergi sebentar, nanti Mama balik lagi."

My Crazy PresdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang